Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Jan Pieterszoon Coen, Warga Pribumi Batavia Menyebutnya Mur Jangkung

Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen mendapat sebutan Mur Jangkung dari warga pribumi Batavia. Apa artinya?

21 September 2021 | 20.45 WIB

Jan Pieterszoon Coen. wikipedia.org
Perbesar
Jan Pieterszoon Coen. wikipedia.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -  Jan Pieterszoon Coen sempat melarikan diri ke Ambon untuk memperbaiki  armadanya setelah diserang oleh pasukan Inggris. Setelah kembali dari pelariannya ke Ambon ia kembali ke Jayakarta dan merubah kota tersebut menjadi Batavia setelah runtuh akibat perang antara Inggris dan Kesultanan Banten.

Kembalinya Janbn Pieterszoon Coen ke Batavia banyak cerita-cerita yang beredar di kalangan masyarakat pribumi tentang dirinya. Masyarakat kala itu kerap menjulukinya dengan istilah Mur Jangkung. Nama ‘Jangkung’ konon terilhami dari namanya. Selain itu, berdasarkan lukisan yang dibuat oleh Jacob Waben, Coen digambarkan sebagai seorang yang bertumbuh dan ramping dan tinggi—setidaknya bagi masyarkat pribumi.

Selain itu terdapat narasi bahwa Coen merupakan seorang keturunan pribumi. Bernard Hubertus Maria Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia, menuliskan, “Menurut cerita, Batavia diperintah oleh Mur Jangkung, yang punya hubungan dengan dinasti Mataram. Ibunya Pajajaran, kerajaan Shiwais kuno di Jawa Barat. Dia diusir oleh suaminya, penguasa Jayakarta. Ayahnya adalah saudara Sekender (kata Jawa untuk Alexander yang menyimbolkan penakluk Barat).”

Kembali ke istilah jangkung, Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Batas-batas Pembaratan (1990), menuliskan cerita tersebut merupakan, “upaya mengintegrasikan orang-orang Eropa ke dalam pandangan orang Jawa dan menjelaskan kehadiran Batavia.” Jangkung adalah gambaran diri Jan Coen yang digambarkan dalam cerita punya darah pribumi.

Mur Jangkung yang membangun kota Batavia tidak hanya berfokus pada bagian rekonstruksi saja, ia juga memikirkan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja dengan VOC. Ia melihat pribumi tidak seperti yang diharapkannya. Hal ini dikarenakan Coen melihat pribumi cenderung malas-malasan dan sedikit culas. Oleh sebab itu banyak pribumi yang dibuang ke suatu tempat—tempat tersebut saat ini disebut Jatinegara.

Dalam hal ini Coen teringat akan kesuksesan saudagar dan kapiten pertama Tionghoa yang berlayar ke Batavia, Souw Beng Kong yang sangat terkenal di seantero Banten. Selain sebagai saudagar ia juga dikenal sebagai petani yang ulet dan tekun. Ia juga mengajari pribumi teknologi bertani hingga negosiasi dagang.

Pertumbuhan masyarakat Tionghoa di Batavia kian meningkat hingga bertahun-tahun. Bahkan 8 tahun sejak kesepakatan pada 1627 antara Beng Kong dan Coen, penduduk Tionghoa berjumlah 3.500 orang di Batavia. Masyarakat Tionghoa tersebut tinggal dalam lingkup yang sama dengan penduduk Belanda di dalam benteng kekuasaan VOC.

Jan Pieterszoon Coen menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC selama 2 kali masa jabatan. Pertama ia menjabat dari 1618 sampai 1623, kemudian ia menjabat posisi itu kembali pada 1627 hingga kematiannya pada 21 September 1629. Kematian Coen dipercaya akibat penyakit kolera yang menyerangnya pasca peperangan dengan kerajaan Mataram, serangan Sultan Agung ke Batavia.

GERIN RIO PRANATA 

Baca: Kejayaan dan Kematian Jan Pieterszoon Coen di Batavia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus