Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kenalkan: pasukan para-komando...

Di amerika sedang berkembang gejala baru, mempersenjatai diri dan mengikuti latihan para komando swasta, serta melibatkan kelompok agama dan gereja ke dalam kegiatannya. (sel)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH gejala baru berkembang di Amerika. Yaitu kegandrungan mempersenjatai diri dan mengikuti latihan para-komando. Akhir Maret lalu, petugas keamanan menangkap 12 orang sipil di suatu daerah terpencil, di Florida bagian tengah. Mereka dituduh melintasi daerah terlarang, berhampiran dengan sebuah proyek nuklir. Keduabelas orang itu lengkap bersenjata, dan mengenakan busana tempur berikut penyamaran. Persis bagai di medan perang. "Belasan grup di Amerika sekarang ini terlibat dalam latihan para-komando, pengumpulan dan penggunaan sen'jata api," tulis wartawan Robert M. Press dari The Christin Science Monitor. Mereka terdiri dari kelompok masyarakat yang rupanya memilih kekerasan sebagai bagian kehidupan di penghujung abad ini. Dengan satu dan lain variasi, alasan yang diberikan para pemimpin kelompok itu dalam membela programnya ialah: mengajak rakyat Amerika berjaga-jaga. Berjaga-jaga terhadap apa, sih? Tiap kelompok punya skenario masing-masing. Tapi umumnya dua hal selalu dipajang sebagai bahan kecemasan. Pertama, kebangkrutan ekonomi yang akan "mengobarkan perang tanding" antara si lapar dan kaum berpunya. Kedua, "ancaman keamanan dari luar," misalnya Uni Soviet. Dengan dalih ini agaknya, sebagian para-komando sipil itu menamakan diri mereka soldiers of fortune. Suatu kenyataan menarik ialah dilibatkannya kelompok agama dan gereja ke dalam kegiatan latiha militer ini. Beberapa simbol Nasrani kelihatan dipakai dalam "operasi" tertentu. Misalnya Liga Pertahanan Patriot Kristen (CPDL). Dibentuk beberapa tahun silam oleh Gereja Konservatif Kristen Amerika, sebuah gerakan sempalan dengan cabang terutama di wilayah barat bagian tengah AS. Di Wisconsin, dalam pada itu dikenal sebuah kelompok siaga dengan nama Posse Comitatus. Awalnya mereka bergerak dalam mendirikan gereja-gereja. Tapi "itu bukan gereja sejati," -- ujar Mike Saleski dari Departemen Hukum Kriminal, Wisconsin. Anggota Posse Comitatus belakangan diketahui dipersenjatai dengan pistol dan senapan. "Mereka melakukan kegiatan gerilya."kata Saleski. Kelompok ini terkenal sangat anti-Jahudi (sebagai ras). Organisasi rasialis Ku Klux Klan (KlK) yang juga menudungi tujuan mereka dengan dalih membela "kaum Kristen Putih," dan terkenal keras dan biadab, tentunya ikut pula membangun pasukan komando. Dan sementara itu para pengikut aliran kepercayaan rupanya sama saja. Gerakan Hare Krishna umpamanya. Tahun ialu polisi menyergap sebuah peternakan milik seorang tokoh Krishna di California Utara. Para petugas hukum itu sebetulnya sedang melacak barang curian. Tapi apa yang mereka temukan, menurut Letnan Jeff Marham dari kantor sheriff Lake County, tak lain "ratusan renceng peluru dan mesiu." Sialnya undang-undang pengawasan senjata api di Amerika kurang membantu para petugas hukum. David M. Schiller Jr., seorang pemuka Gerakan Krishna mengaku, "semua anggota Krishna boleh mempersenjatai diri, sekalipun hal itu tidak dianjurkan." Kecuali para rahib. "Menaati hukum negeri ini sudah merupakan kebijaksanaan kami," ujar Schiller bagai menyindir. Undang-undangnya memang masih jadi soal. Kelompok lain yang "mengangkat senjata" dan sering merepotkan petugas hukum ialah The Way International. Menurut seorang jurubicaranya, Kenneth Suddeth, latihan militer yang mereka laksanakan justru untuk "mengatasi ketakutan akan senjata api." Gerakan ini menjamin anggota-anggotanya akan selalu berlatih di ruangan tertutup. Tapi seorang reporter Emporia Gazette mengaku pernah menyaksikan sekitar 300 orang 'serdadu' The Way main perang-perangan di sebuah daerah terbuka dekat pedesaan. Lengkap dengan pistol dan senapan. Mulanya, kecenderungan angkat senjata ini bisa dibedakan berdasar dua motif. Pertama dalih membela diri, yang umumnya dinyatakan oleh kaum 'survivalist'. Mereka ini hampir tak putus-putusnya bicara tentang suatu "perang di masa depan" dan "masyarakat yang bakal ambruk." Jenis kedua ialah kaum yang memang mempersiapkan diri menjadi serdadu sewaan. Tapi lama-kelamaan kedua motif tampak bercampur baur. Umumnya peserta latihan ialah golongan yang kurang sukses dalam karir. Yaitu mereka yang hanya berhasil meraih sekeping kecil dari 'impian Amerika': hidup dengan segala kemudahan. Latar belakang ini kemudian diimbuhi pelbagai kecenderungan. Misalnya patriotisme, rasialisme, semangat agama yang berkobar, dan memang kekhawatiran masa depan. Ketika Robert Lee Lisenby tertangkap, persoalannya menjadi lebih jelas. Robert adalah salah seorang instruktur CPDL. Juga wakil Joseph Franklin Camper, 'komandan pasukan' yang kepergok di Florida itu. Terlibatnya orang-orang seperti Camper-lah yang membuat pemerintah AS tak bisa menenggang main militer-militeran yang di negeri kita agaknya jelas akan di nilai 'subversif' ini. Camper, 34 tahun, dari Dolomite, Negara Bagian Alabama, adalah veteran Pasukan Khusus AS yang pernah beroperasi sampai ke pedalaman Vietnam. Sebuah prestasi yang tidak bisa dipandang enteng. Ia memasang iklan di majalah Sol dier of Fortune: menjanjikan 'kursus perang rimba' dengan bayaran US$ 350 selama dua minggu. "Sambutan datang dari hampir seluruh dunia," tutur Ny. Betty, ibu Camper. Ketika pasukan yang dipimpinnya tertangkap di Florida, 11 pucuk senjata otomatis dan semi-otomatis disita -- bikinan Israel, Jepang, Amerika, Soviet. Tapi ternyata hanya 5 pucuk yang bisa dipakai menembak. Kepada wartawan Camper mengaku memberikan latihan "sangat profesional." Anggotanya yang lulus mampu mengikuti perang di gunung, rimba, bahkan gurun sahara. Di mana? Entahlah. Tapi sebuah sumber menyebutkan Camper ikut pelbagai kegiatan militer di sekitar Arab Saudi, Mesir, Meksiko, Jamaica, Yunani dan beberapa negeri lain. Selain pasukan Camper masih terdapat beberapa kelompok para-komando swasta. Misalnya Tim Operasi Combat Khusus dan Baret Cokelat, keduanya di Texas. Yang pertama dipimpin Ricardo C. Lopez, terkenal sebagai penyalur senapan mesin. Sebagian anggotanya pernah berperang di Vietnam. Tuduh-menuduh di antara kelompok ini tak kurang memusingkan para penguasa pula. Pemimpin Baret Cokelat, Gilbert Herrea, mengatakan ia angkat senjata karena merasa diancam KKK. Sementara tokoh KKK cabang Texas, Louis Beam, membela kegiatan kelompoknya dengan menuding dua grup radikal kiri di California dan Alabama. Padahal menurut petugas hukum di kedua daerah itu, grup radikal kiri itu sudah lama melempem. Yang jelas korban sudah berjatuhan. Di Greensboro, Carolina Utara, lima orang terbunuh dalam suatu huru-hara anti-KKK. Dan pada gilirannya tak terhitung pula orang Negro yang dilukai dan dibinasakan hartanya oleh mereka. Masyarakat Yahudi pun tak bisa tenang. Perkembangan Partai Nasional Sosialis Amerika (NSPA), sebuah gerakan neo-Nazi, mereka awasi penuh syak. Bukan rahasia lagi kalau NSPA terlibat kerjasama dengan KKK dalam menggalakkan latihan para-komando. Lalu bagaimana Amerika melindungi rakyatnya dari berbagai pasukan para-komando nonpemerintah itu? Inilah barangkali yang masih dirisaukan. Sebab hukuman bagi pelaku tindak kekerasan pun masih dianggap enteng oleh sementara golongan masyarakat. Beberapa petugas hukum memang menganjurkan pengawasan yang lebih ketat terhadap kawanan-kawanan radikal. Termasuk dengan pengerahan tenaga FBI dan CIA. Tapi pihak lain menunjuk "hak membela diri sendiri" bagi setiap warganegara AS dalam hal memiliki senjata. Lagi pula, bukankah sebagian besar kelompok para-komando itu menyebut kegiatan mereka sebagai persiapan memerangi "musuh-musuh AS?" Susahnya, di beberapa negara bagian, latihan para-komando swasta dilakukan Secara resmi. "Selama penggunaan senjata api di luar hukum tidak bisa dibuktikan, latihan seperti itu sulit dikatakan melanggar undang-undang," ujar seorang petugas. Persoalannya memang bisa mbulet tak kunjung putus. Setiap orang mulanya cenderung mempertahankan diri. Buntutnya: dengan jalan menyerang orang lain. Homo homini lupus -- sambil bergagah-gagah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus