Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi Indonesia alias MAKI menilai salah satu kendala dalam pengusutan kasus Firli Bahuri sehingga bekas Ketua KPK itu tak kunjung ditahan Polda Metro Jaya, karena masalah supervisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Polda Metro Jaya dinilain belum melakukan supervisi secara memadai karena Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri hanya dipimpin perwira tinggi bintang satu alias Brigradir Jenderal. MAKI menyebut lembaga seperti itu seharusnya dipimpin oleh perwira berpangkat bintang dua alias Inspektur Jenderal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Rabu kemarin, Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan menunda persidangan gugatan praperadilan Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi Indonesia alias MAKI atas belum ditahannya bekas Ketua KPK, Firli Bahuri. Alasannya, hanya ada dua dari tiga kuasa yang hadir dalam sidang perdana itu, yakni Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kuasa Termohon II, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, tidak hadir dalam sidang tersebut.
Oleh karena itu, hakim tunggal menuda sidang hingga Rabu, 20 Maret 2024 pekan depan. “Akan memanggil kembali Termohon II, yang sudah hadir tidak dipanggil lagi,” kata hakim tunggal memimpin sidang itu sebelum palu diketok menutup sidang.
Rencananya, gugatan dengan nomor perkara 33/Pid.Pra/2024/PN/JKT.SEL akan digelar perdana pada Rabu, 13 Maret 2024 pukul 10.00, tapi sidang baru dimulai sekitar pukul 13.30. Agendanya hanya pemeriksaan identitas dari masing-masing Pemohon dan Termohon dalam gugatan itu.
Sidang itu hanya berjalan sekitar 30 menit. Usai hakim menutup sidang, kuasa dari Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta irit bicara. Mereka ngeloyor begitu saja meski sempat diminta keterangan oleh awak media.
“Ke Kabid Humas saja,” kata kuasa Polda Metro Jaya meninggalkan ruangan sidang.
Kuasa Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta juga menunjukkan sikap serupa. Dia bungkam dan langsung meninggalkan awak media.
Sebelumnya, MAKI mendaftarkan gugatan praperadilan atas belum ditahannya Firli Bahuri oleh penyidik Krimsus Polda Metro Jaya, padahal penetapan Firli sebagai tersangka itu sudah lebih dari tiga bulan. MAKI mendaftarkan gugatan praperadilan itu pada Jumat, 1 Maret 2024 sekaligus telah diterima oleh petugas PTSP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain MAKI, dua lembaga lain juga turut mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan dengan petitum yang sama. Mereka adalah Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia dan Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia atau KEMAKI.
Dalam salinan berkas pendaftaran praperadilan yang diterima Tempo, MAKI mengajukan gugatan melawan Kapolda Metro Jaya, Kapolri, dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dalam pokok permohonannya, Boyamin menyebut Kapolda dan Kapolri telah menghentikan penyidikan secara tidak sah dan tidak segera menahan Firli bahuri. Oleh karena itu, MAKI meminta kepada hakim agar memerintahkan Kapolda, Kapolri, dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menahan Firli Bahuri.
“Bahwa Para Termohon seharusnya segera melimpahkan berkas perkara yang ketiga kalinya kepada Jaksa Penuntut Umum Kejati DKI Jakarta dan semestinya JPU segera menyatakan berkas lengkap (P21) jika alat bukti telah cukup memenuhi unsur korupsi yang disangkakan Penyidik,” kata Koordinator Boyamin Saiman.
Selain itu, MAKI juga meminta pengadilan untuk memerintahkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kors ini disebut akan di bawah komando Listyo Sigit.
“Memerintahkan Termohon II membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dibawah komando langsung dari Kapolri,” kata Boyamin.
Boyamin menilai kendala Kapolri menangani perkara ini karena Polda Metro Jaya belum melakukan supervisi secara memadai karena Direktorat Tindak Pidana Korupsi hanya dipimpin perwira tinggi bintang satu alias Brigradir Jenderal. Dia menyebut lembaga seperti itu harus dipimpin oleh perwira berpangkat bintang dua alias Inspektur Jenderal.
“Semestinya untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi maka diperlukan peningkatan kelembagaan, yaitu pembentukan Korps Pemberantasan Korupsi Mabes Polri yang dipimpin oleh perwira tinggi berpangkat bintang 2 dan di bawah komando langsung dari Kapolri,” kata Boyamin.