Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bogor - Keluarga Bripka Matheus De Haan, 54 tahun, masih menunggu hasil penyelidikan kepolisian ihwal penyebab kematian anggota Satgas Anti Teror Densus 88 Polda Metro Jaya tersebut. “Belum ada kabar lagi dari kepolisian, kami masih menunggu,” kata menantu Matheus, Angger Aprinda, 30 tahun, Rabu, 2 Januari.
Baca: Bripka Matheus Tewas, Polisi Pastikan Kepemilikan Pistol di TKP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Supriyati, istri Matheus, masih terpukul dengan kematian suaminya. Hingga saat ini ia tidak mau berbicara dan lebih banyak mengurung diri di kamar. “Ibu masih terus menangis,” kata Angger tentang ibu mertuanya. “Bahkan sempat enggak mau makan.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angger mengatakan, terakhir kali berkomunikasi dengan Matheus sekitar seminggu lalu. Saat itu sikap bapak mertuanya terlihat biasa saja. Tidak ada yang janggal. “Ya biasa saja, ngobrol soal cucunya (anak Angger) atau ngobrolin burung. Bapak suka piara burung,” kata Angger.
Menurut Angger, bapak mertuanya tidak pernah membicarakan masalah pekerjaan. Karena itu dia tidak tahu apa yang dialami Matheus. “Saya enggak pernah tahu apa yang dialami bapak soal kerjaan,” katanya. "Kalau masalah keluarga, tidak ada persoalan besar."
Matheos ditemukan bersimbah darah di Tempat Pemakaman Umum Mutiara, RT 01 RW 13, Kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat, pada 31 Desember 2018 sekitar pukul 18.30. Polisi menduga, Matheus tewas bunuh diri dengan cara menembak kepalanya. Dugaan ini muncul karena di dekat tubuh pria itu ditemukan senjata api.
Baca: Polisi Sebut Ada Pesan Minta Maaf di Handphone Bripka Matheus
Berdasarkan hasil visum diketahui, ada luka tembak di kepala Bripka Matheus. Kepala Instalansi Forensik RS Polri Komisaris Besar Edi Purnomo mengatakan luka yang dialami Matheus berada di sekitar pelipis di atas telinga. “Peluru menembus dari kanan ke kiri,” kata Edi.