Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie enggan berkomentar ihwal dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Sumarno, anggota KPU DKI Dahlia, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu DKI Mimah Susanti. "Kami akan komentar itu dalam sidang," kata Jimly di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Jumat, 10 Maret 2017.
Sumarno, Dahlia, dan Mimah dituding telah melakukan pelanggaran kode etik pascapertemuannya dengan calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dan tim suksesnya, di Hotel Novotel, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Maret 2017.
Baca: Datang di Pertemuan Partai Pendukung Ahok, Ini Kata Ketua KPU DKI
Jimly berujar dugaan pelanggaran kode etik itu harus dibuktikan terlebih dulu melalui proses persidangan oleh DKPP. Dalam persidangan, kata Jimly, pihaknya akan menanyakan motif, peristiwa dan konteks dari pertemuan tersebut.
Meski demikian dia menegaskan bahwa aturan yang sudah jelas ialah seorang penyelenggara pemilu harus independen, netral, dan terlihat netral. "Kalau ada kegiatan-kegiatan orang curiga dia enggak netral berarti bermasalah. Tapi fakta diungkap dulu," ujarnya.
Sumarno sebelumnya mengaku tidak khawatir kehadirannya bersama Mimah dalam pertemuan itu dinilai sebagai bentuk keberpihakan. Alasannya, dia hanya datang untuk membahas persiapan pemilihan gubernur putaran kedua saja.
Simak: Soal Ketua KPU di Acara Internal Ahok, Anies: Patut atau Enggak?
Hal yang sama juga diungkapkan oleh politikus Partai Golkar Nusron Wahid yang ikut dalam pertemuan itu. Nusron mengaku mengundang regulator pemilu untuk memastikan tidak ada aturan yang dilanggar tim pemenangan selama masa kampanye.
Sementara itu, pertemuan tersebut juga tak luput dari perhatian Advokat Cinta Tanah Air. Mereka melaporkan Sumarno, Dahlia, dan Mimah atas dugaan pelanggaran kode etik ke DKPP Jumat siang. Ketua Dewan Penasihat ACTA Hisar Tambunan menyebutkan ada dua hal yang menjadi alasan dalam membuat laporan.
Pertama, pihaknya mempertanyakan pertemuan itu atas nama pribadi atau lembaga. Sebab, ada ketidakcocokan pada keterangan antara penyelenggara yang hadir dengan komisioner yang tidak hadir.
Lihat: ACTA Laporkan KPU dan Bawaslu Jakarta ke Dewan Kehormatan
Kedua, ACTA menduga tim sukses Ahok bersama KPU DKI dan Bawaslu DKI turut membahas soal daftar pemilih tetap dalam pertemuan itu. Pasalnya, ia melihat ada lonjakan signifikan dalam jumlah DPT yang baru.
"Yang kami pelajari, sebelumnya dari paslon tersebut selalu menggembor-gemborkan DPT. Ketidakmasuknya pemilih-pemilih mereka dalam DPT. Sekarang pertemuan tersebut apakah membahas hal tersebut? Ini yang kami khawatirkan," ujarnya.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini