Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INI pengalaman Nur Aini, 22. Si tubuh semampai ini berhidung mancung, kulit kuning langsat, dan berambut sebahu. Pertengahan bulan lalu, gadis tamatan SMA asal Malang, ini melancong ke Madura. Di rumah ia ogah dengan ibu tiri. Agar dalam perjalanannya itu tak diganggu pemuda nakal, Nur kemudian membeli dua pasang seragam polwan di Pasar Turi, Surabaya. Digaetnya juga dua label nama: Dewi Iriani dan Juariningsih. Dengan seragam itu, berangkatlah "Polwan Dewi Iriani". Ia naik bis. Aman. Tak ada tangan jahil yang berani mencemil pipinya. Dan, haha, ia cuma bayar karcis 50%. Namun, tak dinyana kalau di tengah jalan, Anwar, anggota Polri, mencegat bis itu. Dia ikut menumpang dan duduk di samping "polwan" cantik ini. Nah, gimana? "Ya, saya diam saja," tutur Nur. Sebaliknya Anwar, dari Polsek Gading, Sumenep, mulai tertarik pada Nur yang mengaku bertugas di Polsek Situbondo. Malah dia memberi alamat rumah yang ditujunya di Desa Jikatang, Kalianget, Madura. Dan Anwar, yang sudah kasmaran, berjanji akan berkunjung ke alamat Ini. Sampai di Jikatang, teman-teman Nur kaget. "Lho, kapan jadi polwan?" tanya Mery. "Sejak tahun lalu," ujar Nur, yang belum habis akal. Nur juga bilang, "Kalau besok pagi ada kawan polisi mencari, katakan saya tak ada di sini, ya?" Anwar memang datang. Dan kaget setelah tahu bahwa Dewi Iriani yang polwan itu tak pernah ada. Tapi naluri polisinya muncul. Anwar lantas lapor ke Polres Sumenep. Pagi itu juga, polwan gadungan yang sedang tidur di rumah Mery itu diciduk. Nur ditahan dua hari. Kemudian dipulangkan ke orangtuanya di Mojokerto. "Tak terbukti melakukan tindak pidana. Kelakuan itu cuma untuk menghindar diganggu orang," ujar Mayor Pol Dasroel Aziz, Wakapolres Sumenep. "Dia pantas jadi polwan. Tegap tinggi, cantik lagi. Yah, nilainya tujuh puluhlah," kata Dasroel tertawa. Adapun Nur, selama ditahan, suka pula cekikikan. Lalu menangis. Berbakat aktris? "Mungkin dia cuma pura-pura gila," kata Dasroel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo