Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGAIMANA sebuah perusahaan teknologi tinggi bisa menjaga diri
terhadap intaian mata-mata industri? Itulah yang bikin risau.
Mata-mata itu bisa agen asing bisa pula saingan di dalam negeri.
Dr. Sanford Sherizan, ahli melacak kejahatan dengan komputer,
malah menambah kekhawatiran ketika mengatakan: "Yang disebut
100% aman itu sesungguhnya tidak ada. Kemungkinan bocor selalu
saja terjadi. Kalau sistem pengamanan diterapkan 100%, malah
perusahaan tidak bisa jalan."
Spionase industri, yang dengan segala cara berusaha mendapat
informasi penting mengenai berbagai produk baru (terutama yang
bernilai strategis-militer atau yang sangat maju), bagi negara
industri sudah merupakan jenis subversi lain yang memusingkan
pikiran. Pemerintahan Ronald Reagan di Amerika Serikat misalnya
menilai masalah ini sama pentingnya dengan ketegangan
Timur-Barat. Dengan segala aparat mereka berusaha keras
membatasi keluarnya hasil-hasil teknologi penting AS ke Uni
Soviet dan negeri-negeri Blok Timur lain, demikian ditulis
wartawan The Christian Science Monitordi New York, Gregory Lamb,
akhir Januari.
Kalangan bisnis dan akademisi Amerika sendiri beranggapan, "alih
teknologi gelap" yang terjadi selama ini memang sangat merugikan
AS. Theodore Wu, Kepala Kantor Pengawasan Ekspor yang baru di
Departemen Perdagangan AS mengakui: "Persoalan yang dihadapi
sangat besar.
Itu dibenarkan oleh Jay Bloom Becker, direktur Pusat Nasional
Data Kejahatan Komputer di Los Angeles. "Dibanding dua atau tiga
tahun yang lalu, bukti tentang adanya spionase industri kini
lebih banyak," katanya. "Untuk sebagian, ini disebabkan karena
kegiatan memata-matai industri memang lebih banyak terjadi.
Sebagian lagi karena perhatian pemerintah dalam bidang ini
menjadi lebih besar."
Menurut catatan pihak AS, Uni Soviet dan sekutu Eropa Timurnya
memperoleh cukup sukses dalam mencuri rahasia teknologi militer
Barat. Di antaranya:
* komputer: disain sistem yang lengkap, termasuk peralatan fisik
(hardware) maupun isi (software) yang rumit, dari jenis komputer
serbaguna sampai komputer mini.
* laser: sumber tenaga yang berpulsa dan komponen lain, termasuk
cermin optik khusus yang cocok untuk senjata laser masa depan.
* radar: disain radar pertahanan udara dan antenanya untuk
sistem peluru kendali.
* sistem pengendalian dan navigasi: subsistem pengendalian
peluru kendali mesin-mesin presisi.
Tapi masih banyak lagi yang mereka incar. Tahun 1980-an, ke
dalam "daftar incaran' Soviet termasuk (menurut laporan CIA,
April 1982):
* sistem pengendali peluru kendali MX dan Trident. Teknologi
Soviet masih jauh tertinggal di bidang ini.
* komputer-komputerilmiah berskala besar, seperti komputer
CRAY-1 buatan AS serta "komputer supermini".
* peralatan rumit komputer, terutama yang dimiliki IBM.
Dan bagaimana Soviet mengumpulkan informasi yang diperlukannya?
Beberapa keterangan yang diberikan pada acara dengar pendapat
awal tahun ini menunjukkan beberapa cara. Di antaranya:
* Dilakukan oleh organisasi mata-mata Soviet, terutama KGB
(KomiteSoviet untuk Keamanan Negara) dan GRU (Direktorat
Intelijen dari Staf Umum Soviet) yang dibantu sekutu-sekutu
Pakta Warsawa. Taktik yang digunakan termasuk pemerasan, sogokan
serta pemaksaan - untuk informasi prioritas utama yang tak bisa
didapat melalui teknik lain dengan risiko rendah.
* Informasi yang disiarkan pemerintah AS dan disebarkan kepada
umum oleh badan-badan pemerintah. Undang-undang Kebebasan
Informasi AS dalam hal ini dimanfaatkan untuk memperoleh
dokumen-dokumen yang dulunya, atau akhir-akhir ini, digolongkan
sebagai rahasia.
* Pertukaran ilmu pengetahuan (Soviet setuju memberikan
informasi teknis) dan pertukaran mahasiswa melalui sistem
universitas AS yang dianggap"organisasi pengalihan teknologi
paling baik di dunia."
* Perusahaan-perusahaan palsu yang membeli teknologi tinggi
untuk diekspor secara gelap ke Uni Soviet. Lewat jalan ini
Soviet berhasil melengkapi pabrik semikonduktornya yang modern
melalui beberapa perusahaan di California Selatan dan Eropa
Barat.
Berdasar berbagai pengalaman ini badan-badan pemerintah AS
seperti Biro Penyidik Federal (FBI), Jawatan Bea Cukai, dan
Departemen Perdagangan, lalu lebih agresif memerangi kebocoran
teknologi strategis penting yang tercatat dalam daftar teknologi
militer Departemen Pertahanan. Mereka melancarkan program
mengundang kerja sama kalangan bisnis yang produknya bisa
menjadi sasaran spionase.
Dan ternyata kalangan bisnis serta publik memberikan bantuan
menggembirakan. Perusahaan-perusahaan itu cukup baik mematuhi
peraturan ketat ekspor teknologi tinggi. Dan menurut Wu, sikap
patuh ini merupakan "benteng pertahanan pertama menghadapi
kemungkinan kebobolan tingkat dini." Dikatakannya, penyidikan
dan penuntutan terhadap pelanggaran memang perlu, "tapi itu saja
tidak cukup."
FBI, dalam upaya menyiagakan kalangan industri penting
menghadapi ancaman spionase asing, punya program DECA
(Pengembangan Kewaspadaan Kontra Intelijen). Sasarannya 11.000
perusahaan AS yang punya kontrak "rahasia atau amat rahasia"
dengan pemerintah AS. Paling sedikit satu orang agen di tiap
bidang FBI bekerja dalam program itu. Di samping
perusahaan-perusahaan yang dinilai paling mudah jadi sasaran
spionase, dicakup pula oleh FBI perusahaan lain yang berkaitan
dengan teknologi baru, misalnya teknik genetika (genetic
engineering).
Menurut Lyle Thisen, dari bagian intelijen FBI, penelitian dan
pengembanganeknologi tinggi sebenarnya didorong oleh
kepentingan militer - meski sejak awal 1970-an keadaannya
berbalik. "Banyak hasil litbang (penelitian dan pengembangan)
teknologi tinggi terbuka untuk umum sedang informasi yang
dikandungnya sangat peka," tambahnya.
Karena itu, jika FBI tahu para pegawai suatu perusahaan
berhubungan dengan agen asing, kata Theisen, biro itu lalu
bekerja sama sangat erat dengan mereka. Tapi ia tak mau
mengungkapkan berapa banyak perusahaan yang pegawainya dihubungi
agen asing itu.
Hubungan itu menghasilkan pula kontra intelijen bagi FBI -
karena mereka perlu mengetahui apa yang dicari kelompok
intelijen lawan. "Jika mereka mengincar teknologi laser yang
sedikit lebih tinggi dari perkiraan kita, itu baru ada artinya
bagi kami," kata Theisen.
Di samping itu penggunaan wewenang penyidikan dan penangkapan
oleh polisi semakin besar juga, meskipun pemerintah mengatakan
bahwa kerja sama dengan pihak industri sudah cukup membuahkan
sukses. Yang paling mendapat pemberitaan luas ialah 'Operasi
Exodus' yang dilancarkan Dinas Bea Cukai AS. Belum lama ini
operasi itu berhasil menyita sejumlah peralatan rahasia seharga
$ 53 juta yang hendak dibawa ke luar negeri.
Para petugas bea cukai memang bekerja lebih teliti. Muatan yang
dicurigai di pelabuhan, diperiksa. Dalam satu penggerebekan di
Pantai Barat, misalnya, sebuah chip scrubber - produk teknologi
tinggi yang belum bisa dibuat Soviet dalam manifes dinyatakan
sebagai "suku cadang mesin cuci". Tentu saja ditahan .
Karena sudah lebih banyak petugas terlatih, kasus salah-tangkap
kini sudah jauh berkurang. "Satu setengah tahun lalu," cerita
Rollin Klink, pejabat direktur Dinas Penyidikan Bea Cukai, "kami
membuka peti kayu di lapangan Terbang Dulles, luar kota
Washington DC. Isinya papan sirkuit elektronik, tapi lidaftar
sebagai klep." Barang itu ternyata klep elektronik untuk pabrik
pupuk, dan karena itu dilepaskan saja.
Juru bicara bea cukai Dennis Murphy mengatakan, pabrik-pabrik
telah diperingatkan agar waspada terhadap teknik-teknik
penjualan seperti "pihak kedua". Ini terjadi ketika sebuah
perusahaan domestik "terdepan" membeli satu produk dengan maksud
mengirimkannya ke luar negeri. "Kalau mereka minta pengemasan
tahan air laut, atau minta voltase yang berbeda, kita harus
curiga,' katanya.
Sekalipun pemerintah sudah sedemikian rupa mengetatkan aturan
ekspor teknologi, orang hanya bisa menduga-duga hasilnya. Mereka
membandingkannya dengan penyelundupan obat bius ke AS. Karena
masalah itu tidak diketahui ruang lingkupnya, sulit ditentukan
apakah upaya itu berhasil baik.
Philip Brady, agen khusus bea cukai yang memimpin Operasi Exodus
di Boston, mengakui cukup banyak yang lolos. Tapi berapa, ia
juga hanya bisa menduga-duga. "Tu juan kita adalah mendorong
keunggulan teknologi kita (terhadap Soviet) delapan sampai
sepuluh tahun dari hanya dua atau tiga tahun. Jika kita bisa
menghentikan pengiriman suku cadang, misalnya, ini bisa
menyebabkan mereka berbulanbulan tak berdaya mencari suplaier."
* * *
SIAPA yang harus disalahkan, kalau teknologi penting AS bisa
dicuri pihak lawan? Senator Daniel Meynihan menyatakan
penyesalan yang dalam atas gagalnya Perjanjian Pembatasan
Senjata Strategis (SALT) Il, karena dua mata-mata Amerika
memberikan rahasia satelit AS kepada Soviet. Tetapi ia juga
menimpakan kesalahan kepada perusahaan TRW yang menurut kedua
mata-mata itu sangat melalaikan ikhtiar pengamanan. Salah satu
alat khusus penghapus kode digunakan secara sembarangan,
sehingga bisa jatuh ke tangan orang yang tak berhak. Perusahaan
yang teledor seperti ini, menurut Meynihan, "tidak patut
mendapat kontrak proyek yang unsur keamanannya sangat peka dari
pemerintah".
Dalam perekonomian Amerika yang penuh persaingan bebas,
perusahaan memang lebih memikirkan keuntungan dan kepentingan
para pemegang saham daripada keamanan negara - kata Sanford
Sherizan, profesor kriminologi di Universitas Boston yang juga
konsultan keamanan bagi beberapa perusahaan. Tak berarti
perusahaan-perusahaan itu hanya main jual saja. Dan persoalannya
sendiri memang lebih luas dari sekedar pengamanan yang sembrono,
kata Sherizan. Para pemimpin perusahaan itu selalu dihadapkan
pada pilihan sulit: bagaimana tetap menumbuhkan prestasi dan
menghadapi saingan dagang, sambil juga tetap melindungi yang
perlu dilindungi. Dan dalam abad informasi ini, di negeri yang
rakyatnya peka sekali akan hak mereka mendapat informasi, yang
perlu dilindungi justru informasi.
Kebutuhan perlindungan memang akan jelas sekali bila teknologi
itu sepenuhnya bernilai militer. Tapi, dan inilah penambah
kesulitan, dewasa ini manfaat teknologi makin bersifat
"dwifungsi". Bisa dipakai di rumah, tapi juga bisa untuk
keperluan dinas yang rahasia.
Dan para pemimpin industri tidak selalu sepakat dengan para
birokrat Washington dalam menentukan apa teknologi yang bernilai
strategis itu. Para pemimpin perusahaan menganggap, pengawasan
ekspor teknologi bisa mengakibatkan terbatasnya pasaran AS di
luar negeri. Di dalam negeri itu bisa berarti menghambat
kegiatan penelitian, karena diciutkannya ekspor teknologi dan
data teknis.
Lagi pula, seperti dikatakan William Thurston, presiden dan
direktur eksekutif perusahaan elektronik GenRad Inc. dari
Waltham, Massachusetts, banyak negara sekutu Barat - yang juga
saingan industri AS - menerapkan pengawasan yang tak begitu
keras terhadap ekspor teknologi mereka. Negara-negara Blok Timur
"sering bisa membeli dari sekutu kita teknologi yang oleh
pemerintah kita dilarang dijual," katanya. Dengan demikian
negara-negara sekutu AS bisa memperkuat industri mereka dan men
jadi saingan makin kuat bagi AS sendiri. "Ini tentu bertentangan
dengan kepentingan kita," kata Thurston yang juga ketua Asosiasi
Perusahaan Elektronika Amerika (AEA) itu.
Bersama empat asosiasi perusahaan teknologi tinggi lain, AEA
lalu minta agar pemerintah lebih tegas lagi menentukan
pembatasan teknologi yang tercantum dalam Daftar Teknologi
Militer Penting Departemen Pertahanan (MCTL). Dalam pada itu
sebuah panel yang diadakan Akademi llmu Pengetahuan Nasional AS
menyarankan, agar "MCTL diciutkan secara drastis dan
mengkonsentrasikan diri khusus pada teknologi yang benar-benar
amat peka bagi keamanan nasional."
Toh daftar MCTL itu ternyata tak pernah diperbarui. Dan jika
satu jenis produk sudah masuk daftar, sulit mencabutnya. Ini
membuat pusing Departemen Perdagangan karena tidaklah mudah
melaksanakan ketentuan MCTL tanpa keahlian mengenai teknologi
bersangkutan. Peraturan pembatasan eskpor itu cepat sekali
ketinggalan oleh perkembangan yang lebih laju dan sulit sekali
diikuti. Perusahaan-perusahaan kecil malah ada yang tak
tahu-menahu peraturan itu. Dan ketika mereka akan mengekspor,
jadi terbengong-bengong.
Sementara itu para pejabat pemerintah berpendapat, pihak
perusahaan tidak seharusnya mendapat kesulitan dengan peraturan
ekspor, asal mereka mau mempelajari baik-baik. Jenis teknologi
tertentu harus punya izin untuk bisa diekspor ke negara-negara
yang dikenai embargo. Misalnya negara-negara Pakta Warsawa dan
negara lain seperti Libya, Iran, dan Irak. Jika timbul
keragu-raguan di kalangan pejabat pemerintah, pengirimannya bisa
ditahan. Jika terjadi pelanggaran, barangnya disita.
Eksportirnya didenda.
"Para pengusaha pabrik seharusnya tahu itu," kata Philip Brady
di soston. "Untuk produk baru, mereka bisa minta petunjuk
lisensi dulu dari pemerintah." Lagi pula setelah terjadi lebih
dari 300 kali penahanan dan 76 kali penyitaan barang di Lapangan
Terbang Internasional Logan (Boston), pihak perusahaan penghasil
teknologi tinggi tentunya sudah harus maklum bahwa pemerintah
tidak akan bertindak setengah-setengah.
Bahkan kalau perusahaan mengirimkan teknologinya secara legal ke
Uni Soviet, akibatnya bisa sangat merugikan - kata agen EBI
Theisen di Washington. "Di waktu lampau, beberapa perusahaan AS
telah dikibuli Soviet. Mula-mula mereka minta semua informasi
tentang produk satu perusahaan, seakan-akan mereka akan membeli.
Setelah informasi lengkap, mereka bilang: "Terimakasih, kami tak
jadi beli." Dasar komunis. Tiga tahun lamanya mereka berhasil
dengan cara itu. Prancis, Jerman Barat, dan Inggris menyadari,
hal itu terjadi juga pada mereka."
Toh pengalihan teknologi secara ilegal, atau pembelian tangan
kedua oleh pemerintah atau para pengusaha sendiri tidak mudah
dilacak. Jerman Barat, Kanada, dan Jepang, menurut Gregory Lamb,
si penulis, merupakan tempat yang menguntungkan untuk upaya
seperti itu. Karena dari situlah perusahaan-perusahaan
"terdepan" bisa terang-terangan membeli hasil teknologi AS untuk
negara-negara Blok Soviet
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo