Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah diminta mengejar aset wajib pajak Indonesia yang disembunyikan di luar negeri.
Perburuan harta ke negeri orang dapat memanfaatkan data tax amnesty 2016.
Masih ada potensi dana repatriasi sekitar Rp 850 triliun yang bisa ditarik.
JAKARTA  — Alih-alih memberi pengampunan baru, pemerintah diminta mengoptimalkan pengejaran aset wajib pajak Indonesia yang disembunyikan di luar negeri. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, menyebutkan sistem pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau automatic exchange of information sudah menjadi modal besar untuk mengembalikan harta tersebut ke dalam negeri.
Piter menuturkan perburuan harta ke negeri orang dapat memanfaatkan data yang dipegang pemerintah saat menggelar tax amnesty pada 2016. "Datanya sudah lengkap. Pemerintah saja yang tidak berani," kata dia kepada Tempo, kemarin. Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa mengandalkan data tersebut untuk mengejar wajib pajak yang tidak patuh dan mengenakan hukuman sebagai efek jera.
Salah satu data yang sudah tersedia pada 2016 adalah seputar aliran modal gelap (illicit funds) dari dalam negeri. Piter, yang saat itu bekerja di Bank Indonesia, terlibat dalam proses pengumpulan data tersebut. Menurut dia, potensinya luar biasa besar. "Jumlahnya tidak main-main, ribuan triliun rupiah," ujar dia.
Merujuk pada target program tax amnesty saja, setidaknya terdapat potensi harta wajib pajak Indonesia sebesar Rp 1.000 triliun di luar negeri. Ketika periode pengampunan berakhir, pemerintah hanya berhasil mengumpulkan dana repatriasi Rp 146 triliun. Artinya, masih ada potensi sekitar Rp 850 triliun yang bisa ditarik.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo