Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Padang - Armaita, 37 tahun, diduga menjadi korban jatuhnya pesawat Trigana Air. Perempuan asal Pesisir Selatan, Sumatera Barat, itu hendak menyusul suaminya, Mulyadi, yang bekerja di Oksibil, Papua.
Armaita berangkat dari kampungnya di Kampung Calau Nagari Puluik-Puluik Selatan, Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, Kabupaten Pesisir Selatan, pada 10 Agustus 2015. Namun Armaita harus menunggu pesawat selama sepekan untuk menuju Oksibil. Maka itu, ia baru berangkat dari Jayapura pada Ahad, 16 Agustus 2015.
Sejumlah keluarga Armaita mendapatkan firasat buruk sebelum kepergiannya ke Papua. Anak Armaita, Marti Safitri, 20 tahun, mengaku merasa aneh dengan sikap ibunya seminggu sebelum berangkat. "Ibu tak mau berdoa sebelum berangkat. Padahal biasanya kita berdoa bersama sebelum berangkat jauh. Ia bilang akan balik lagi ke kampung dalam waktu dekat," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 18 Agustus 2015.
Pesawat Trigana Air mengalami kecelakaan di Papua, Ahad, 16 Agustus 2015. Hingga kini, jenazah korban belum bisa diidentifikasi. Marti mengatakan keluarga sempat melarang Armaita berangkat ke Papua. Sebab, bapak Marti yang berada di Oksibil akan pulang kampung saat Lebaran tahun depan. "Tapi ibu keras untuk berangkat. Malah dia buru-buru akan pergi," katanya.
Armaita terakhir menelepon anaknya pada 14 Agustus 2015. Saat itu dia berpesan agar anak-anaknya bisa menjaga diri di kampung. "Kami sempat bercanda. Tapi ibu kayak enggak semangat aja menelepon ketika itu. Bedalah," tuturnya.
Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abis membenarkan ada dua warganya yang ikut menjadi korban kecelakaan pesawat Trigana. Mereka adalah Armaita, warga Calau, Kecamatan IV Nagari Bayang Utara; dan Epiardi, warga Kampung Ambacang Nagari Sawah Laweh, Kecamatan Bayang. "Kami akan koordinasi dengan keluarganya yang berada di Papua," ucapnya.
ANDRI EL FARUQI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini