Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Depok – Sejarawan JJ Rizal mengaku miris menyaksikan sejumlah bangunan bersejarah di Kota Depok makin merana. Ironisnya, ujar Rizal, Pemerintah Kota Depok lebih memprioritaskan pembangunan fisik untuk masa kini dan mendatang ketimbang penyelamatan bangunan masa lampau yang juga berguna untuk generasi penerus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kecenderungan Depok mengarah ke kota biru dan kota hijau, kenapa sekarang depok itu menjadi kota abu-abu, aspal dan beton melulu,” kata Rizal kepada Tempo saat melakukan wisata 7 situs sejarah di Kota Depok bersama gerakan #DepokBeragam pada Sabtu, 24 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Rizal, kota biru diartikan sebagai kota yang memiliki situ atau lokasi penampungan air terbanyak. Sedangkan kota hijau adalah kota yang memiliki banyak pohon. Namun, kata Rizal, realitanya, Depok justru krisis RTH (ruang terbuka hijau), dan banyak situ yang hilang akibat pembangunan.
“Itu kan persoalan, orientasi Kota Depok cacat, karena mendurhakai sejarahnya,” kata Rizal. Selain itu, lanjut Rizal, minimnya perhatian terhadap situs-situs bersejarah di kawasan Jalan Pemuda, Pancoran Mas, menjadi persoalan lain.
Menurut Rizal, Pemerintah Kota Depok telah abai terhadap sejarah Depok, hingga orientasi pembangunannya dianggap telah menyempal dari identitas sejarahnya. “Artinya Depok inikan melupakan sejarahnya, akhirnya tidak bisa belajar dan ke depan bisa sesat,” kata Rizal.
Rizal mengatakan, sudah seharusnya Pemerintah Kota Depok memikirkan pembangunan kota yang berorientasi terhadap sejarahnya. “Depok kota pertama yang punya cagar alam, Depok juga memiliki 31 situ, Depok harus jadi kota hijau dan biru,” ucap Rizal.
“Dari sejarah kita dapat menemukan identitas Kota Depok yang menyejarah sebagai kota yang bukan hanya plural, multikultural tetapi malahan interkultural,” kata Rizal.
Sedikitnya ada tujuh situs sejarah yang dikunjungi dalam kegiatan bertajuk Jalan-Jalan Sejarah Keberagaman Depok Tempo Doeloe itu. Di antaranya, Rumah Pondok Cina, Gedung Gemeente Bestur (Kotapraja) Depok, Paal Gedachtenis Aan Chastelein (Tugu Chastelin), Rumah Presiden Depok, Depoksch Europesche School (SDN Pancoran Mas 02), Depoksch Kerk, dan Stichting Cornelis Chastelein.
“Semoga setelah mengikuti jalan-jalan sejarah ini, peserta bisa membantu mengkampanyekan agar Pemerintah Kota Depok insyaf, tidak mendurhakai identitas sejarahnya, dan kembali kepada fitrahnya sebagai kota yang sejatinya kota beragam,” kata Rizal.