Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO , Jakarta: Menguasai bola di daerah sendiri, Carli Lloyd lantas melambungkan bola jauh-jauh tepat dari garis tengah lapangan. Bola dari kaki gelandang tim nasional wanita Amerika Serikat itu menghunjam ke arah gawang tim Jepang yang dikawal Ayumi Kaihori. Penonton di Stadion BC Place, Vancouver, Kanada, Ahad pekan lalu, terhenyak dibuatnya.
Tendangan “ajaib” itu menjadi gol ketiga Lloyd dalam laga final Piala Dunia Wanita tersebut, sehingga membuat timnya menang 5-2. “Sekarang Lloyd seperti (bintang bola basket) LeBron James dari dunia sepak bola,” kata Anthony Fernandez, presiden perusahaan marketing New York’s Athlete Brand Management.
Gelandang berusia 32 tahun itu menambah panjang daftar legenda olahraga Amerika yang berasal dari tim sepak bola wanita: Michelle Akers, top scorer Piala Dunia Wanita pertama, 1991; Mia Hamm, dua kali peraih trofi Pemain Terbaik Wanita Dunia (2001, 2002); atau Abby Wambach, Pemain Terbaik Wanita Dunia 2012.
Dibandingkan dengan rekan-rekan sepak bola mereka di sektor pria, wanita Amerika bak bumi dan langit. Dari tujuh kali pelaksanaan Piala Dunia Wanita, mereka merengkuh trofi tiga kali (1991, 1999, 2005). Sebaliknya, dari 20 kali pergelaran Piala Dunia pria, pencapaian terbaik Amerika hanya sampai perempat final, yaitu pada 2002.
Saat tim nasional pria Amerika sudah melaksanakan laga internasional perdana pada 1885, para wanita mereka baru belajar menendang bola lebih dari setengah abad kemudian. Sebuah turnamen amatir yang diikuti empat tim pada 1950 di Saint Louis tercatat sebagai liga pertama wanita Amerika.
Lalu, apa rahasia kesuksesan para wanita Negeri Abang Sam di lapangan hijau? “Ini bukan soal mengapa tim wanita Amerika bagus, melainkan mengapa tim-tim lain sangat buruk,” kata Stefan Szymanski, seorang profesor manajemen olahraga dari Universitas Michigan. Dia mencontohkan Inggris, yang melarang digelarnya sepak bola wanita pada kurun 1920-an sampai 1970-an.
Selanjutnya: Kuncinya adalah "Title IX"
Kuncinya ada pada “Title IX”. Ini adalah undang-undang yang terbit pada 1972. Isinya memerintahkan agar sekolah-sekolah negeri tak boleh melakukan diskriminasi gender pada program olahraga. Hasilnya, perguruan-perguruan tinggi membuka keran beasiswa bagi para atlet perempuan.
“Sebelum adanya Title IX, para gadis dan wanita tak benar-benar memiliki kesempatan bermain olahraga,” kata Neena Chaudhry, Direktur Persamaan Hak dalam Olahraga pada Pusat Hukum Wanita Nasional. “Tak ada beasiswa bagi atlet wanita.”
Meski begitu, butuh waktu panjang bagi sepak bola wanita Amerika untuk mengeluarkan potensi mereka. Laga internasional perdana “The Yanks” (julukan mereka) baru terjadi pada 1985 saat mereka mengikuti turnamen Mundialito di Italia.
Pelatih Mike Ryan mengumpulkan para pemainnya hanya dalam tempo sepekan. Tanpa latihan memadai, berdana cekak, dan tak punya seragam, mereka berangkat. “Mereka diberi seragam sepak bola berukuran pria,” kata Karen Blumenthal, penulis buku Let Me Play: The Story of Title IX. “Para pemain terpaksa begadang semalaman untuk menjahit seragam agar pas dengan ukuran tubuh mereka.”
Selanjutnya: Kegagalan jadi pelajaran
Meski gagal bersinar dalam turnamen ini, setidaknya wanita Amerika berhasil menahan imbang Denmark 2-2. Lawannya itu memiliki tim nasional yang sudah eksis sejak akhir 1960-an.
Amerika lantas membenahi secara serius sepak bola wanita mereka. Hasilnya, mereka keluar sebagai juara dunia wanita pada pergelaran pertama, pada 1991 di Cina. Pada Piala Dunia 1999 di negeri sendiri, Mia Hamm kembali merengkuh gelar yang sama setelah mengalahkan Cina di partai final lewat adu tendangan penalti.
Penendang terakhir Amerika saat adu tendangan penalti melawan Cina, Brandi Chastain, membuka kostum dengan histeris sehingga tinggal mengenakan bra setelah mencetak gol. Adegan ini menjadi momen ikon dalam sejarah sepak bola Amerika.
Momen ikon itu kini dibuat Lloyd dengan golnya dari separuh lapangan. Dia dinobatkan sebagai pemain terbaik turnamen sekaligus pencetak gol terbanyak kedua. Lloyd menjadi pemain kedua yang dapat mencetak hat-trick di final Piala Dunia—baik turnamen pria maupun wanita. Yang pertama adalah striker Inggris, Geoff Hurst, saat mengalahkan Jerman 4-2 pada 1966.
BERBAGAI SUMBER | ANDY MARHAENDRA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini