Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesian Pinhole mengadakan perekaman gerhana matahari di 500 titik.
Melibatkan para pehobi fotografi kamera lubang jarum di berbagai wilayah di Indonesia.
Upaya memperkenalkan kembali kamera lubang jarum yang mulai redup.
Sebuah kotak merah terlilit di batang pohon yang menghadap Embung Nglanggeran, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada pertengahan Maret 2023. Siapa pun yang melewati pohon itu tak akan ada yang menyadari bahwa kotak berbahan tripleks tersebut adalah sebuah kamera. Berbeda dengan kamera yang pada umumnya terdapat lensa dan tombol-tombol, kotak yang dipasang Irman Ariadi ini memiliki lensa sebesar lubang jarum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Boim—sapaan akrab Irman Ariadi—memasang kamera lubang jarum di empat lokasi. Selain di Embung Nglanggeran, kamera tersebut ia tempatkan di empat candi, yaitu Sambisari, Kedulan, Ijo, dan Plaosan. “Saya pasang selama 10 hari,” kata Boim kepada Tempo, Selasa, 11 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemasangan kamera lubang jarum ini merupakan bagian dari proyek merekam matahari, yang digagas Indonesian Pinhole, gerakan pendokumentasian dan pengarsipan semua hal tentang fotografi lubang jarum di Indonesia. Perekaman ini dilakukan dalam menyambut gerhana matahari pada 20 April mendatang.
Boim, yang juga panitia acara Merekam Matahari, mengatakan bahwa kegiatan ini serentak dilakukan di 500 titik. Pemasangannya harus di lokasi cagar budaya ataupun lanskap sebuah daerah. Ia mengatakan, ada dua jenis kamera lubang jarum yang digunakan, yaitu berbentuk kotak berbahan tripleks dan silinder dari bahan kaleng.
Ini bukan pertama kalinya Boim memotret dengan menggunakan kamera pinhole tersebut. Ia mengenal fotografi lubang jarum pada 2010 saat sedang bermain di Bandung. Pria yang berdomisili di Yogyakarta ini pun tertarik mendalami kamera ini. Bahkan ia sampai pernah mengikuti pameran pada 2010-2012. “Peluang kami berpameran saat itu cukup tinggi untuk lubang jarum. Itu zaman keemasan seni fotografi lubang jarum,” ujar Boim.
Menurut Boim, ada banyak media yang bisa dijadikan kamera lubang jarum. Tidak terbatas hanya kotak tripleks atau kaleng rokok. Ia bersama teman-temannya pernah melakukan eksplorasi kamera lubang jarum dengan alam. Salah satunya Sanghyang Poek, gua purbakala di Bandung Barat. Pernah juga ia menjadikan mobil sebagai kamera lubang jarum.
Pelaku fotografi lubang jarum dari Yogyakarta, Irman Ariadi. Dok Pribadi
Lelaki berusia sekitar 40 tahun ini menuturkan, prinsip seni fotografi lubang jarum sangat sederhana. Ketika ada ruangan tertutup, siapa pun bisa memberi suatu celah agar cahaya masuk. Kemudian celahnya bisa dikontrol dengan diberi penutup, misalnya berupa selotip. Anggota tubuh manusia pun bisa dijadikan kamera pinhole. Yang paling memungkinkan adalah mulut.
Untuk media rekamnya, bisa dengan kertas film. Namun Boim mengingatkan perlu berhati-hati dan jangan kelamaan menaruh benda itu di mulut karena ada kandungan zat kimianya. Jadi, ketika memotret, seseorang hanya perlu membuka mulut selama waktu tertentu. Setelah memotret, lalu tutup mulut dan otomatis akan terekam obyek yang ada di depan mulut. “Itu refleksi dari obyek di depan kita, dan pasti bentuknya terbalik.”
Boim mengungkapkan, ada sensasi berbeda ketika menggunakan kamera lubang jarum. Dengan menggunakan kamera modern, siapa pun akan termudahkan dengan segala macam sensornya. Penggunanya juga bisa mengambil gambar semaunya dan seakan-akan memanipulasi waktu. Misalnya saat mengambil gambar menjelang senja, pengguna kamera itu bisa menyetel untuk mengubah warna cahayanya. Sehingga, bagi Boim, hasil foto jadi tidak apa adanya.
Adapun pada kamera lubang jarum, Boim harus berimajinasi dan bermain dengan rasa. Sebab, kamera pinhole tak memiliki jendela bidik untuk melihat obyek yang akan diambil. Namun, Boim menuturkan, ada hitung-hitungannya secara sistematis untuk menentukan obyek yang terekam. “Kalau mau sampai ke ukuran, kita hitungnya serius. Dan yang menjadi menarik sebetulnya karena ini bagian dari seni murni,” tuturnya.
Penulis buku Enda Kaban memasang kamera lubang jarum dalam rangka mengikuti kegiatan merekam lintasan matahari yang diadakan Indonesian Pinhole di area tambang di Tembagapura, Papua. Dok Pribadi
Pemasangan kamera lubang jarum juga dilakukan di tanah Papua. Enda Kaban, penulis novel Carstensz Pyramid, memasang kamera lubang jarum di empat titik di kawasan Tembagapura. Dua kamera di area pertambangan Grasberg, yaitu satu ke arah Gunung Carstensz (Jayawijaya) dan open pit wilayah tambang yang sudah tidak dioperasikan. Dua kamera lainnya dipasang di area kompleks Hidden Valley.
Enda memasang kamera tersebut pada awal Maret dan melepasnya pada 28 Maret. Kamera serta hasil perekaman lintasan matahari ini selanjutnya ia kirim balik ke panitia Rekam Matahari. Ini pertama kalinya bagi perempuan berusia 40 tahun itu memotret dengan kamera lubang jarum. Enda mengaku terpukau oleh kamera tersebut. “Kamera lubang jarum itu saya amaze juga karena enggak pakai baterai tapi bisa merekam lintasan matahari.”
Menurut Enda, ada banyak perbedaan signifikan dalam memotret obyek menggunakan kamera lubang jarum dibandingkan dengan kamera digital. Sementara pada kamera digital Enda bisa menentukan angle atau memainkan cahayanya, hal itu tidak bisa dilakukan pada kamera pinhole. Berdasarkan informasi yang didapatkan ketika mengikuti lokakarya, lensa pada kamera pinhole seperti lensa lebar dan bisa menangkap gambar dalam derajat tertentu. “Dari situ kita mengira-ngira. Kalau dia berapa derajat, aku meletakkannya ke arah gimana posisinya,” katanya.
Enda menuturkan, salah satu tantangan menggunakan kamera pinhole untuk merekam lintasan matahari adalah cuaca berkabut. Ia mengaku sempat khawatir minimnya cahaya matahari di Tembagapura saat itu dapat mempengaruhi kualitas gambar yang terekam.
Suryagrafi karya Jecson Alexander Sly, di Kupang Nusa Tenggara Timur. Dok Jecson Alexander Sly
Memperkenalkan Kamera Lubang Jarum
Ketua Panitia Rekam Matahari, Syafiudin Vifick, mengatakan, sudah ada 500 kamera lubang jarum yang terpasang. Namun banyak juga yang hilang. Selanjutnya, hasil karya para peserta akan ditampilkan dalam pameran yang diadakan di Kupang, NTT, pada 13-20 April 2023, serta roadshow pameran di beberapa kota sepanjang tahun ini.
Pihaknya menargetkan ada 100 hasil foto di berbagai lokasi. Namun, karena pemasangan kamera di tempat umum rentan hilang, Vifick menyiapkan 500 kamera pinhole yang dibuat di Gianyar, Bali. Sasaran obyeknya adalah cagar budaya dan lanskap. “Yang penting ciri khas atau identitas daerahnya masing-masing,” ujar Vifick. Untuk merekam lintasan matahari ini menggunakan teknik suryagrafi.
Vifick menuturkan, informasi mengenai kegiatan perekaman matahari ini dapat diakses melalui situs rekammatahari.org. Di situs tersebut terdapat kisah pengalaman para perekam matahari, juga peta penyebaran lokasi perekaman.
Adapun tujuan diadakannya kegiatan ini adalah ingin memperkenalkan kembali kamera lubang jarum. Vifick menuturkan, dalam beberapa tahun belakangan mulai jarang yang membicarakan kamera lubang jarum. Salah satunya karena kertas fotonya susah dicari dan jarang ada. Selain itu, ketika Indonesian Pinhole mengadakan pameran pada awal pandemi, kebanyakan pesertanya menggunakan stok foto lama. “Akhirnya di Rekam Matahari, salah satunya memperkenalkan kembali pinhole photography di Indonesia,” kata pendiri Indonesian Pinhole ini.
Menurut Vifick, kamera pinhole perlu dilestarikan karena merupakan nenek moyangnya kamera. Ia menuturkan, para fotografer sebaiknya melek terhadap analog agar mengetahui prinsip kerja kamera.
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo