Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Sebanyak 15 warga Depok mendatangi Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok untuk menyampaikan penolakan kebijakan pemisahan parkir perempuan dan laki-laki atau ladies parking. Mereka berasal dari Masyarakat Cinta Depok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedatangan mereka diterima oleh Wakil Ketua Komisi D, Sahat Farida Berlian. "Kami datang untuk menyampaikan surat terbuka yang ditandatangi 100 orang yang berisi bahwa segregasi atau pemisahan tidak sama dengan perlindungan," kata perwakilan Masyarakat Cinta Depok, Antarini Arna di Kantor DPRD, Jumat, 19 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dinas Perhubungan Kota Depok sebelumnya menerapkan kebijakan pemisahan parkir perempuan dan laki-laki di beberapa lokasi. Titik parkir yang telah menerapkan aturan dari Dishub, yakni di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Margo City Mall, dan Kantor Wali Kota Depok.
Menurut Antarini, kebijakan Pemkot Depok sudah banyak memperlihatkan tanda segregasi yang mengarahkan ke intoleransi dalam penerapannya. "Depok yang dulu citranya enak untuk jadi tempat tinggal, multikultural, ternyata belakangan ini punya citra kota yang intoleran. Jadi banyak sekali orang yang masuk ke kota Depok," ujarnya.
Antarini bercerita ia pernah ditanya di salah satu group WhatsApp. Menurut dia, orang-orang berdalih kebijakan pemisahan parkir mirip dengan segregasi di toilet.
"Nah sekarang ini tujuannya segregasi itu apa? Memisahkan perempuan dan laki-laki untuk mengikuti budaya Arab. Nah Arab sendiri sudah bergerak modernisasi, tapi Indonesia malah masuk ke era kearab-araban," kata Antarini. Ia pun berharap pemerintah tak lagi mengambil kebijakan semacam ini karena bisa menimbulkan polemik dan intoleransi.
Menanggapi keluhan warga, Wakil Ketua Komisi D, Sahat Farida Berlian mengatakan penolakan dari warga itu akan menjadi koreksi bersama. Sebab, menurut dia, pemisahan parkir itu justru salah ketika menggunakan doktrin perlindungan perempuan. "Sesungguhnya tidak memberikan pilihan, tidak bisa disamakan denga ladies parking di pusat perbelanjaan atau pun pemisahan gerbong di KRL," ujarnya.