Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gardu induk Jawa-Bali dan Nusa Tenggara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tahun anggaran 2011-2013. "Perannya sudah jelas,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman, kemarin.
Menurut Adi, sebagai direktur utama, Dahlan tahu dan menyetujui pembayaran proyek kepada perusahaan pembuat gardu. Pembayaran tersebut dianggap keliru karena tak berdasarkan kemajuan proyek, melainkan pengajuan pengeluaran rekanan. “Penyidik menganggap pencairan anggaran dan pembayaran berbau korupsi,” kata Adi.
Adi sudah menunjuk sejumlah jaksa sebagai penyidik keterlibatan Dahlan. Tim penyidik telah mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan bernomor 752, setelah kemarin memeriksa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara itu. "Kami sudah memiliki dua alat bukti, yaitu kesaksian dan dokumen," kata Adi.
Dugaan korupsi ini telah menyeret 16 pegawai PLN dan rekanan sebagai tersangka. Para pegawai PLN ini berperan sebagai panitia pemeriksa barang proyek. Mereka dianggap lalai karena meneken berita acara serah-terima hasil pekerjaan yang tak sesuai dengan kenyataan. "Uangnya dicairkan dua termin tanpa ada pembangunan,” kata Adi.
Hingga tahun 2013, kata dia, hanya lima gardu yang selesai dibangun dari 21 yang direncanakan. Sebanyak 13 gardu sama sekali tak bisa difungsikan dan tujuh gardu tak dibangun karena terbentur pembebasan lahan. Kejaksaan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menghitung angka pasti kerugian negara.
Dari 16 tersangka itu, Adi mengatakan, Kejaksaan Tinggi mendapatkan keterangan Dahlan bertanggung jawab selaku kuasa pengguna anggaran PLN. Mereka mengaku kepada penyidik bahwa surat pernyataan penyelesaian pengambilalihan lahan oleh PLN dibuat atas permintaan Dahlan.
Melalui pesan berantai yang ia konfirmasi, Dahlan menulis, ia menerima penetapan tersangka itu. “Sebagai kuasa pengguna anggaran, saya memang harus bertanggung jawab,” demikian ia menulis. Posisinya tersebut, kata Dahlan, mewajibkan dia menandatangani anggaran dengan tujuan proyek bisa jalan karena ia “tak tahan dengan keluhan masyarakat atas kondisi listrik ketika itu”.
Kepada penyidik yang memeriksanya, Dahlan berulang kali mengatakan bahwa ia kerap didorong menerobos peraturan agar bisa menyediakan listrik bagi masyarakat. “Saya bilang saya siap masuk penjara karena itu, kali ini saya benar-benar menjadi tersangka,” katanya. Ia meminta pejabat PLN mengizinkannya mengakses dokumen-dokumen terkait soal itu.
Kejaksaan mencegah Dahlan ke luar negeri, bahkan untuk keperluan berobat.
FRANSISCO ROSARIANS | ADITYA BUDIMAN | PURWANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini