Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Haris Azhar dan Fatia Jadi Tersangka Setelah Diskusi Hasil Riset Tentang Papua

Bagaimana Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi tersangka karena mendiskusikan hasil riset tentang Papua. Dilaporkan Luhut Binsar Pandjaitan.

19 Maret 2022 | 21.42 WIB

Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti saat mencari makan jelang pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 18 Januari 2022. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti saat mencari makan jelang pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 18 Januari 2022. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penetapan tersangka Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti kian memperburuk wajah penegakan hukum di Indonesia. 

Fatia dan Haris Azhar melihat penetapan mereka sebagai tersangka sebagai upaya kriminalisasi terhadap masyarakat yang berusaha membongkar tentang praktek penyalagunaan kekuasaan, terutama dalam hal isu di Papua.

"Kriminalisasi ini bukan pertama kali terjadi, tetapi telah banyak aktivis Papua, yang juga warga Papua, menjadi korban kriminalisasi,” kata Fatia saat konferensi pers respons penetapan tersangka terhadap dirinya dan Haris Azhar pada Sabtu, 19 Maret 2022.

Pemuda Papua dituduh makar karena demo antirasisme

Pernyataan Fatia ini mengingatkan lagi pada tujuh pemuda Papua yang divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengdilan Negeri Balikpapan, 17 Juni 2020. Bukan pasal pencemaran nama baik atau fitnah, tetapi mereka dituduh makar karena  demonstrasi antirasisme di Surabaya pada media 2019.

Majelis hakim memvonis 10 dan 11 bulan penjara. Mereka adalah mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cendrawasih Ferry Kombo dan tiga mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, yakni Alexander Gobay, Irwanus Uropmabin, dan Hengky Hilapok.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Irwanus 5 tahun penjara; Ferry Kombo, 10 tahun penjara; Alex Gobay, 10 tahun penjara; dan Hengky Hilapok, 5 tahun penjara.

Tiga terdakwa lainnya, Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Steven Itlay, dan Ketua Umum KNPB Agus Kossay masing-masing divonis 11 bulan penjara. 

Sebelumnya, mereka dituntut 17 tahun dan 15 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.

Polisi dinilai memprioritaskan laporan Luhut 

Bagi Haris Azhar, penetapan tersangka ini hanya semakin membuktikan bahwa kepolisian, dalam kasus ini Polda Metro Jaya, hanya memprioritaskan laporan pejabat seperti Menteri Luhut Binsar Pandjaitan, sementara banyak pelapor lain yang tidak diproses.

Haris juga menyinggung Luhut yang enggan membuka big data untuk menjelaskan fakta di lapangan. “Kita bertanya-tanya kenapa dia tidak mau buka data ketika kita desak?” katanya.

Haris pun menyinggung LBP yang mementingkan upaya untuk memenjarakan dia dan Fatia, alih-alih memprioritaskan masalah di Papua, padahal video YouTube yang dibahas adalah sebuah laporan yang disusun sembilan organisasi. Haris Azhar menyebut tindakan ini sebagai judicial harassment atau intimidasi aktivis dengan membungkam melalui sistem hukum.

“Saya khawatir ini menjadi cara-cara yang dilakukan sebelumnya, seperti buzzer muncul ke ruang publik dan menuduh tanpa data, kemudian kita harus klarifikasi,” katanya.

“Memang ada proses sistematis untuk menghilangkan cara berpikir akademis dan hanya menonjolka kepanikan saat ada kritik kepada kekuasaan,” tutur Haris.

Muhammad Isnur, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, menilai penetapan tersangka terhadap Haris Azhar dan Fatia dengan UU ITE keliru, dan pemerintah tidak belajar pada kasus lain seperti pemidanaan dosen Universitas Syiah Kuala Aceh Saiful Mahdi dan pemberian amnesti di DPR.

“Ini kan kritik terhadap pejabat. Kalau LBP bukan menteri maka kritik ini tidak beralasan. Nyatanya LBP pejabat publik yang disumpah, dilantik, serta digaji rakyat,” kata Isnur.

Pembahasan hasil riset tidak bisa dipidana 

Saat dihubungi Tempo, 19 Maret 2022, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid mengatakan konten YouTube yang membahas laporan organisasi masyarakat sipil terhadap kajian faktor pemicu pelanggaran HAM di Papua tidak boleh dipidanakan.

“Menetapkan mereka sebagai tersangka hanya karena mendiskusikan temuan dalam laporan tersebut merupakan bentuk tekanan terhadap ekspresi kritik warga, termasuk pembela hak asasi manusia,” kata Usman Hamid.

Usman pun mempertanyakan jaminan negara terhadap hak masyarakat atas kebebasan berekspresi, dan menekan aktivis dengan tindakan hukum oleh seorang menteri, jelas menggerus kebebasan berkespresi dan menciptakan efek gentar.

Haris Azhar dan Fatia akan diperiksa sebagai tersangka 

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan, mengatakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti akan diperiksa pertama kali sebagai tersangka pada Senin, 21 Maret 2022.

“Yang bersangkutan diharapkan hadir,” kata Zulpan saat dihubungi untuk konfirmasi penetapan tersangka pada Sabtu siang, 19 Maret 2022.

Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sama-sama aktivis di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Haris menjadi koordinator lembaga itu pada 2010-2016, sedangkan Fatia memimpin organisasi itu sejak 2020 hingga kini.

Luhut Binsar Pandjaitan melaporkan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti karena mereka dituduh mencemarkan nama baiknya dan memfitnah pada September 2021.

Luhut melayangkan laporan terhadap Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya pada September 2022 setelah dua somasi tidak ditanggapi.

Luhut melaporkan Haris Azhar dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik perihal video yang diunggah oleh akun Youtube Haris Azhar pada Agustus 2021.

Haris Azhar menjadi tuan rumah dan moderator podcast di kanal YouTube Haris bertema "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya? Jenderal BIN Juga Ada" pada 20 Agustus 2021. Fatia adalah salah satu narasumbernya.

Riset 9 organisasi tentang Papua 

Dalam wawancara bersama Fatia-Haris yang diterbitkan Majalah Tempo edisi 29 Januari 2022, keduanya menjelaskan podcast itu berdasarkan studi yang dilakukan oleh #BersihkanIndonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nasional, Pusaka Bentara Rakyat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Papua, Lembaga Bantuan Hukum Papua, Kontras, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia yang berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua" itu dirilis pada Agustus tahun lalu.

Sementara Juniver Girsang, pengacara Luhut, mengatakan kepada Tempo, 26 Januari 2022, kliennya bukannya antikritik asalkan kritik itu konstruktif dan berbasis data yang sudah dikonfirmasi. "Ini itidak dikonfirmasi, langsung diekspose. Ternyata apa yang disampaikan bukan kritik, (tapi) menyerang pribadi. Malah mencemarkan nama baik Luhut dan keluarga," katanya. Selain mengajukan gugatan pidana, Luhut mengajukan gugatan perdata.

Dalam wawancara tersebut dan pada konferensi pers usai penetapan tersangka, Haris Azhar dan Fatia menegaskan siap dengan risiko penjara. Badan saya, fisik saya, bisa dipenjara, tetapi kebenaran yang dibicarakan di YouTube, penderitaan orang Papua, tidak bisa diberangus atau ditempatkan dalam penjara,” ucap Haris Azhar.

Baca juga: Haris Azhar: Negara Sibuk Pidanakan Saya Ketika Papua Semakin Memburuk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus