Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mata rusia di celah industri

Spion uni soviet di bidang industri, dan berbagai cara yang dilakukan oleh u.s untuk mengumpulkan informasi. (sel)

12 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA sebuah perusahaan teknologi tinggi bisa menjaga diri terhadap intaian mata-mata industri? Itulah yang bikin risau. Mata-mata itu bisa agen asing bisa pula saingan di dalam negeri. Dr. Sanford Sherizan, ahli melacak kejahatan dengan komputer, malah menambah kekhawatiran ketika mengatakan: "Yang disebut 100% aman itu sesungguhnya tidak ada. Kemungkinan bocor selalu saja terjadi. Kalau sistem pengamanan diterapkan 100%, malah perusahaan tidak bisa jalan." Spionase industri, yang dengan segala cara berusaha mendapat informasi penting mengenai berbagai produk baru (terutama yang bernilai strategis-militer atau yang sangat maju), bagi negara industri sudah merupakan jenis subversi lain yang memusingkan pikiran. Pemerintahan Ronald Reagan di Amerika Serikat misalnya menilai masalah ini sama pentingnya dengan ketegangan Timur-Barat. Dengan segala aparat mereka berusaha keras membatasi keluarnya hasil-hasil teknologi penting AS ke Uni Soviet dan negeri-negeri Blok Timur lain, demikian ditulis wartawan The Christian Science Monitordi New York, Gregory Lamb, akhir Januari. Kalangan bisnis dan akademisi Amerika sendiri beranggapan, "alih teknologi gelap" yang terjadi selama ini memang sangat merugikan AS. Theodore Wu, Kepala Kantor Pengawasan Ekspor yang baru di Departemen Perdagangan AS mengakui: "Persoalan yang dihadapi sangat besar. Itu dibenarkan oleh Jay Bloom Becker, direktur Pusat Nasional Data Kejahatan Komputer di Los Angeles. "Dibanding dua atau tiga tahun yang lalu, bukti tentang adanya spionase industri kini lebih banyak," katanya. "Untuk sebagian, ini disebabkan karena kegiatan memata-matai industri memang lebih banyak terjadi. Sebagian lagi karena perhatian pemerintah dalam bidang ini menjadi lebih besar." Menurut catatan pihak AS, Uni Soviet dan sekutu Eropa Timurnya memperoleh cukup sukses dalam mencuri rahasia teknologi militer Barat. Di antaranya: * komputer: disain sistem yang lengkap, termasuk peralatan fisik (hardware) maupun isi (software) yang rumit, dari jenis komputer serbaguna sampai komputer mini. * laser: sumber tenaga yang berpulsa dan komponen lain, termasuk cermin optik khusus yang cocok untuk senjata laser masa depan. * radar: disain radar pertahanan udara dan antenanya untuk sistem peluru kendali. * sistem pengendalian dan navigasi: subsistem pengendalian peluru kendali mesin-mesin presisi. Tapi masih banyak lagi yang mereka incar. Tahun 1980-an, ke dalam "daftar incaran' Soviet termasuk (menurut laporan CIA, April 1982): * sistem pengendali peluru kendali MX dan Trident. Teknologi Soviet masih jauh tertinggal di bidang ini. * komputer-komputerilmiah berskala besar, seperti komputer CRAY-1 buatan AS serta "komputer supermini". * peralatan rumit komputer, terutama yang dimiliki IBM. Dan bagaimana Soviet mengumpulkan informasi yang diperlukannya? Beberapa keterangan yang diberikan pada acara dengar pendapat awal tahun ini menunjukkan beberapa cara. Di antaranya: * Dilakukan oleh organisasi mata-mata Soviet, terutama KGB (KomiteSoviet untuk Keamanan Negara) dan GRU (Direktorat Intelijen dari Staf Umum Soviet) yang dibantu sekutu-sekutu Pakta Warsawa. Taktik yang digunakan termasuk pemerasan, sogokan serta pemaksaan - untuk informasi prioritas utama yang tak bisa didapat melalui teknik lain dengan risiko rendah. * Informasi yang disiarkan pemerintah AS dan disebarkan kepada umum oleh badan-badan pemerintah. Undang-undang Kebebasan Informasi AS dalam hal ini dimanfaatkan untuk memperoleh dokumen-dokumen yang dulunya, atau akhir-akhir ini, digolongkan sebagai rahasia. * Pertukaran ilmu pengetahuan (Soviet setuju memberikan informasi teknis) dan pertukaran mahasiswa melalui sistem universitas AS yang dianggap"organisasi pengalihan teknologi paling baik di dunia." * Perusahaan-perusahaan palsu yang membeli teknologi tinggi untuk diekspor secara gelap ke Uni Soviet. Lewat jalan ini Soviet berhasil melengkapi pabrik semikonduktornya yang modern melalui beberapa perusahaan di California Selatan dan Eropa Barat. Berdasar berbagai pengalaman ini badan-badan pemerintah AS seperti Biro Penyidik Federal (FBI), Jawatan Bea Cukai, dan Departemen Perdagangan, lalu lebih agresif memerangi kebocoran teknologi strategis penting yang tercatat dalam daftar teknologi militer Departemen Pertahanan. Mereka melancarkan program mengundang kerja sama kalangan bisnis yang produknya bisa menjadi sasaran spionase. Dan ternyata kalangan bisnis serta publik memberikan bantuan menggembirakan. Perusahaan-perusahaan itu cukup baik mematuhi peraturan ketat ekspor teknologi tinggi. Dan menurut Wu, sikap patuh ini merupakan "benteng pertahanan pertama menghadapi kemungkinan kebobolan tingkat dini." Dikatakannya, penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran memang perlu, "tapi itu saja tidak cukup." FBI, dalam upaya menyiagakan kalangan industri penting menghadapi ancaman spionase asing, punya program DECA (Pengembangan Kewaspadaan Kontra Intelijen). Sasarannya 11.000 perusahaan AS yang punya kontrak "rahasia atau amat rahasia" dengan pemerintah AS. Paling sedikit satu orang agen di tiap bidang FBI bekerja dalam program itu. Di samping perusahaan-perusahaan yang dinilai paling mudah jadi sasaran spionase, dicakup pula oleh FBI perusahaan lain yang berkaitan dengan teknologi baru, misalnya teknik genetika (genetic engineering). Menurut Lyle Thisen, dari bagian intelijen FBI, penelitian dan pengembanganeknologi tinggi sebenarnya didorong oleh kepentingan militer - meski sejak awal 1970-an keadaannya berbalik. "Banyak hasil litbang (penelitian dan pengembangan) teknologi tinggi terbuka untuk umum sedang informasi yang dikandungnya sangat peka," tambahnya. Karena itu, jika FBI tahu para pegawai suatu perusahaan berhubungan dengan agen asing, kata Theisen, biro itu lalu bekerja sama sangat erat dengan mereka. Tapi ia tak mau mengungkapkan berapa banyak perusahaan yang pegawainya dihubungi agen asing itu. Hubungan itu menghasilkan pula kontra intelijen bagi FBI - karena mereka perlu mengetahui apa yang dicari kelompok intelijen lawan. "Jika mereka mengincar teknologi laser yang sedikit lebih tinggi dari perkiraan kita, itu baru ada artinya bagi kami," kata Theisen. Di samping itu penggunaan wewenang penyidikan dan penangkapan oleh polisi semakin besar juga, meskipun pemerintah mengatakan bahwa kerja sama dengan pihak industri sudah cukup membuahkan sukses. Yang paling mendapat pemberitaan luas ialah 'Operasi Exodus' yang dilancarkan Dinas Bea Cukai AS. Belum lama ini operasi itu berhasil menyita sejumlah peralatan rahasia seharga $ 53 juta yang hendak dibawa ke luar negeri. Para petugas bea cukai memang bekerja lebih teliti. Muatan yang dicurigai di pelabuhan, diperiksa. Dalam satu penggerebekan di Pantai Barat, misalnya, sebuah chip scrubber - produk teknologi tinggi yang belum bisa dibuat Soviet dalam manifes dinyatakan sebagai "suku cadang mesin cuci". Tentu saja ditahan . Karena sudah lebih banyak petugas terlatih, kasus salah-tangkap kini sudah jauh berkurang. "Satu setengah tahun lalu," cerita Rollin Klink, pejabat direktur Dinas Penyidikan Bea Cukai, "kami membuka peti kayu di lapangan Terbang Dulles, luar kota Washington DC. Isinya papan sirkuit elektronik, tapi lidaftar sebagai klep." Barang itu ternyata klep elektronik untuk pabrik pupuk, dan karena itu dilepaskan saja. Juru bicara bea cukai Dennis Murphy mengatakan, pabrik-pabrik telah diperingatkan agar waspada terhadap teknik-teknik penjualan seperti "pihak kedua". Ini terjadi ketika sebuah perusahaan domestik "terdepan" membeli satu produk dengan maksud mengirimkannya ke luar negeri. "Kalau mereka minta pengemasan tahan air laut, atau minta voltase yang berbeda, kita harus curiga,' katanya. Sekalipun pemerintah sudah sedemikian rupa mengetatkan aturan ekspor teknologi, orang hanya bisa menduga-duga hasilnya. Mereka membandingkannya dengan penyelundupan obat bius ke AS. Karena masalah itu tidak diketahui ruang lingkupnya, sulit ditentukan apakah upaya itu berhasil baik. Philip Brady, agen khusus bea cukai yang memimpin Operasi Exodus di Boston, mengakui cukup banyak yang lolos. Tapi berapa, ia juga hanya bisa menduga-duga. "Tu juan kita adalah mendorong keunggulan teknologi kita (terhadap Soviet) delapan sampai sepuluh tahun dari hanya dua atau tiga tahun. Jika kita bisa menghentikan pengiriman suku cadang, misalnya, ini bisa menyebabkan mereka berbulanbulan tak berdaya mencari suplaier." * * * SIAPA yang harus disalahkan, kalau teknologi penting AS bisa dicuri pihak lawan? Senator Daniel Meynihan menyatakan penyesalan yang dalam atas gagalnya Perjanjian Pembatasan Senjata Strategis (SALT) Il, karena dua mata-mata Amerika memberikan rahasia satelit AS kepada Soviet. Tetapi ia juga menimpakan kesalahan kepada perusahaan TRW yang menurut kedua mata-mata itu sangat melalaikan ikhtiar pengamanan. Salah satu alat khusus penghapus kode digunakan secara sembarangan, sehingga bisa jatuh ke tangan orang yang tak berhak. Perusahaan yang teledor seperti ini, menurut Meynihan, "tidak patut mendapat kontrak proyek yang unsur keamanannya sangat peka dari pemerintah". Dalam perekonomian Amerika yang penuh persaingan bebas, perusahaan memang lebih memikirkan keuntungan dan kepentingan para pemegang saham daripada keamanan negara - kata Sanford Sherizan, profesor kriminologi di Universitas Boston yang juga konsultan keamanan bagi beberapa perusahaan. Tak berarti perusahaan-perusahaan itu hanya main jual saja. Dan persoalannya sendiri memang lebih luas dari sekedar pengamanan yang sembrono, kata Sherizan. Para pemimpin perusahaan itu selalu dihadapkan pada pilihan sulit: bagaimana tetap menumbuhkan prestasi dan menghadapi saingan dagang, sambil juga tetap melindungi yang perlu dilindungi. Dan dalam abad informasi ini, di negeri yang rakyatnya peka sekali akan hak mereka mendapat informasi, yang perlu dilindungi justru informasi. Kebutuhan perlindungan memang akan jelas sekali bila teknologi itu sepenuhnya bernilai militer. Tapi, dan inilah penambah kesulitan, dewasa ini manfaat teknologi makin bersifat "dwifungsi". Bisa dipakai di rumah, tapi juga bisa untuk keperluan dinas yang rahasia. Dan para pemimpin industri tidak selalu sepakat dengan para birokrat Washington dalam menentukan apa teknologi yang bernilai strategis itu. Para pemimpin perusahaan menganggap, pengawasan ekspor teknologi bisa mengakibatkan terbatasnya pasaran AS di luar negeri. Di dalam negeri itu bisa berarti menghambat kegiatan penelitian, karena diciutkannya ekspor teknologi dan data teknis. Lagi pula, seperti dikatakan William Thurston, presiden dan direktur eksekutif perusahaan elektronik GenRad Inc. dari Waltham, Massachusetts, banyak negara sekutu Barat - yang juga saingan industri AS - menerapkan pengawasan yang tak begitu keras terhadap ekspor teknologi mereka. Negara-negara Blok Timur "sering bisa membeli dari sekutu kita teknologi yang oleh pemerintah kita dilarang dijual," katanya. Dengan demikian negara-negara sekutu AS bisa memperkuat industri mereka dan men jadi saingan makin kuat bagi AS sendiri. "Ini tentu bertentangan dengan kepentingan kita," kata Thurston yang juga ketua Asosiasi Perusahaan Elektronika Amerika (AEA) itu. Bersama empat asosiasi perusahaan teknologi tinggi lain, AEA lalu minta agar pemerintah lebih tegas lagi menentukan pembatasan teknologi yang tercantum dalam Daftar Teknologi Militer Penting Departemen Pertahanan (MCTL). Dalam pada itu sebuah panel yang diadakan Akademi llmu Pengetahuan Nasional AS menyarankan, agar "MCTL diciutkan secara drastis dan mengkonsentrasikan diri khusus pada teknologi yang benar-benar amat peka bagi keamanan nasional." Toh daftar MCTL itu ternyata tak pernah diperbarui. Dan jika satu jenis produk sudah masuk daftar, sulit mencabutnya. Ini membuat pusing Departemen Perdagangan karena tidaklah mudah melaksanakan ketentuan MCTL tanpa keahlian mengenai teknologi bersangkutan. Peraturan pembatasan eskpor itu cepat sekali ketinggalan oleh perkembangan yang lebih laju dan sulit sekali diikuti. Perusahaan-perusahaan kecil malah ada yang tak tahu-menahu peraturan itu. Dan ketika mereka akan mengekspor, jadi terbengong-bengong. Sementara itu para pejabat pemerintah berpendapat, pihak perusahaan tidak seharusnya mendapat kesulitan dengan peraturan ekspor, asal mereka mau mempelajari baik-baik. Jenis teknologi tertentu harus punya izin untuk bisa diekspor ke negara-negara yang dikenai embargo. Misalnya negara-negara Pakta Warsawa dan negara lain seperti Libya, Iran, dan Irak. Jika timbul keragu-raguan di kalangan pejabat pemerintah, pengirimannya bisa ditahan. Jika terjadi pelanggaran, barangnya disita. Eksportirnya didenda. "Para pengusaha pabrik seharusnya tahu itu," kata Philip Brady di soston. "Untuk produk baru, mereka bisa minta petunjuk lisensi dulu dari pemerintah." Lagi pula setelah terjadi lebih dari 300 kali penahanan dan 76 kali penyitaan barang di Lapangan Terbang Internasional Logan (Boston), pihak perusahaan penghasil teknologi tinggi tentunya sudah harus maklum bahwa pemerintah tidak akan bertindak setengah-setengah. Bahkan kalau perusahaan mengirimkan teknologinya secara legal ke Uni Soviet, akibatnya bisa sangat merugikan - kata agen EBI Theisen di Washington. "Di waktu lampau, beberapa perusahaan AS telah dikibuli Soviet. Mula-mula mereka minta semua informasi tentang produk satu perusahaan, seakan-akan mereka akan membeli. Setelah informasi lengkap, mereka bilang: "Terimakasih, kami tak jadi beli." Dasar komunis. Tiga tahun lamanya mereka berhasil dengan cara itu. Prancis, Jerman Barat, dan Inggris menyadari, hal itu terjadi juga pada mereka." Toh pengalihan teknologi secara ilegal, atau pembelian tangan kedua oleh pemerintah atau para pengusaha sendiri tidak mudah dilacak. Jerman Barat, Kanada, dan Jepang, menurut Gregory Lamb, si penulis, merupakan tempat yang menguntungkan untuk upaya seperti itu. Karena dari situlah perusahaan-perusahaan "terdepan" bisa terang-terangan membeli hasil teknologi AS untuk negara-negara Blok Soviet

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus