Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Cina-Jepang Saling Salip di Proyek Kereta Semi Cepat Lintas Jawa

Jepang melalui Japan International Corporate Agency atau JICA telah resmi ditabalkan menggarap pembangunan kereta semi cepat lintas Jawa.

25 September 2019 | 12.49 WIB

Pemerintah Indonesia dan Jepang menandatangani kesepakatan teknis Summary Record on The Java North Line Upgrading Project untuk mengkaji pembangunan kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya pada Selasa petang, 24 September 2019 di Hotel Pullman, Jakarta. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Perbesar
Pemerintah Indonesia dan Jepang menandatangani kesepakatan teknis Summary Record on The Java North Line Upgrading Project untuk mengkaji pembangunan kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya pada Selasa petang, 24 September 2019 di Hotel Pullman, Jakarta. TEMPO/Francisca Christy Rosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta – Kertas HVS berukuran A6 di tangan Masafumi Ishii sudah duluan tergulung-gulung sebelum isinya ia bacakan di depan khalayak. Duta Besar Jepang untuk Indonesia itu pada Selasa petang, 24 September 2019, didapuk memberikan sambutan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman pembangunan kereta semi cepat Jakarta-Surabaya. Proyek ini  digarap bersama pemerintah Indonesia dan Jepang. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dari kertas HVS tersebut, Masafumi membacakan pidatonya yang berbahasa Jepang. Kadang-kadang, ia menambal dengan satu-dua kata berbahasa Indonesia yang membuat hadirin terbahak-bahak karena aksennya nyentrik. Dalam pidatonya, Masafumi menyampaikan poin yang telah disepakati Indonesia dan Jepang, untuk menggarap kereta semi cepat, proyek yang sudah menjadi wacana kedua negara sejak empat tahun lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Proyek ini merupakan hasil kesepakatan Perdana Menteri Jepang dan Indonesia pada pertemuan beberapa tahun lalu. Proyek akan dilakukan bersama-sama,” ujar Masafumi di depan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono yang turut hadir dalam acara formal di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, itu. 

Jepang melalui Japan International Corporate Agency atau JICA telah resmi ditabalkan menggarap pembangunan kereta semi cepat lintas Jawa. Pemerintah Indonesia sebelumnya sudah mengumumkan bahwa JICA akan menggarap proyek kereta yang membentang sepanjang 715 kilometer ini mulai 2019. Sebelumnya, proyek itu bakal didului dengan tahap pereparatory survey atau survei persiapan yang ditargetkan kelar pada Mei 2020.

Pembangunan kereta semi cepat yang ditaksir bakal menelan investasi Rp 60 triliun ini sejatinya sudah lama diincar oleh Jepang. Jepang berebut dan saling salip untuk menggarap proyek jumbo tersebut dengan Cina. 

Sebelumnya, Cina sempat beberapa kali menelikung Jepang dalam menggarap proyek pembangunan kereta di Indonesia. Pada awal September lalu, Cina melalui China Railways Construction Corporation mengirim perwakilannya menemui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Pertemuan itu membahas kereta semi cepat

Luhut kala itu mengatakan Cina juga tertarik terlibat dalam pembangunan kereta semi cepat Jakarta-Surabaya. Pertemuan tersebut dilakukan di kantor Luhut pada 2 September 2019 sore.

Menteri Perhubungan Budi Karya juga menyampaikan hal senada. Ia mengakui telah berulang kali mendengar minat Cina untuk mengerjakan proyek prestisius ini. Namun, baik Budi Karya maupun Luhut kompak menjawab bahwa pengerjaan kereta semi cepat bakal digarap oleh Jepang.

Infografik Kereta Api Semi Cepat

Luhut beralasan, pemerintah Indonesia telah lebih dulu membuat komitmen dengan Jepang. Jepang juga telah bersedia menggelontorkan duit pinjaman yang sampai saat ini belum dihitung angkanya.

Budi Karya menimpali, Indonesia telah kadung membuat kesepakatan dengan Jepang sebelum Cina masuk. Bahkan, Jepang sudah membuat pra-studi kelayakan atau pre-feasibility study. 

Masafumi mengklaim Jepang telah jauh lebih berpengalaman dalam menggarap proyek pembangunan kereta di Indonesia. “Pada 1970, Jepang telah mendapat kerja sama pengelolaan kereta api dengan Indonesia,” ujarnya. 

Kompetisi Jepang dan Cina untuk memperebutkan proyek pembangunan kereta di Indonesia ini sempat memanas pada 2015. Saat itu, rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dicanangkan. Pada awal masa pemerintahan Joko Widodo itu, Jepang melalui JICA mesti bersaing dengan lembaga pembiayaan asal Cina yang ujug-ujug menawarkan pra-studi kelayakan untuk kereta cepat Jakarta-Bandung. 

Padahal, Jepang sudah lebih dulu menggarap studi yang sama pada 2011. Kala itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan JICA mengkaji proyek ini, yang kemudian berlanjut saat Ignasius Jonan menjabat menjadi Menteri Perhubungan.

Pada September 2015, pemerintah Indonesia sempat menolak dokumen uji kelayakan milik Cina dan Jepang. Alasannya, hasil studi itu tidak sesuai dengan asas pembangunan negara. Pembangunan juga mesti menggunakan kas negara serta melibatkan konten lokal. 

Tak patah arang, Cina kembali mengajukan studi kelayakan. Akhirnya, pemerintah Indonesia sebulan kemudian menabalkan negara itu sebagai pemenang tender proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Indonesia dan Cina saat itu juga membentuk konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia Cina atau KCIC yang didalamnya melibatkan PT Silar Sinergi BUMN Indonesia dan China Railways Group Ltd.

Seusai membentuk konsorsium, masih pada bulan yang sama, pemerintah Indonesia menerbitkan beleid penyokongnya. Pada 2018, Cina mengucurkan duit pinjaman US$ 810,4 juta yang akan dipakai untuk merampungkan proyek. Pinjaman itu rencananya digelontorkan dalam tiga tahap.

Setahun setelah Indonesia meneken kesepakatan dengan Cina, pada Mei 2016, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bertemu dengan Presiden Jokowi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi G-7. Jepang kembali mengutarakan niatnya terlibat dalam pembangunan proyek kereta semi-cepat Jakarta-Surabaya. Apalagi, Jepang sudah tersalip Cina, setelah pemerintah Indonesia mencanangkan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dengan menggandeng negeri tirai bambu.

Setahun kemudian, pada November 2017, Jokowi dan Shinzo Abe kembali bertemu pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Manila, Filipina. Keduanya kembali membahas kelanjutan proyek kereta semi cepat lintas Jawa.

Lewat rembugan kedua pemimpin negara itu, Jepang pun menawarkan kereta dengan kecepatan 120 kilometer per jam. Namun, Indonesia menolak. Pemerintah menginginkan kereta semi cepat memiliki kecepatan 160 kilometer per jam. Ditambah embel-embel, biaya keseluruhan maksimal dipatok Rp 120 triliun—yang belakangan dilorotkan menjadi Rp 60 triliun saja.

Bulan Desember di tahun yang sama, Kementerian Perhubungan bersama Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi atau BPPT mengebut proyek prastudi kelayakan. Studi ini kemudian dibahas bersama JICA. Enam bulan kemudian, proyek ini sudah tercatat dalam proyek strategis nasional.

Setahun berselang, setelah diketok sebagai proyek strategis nasional, Indonesia dan Jepang akhirnya meneken nota kesepahaman awal sebagai bentuk kesepakatan teknis, Selasa malam. Lembar kerja sama yang ditandatangani kedua negara itu menjadi landasan studi persiapan bagi JICA sebelum masuk ke fase desain dan konstruksi—meski sebelumnya JICA telah menggelar pre-studi kelayakan sejak Juni 2019.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Kementerian Perhubungan Danto Restyawan mengatakan, JICA memiliki waktu sampai Mei 2020 untuk melakukan studi persiapan. “Sesuai jadwal pelaksanaan preparatory survey, JICA akan menyampaikan hasil kajian sementara berupa internal record,” ujarnya. Pemerintah nantinya akan memperoleh gambaran untuk memutuskan kelanjutan proyek itu.

Berdasarkan lembar nota kesepahaman tersebut, kedua pihak menyepakati delapan persyaratan teknis yang melandasi pembangunan kereta semi cepat. Beberapa di antaranya menyatakan kereta semi cepat akan dibangun menggunakan rel sempit selebar 1.067 milimeter. Pengoperasian kereta juga menggunakan single track dan tidak berbasis elektrifikasi. Kemudian, kereta memiliki kecepatan operasi maksimum 160 kilometer per jam. Selanjutnya, kereta akan digerakkan dengan mesin diesel atau DEMU. 

Pemerintah dan Jepang juga telah berkomitmen melibatkan konten lokal dalam penggarapan proyek ini. Ditargetkan, tingkat komponen dalam negeri atau TKDN memenuhi 60 persen dari total nilai pembangunan. Keterlibatan lokal dalam proyek kereta semi cepat digadang-gadang mampu menekan nilai investasi dan pembiayaan selama proses konstruksi berlangsung.

Adapun pembebasan lahan untuk kereta esmi cepat ini ditargetkan kelar pada 2022. Pembebasan lahan itu akan dilakukan di sejumlah titik yang ditengarai bakal terdampak pembangunan rel baru. 

“Untuk wilayah-wilayah dengan rel yang terlalu menukik, kami akan bangun rel baru karena dengan kecepatan 160 kilometer per jam, kereta cepat tidak bisa melintas di tikungan yang terlalu tajam,” kata Menteri Budi Karya. Karena itu, konstruksi baru bisa dimulai pada 2022.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan, tahap konstruksi kereta semi cepat akan terbagi atas dua fase. Fase pertama, pemerintah akan membangun jalur baru antara Jakarta dan Semarang serta meningkatkan jalur eksisting antara Semarang dan Surabaya.

Pada fase pertama ini, pemerintah akan membagi konstruksi dalam dua bagian, yakni Jakarta-Cirebon dan Cirebon-Semarang. Jalur  Jakarta-Cirebon direncanakan kelar dan beroperasi pada 2024. Sementara itu, pada fase kedua, pemerintah akan membangun jalur baru Semarang-Surabaya. Budi Karya mengatakan kereta semi cepat ini seluruhnya akan mulai beroperasi pada 2025. 

Basuki Hadimuljono mengatakan Kementerian PUPR tak akan tinggal diam dalam proyek pembangunan kereta semi cepat ini. Dalam studi persiapan pembangunan kereta lintas Jawa itu, Kementeriannya telah menghitung ada 500 perlintasan sebidang. “Sebanyak 500 perlintasan sebidang itu nanti akan ditutup, lalu dibangun jalan alternatif,” ujarnya.

Di perlintasan sebidang tersebut, pemerintah berencana membangun terowongan, jembatan penyeberangan orang, dan pembangunan jalan layang atau flyover. Ongkos pengadaan infrastruktur pendukung kereta semi cepat ini akan dihitung dalam investasi keseluruhan proyek pembangunan kereta semi cepat Jakarta-Surabaya.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS PAE DALE

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus