Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Merangkai Tenun Dukungan

Okke Rajasa berkisah tentang cinta dan kasus hukum yang menimpa anaknya. Melalui tenun, dia menggalang dukungan buat sang suami.

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suatu hari di musim liburan di kompleks Pendopo, Palembang, 1973. Hatta Rajasa, anak seorang camat, pulang kampung, jeda dari kuliahnya di Institut Teknologi Bandung. Pemuda Hatta mentraktir makan gadis pujaannya, Oktiniwati Ulfa Dariah. Sial. Uang di saku Hatta tak cukup buat membayar makanan. "Jadinya, saya ikut bayar," kata Okke-panggilan akrab Oktiniwati-tersenyum dalam perbincangan dengan Tempo, Jumat tiga pekan lalu.

Oktiniwati adalah sulung dari lima bersaudara. Ayahnya bekerja di perusahaan minyak asing, Stanvac, dan ibunya guru. Kehidupannya sudah mapan sejak kecil.

Hubungan keduanya berlanjut hingga Okke kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Prof Dr Moestopo Beragama di Jakarta. Hatta kerap mengunjungi Okke di Jakarta.

Hatta, bagi Okke, adalah pemuda yang tak neko-neko, apa adanya. Suatu ketika Hatta mengajak nonton bioskop. Rupanya, harga tiket Rp 1.000, jauh lebih mahal daripada tiket nonton film di kampus yang cuma Rp 50. Hatta tidak memaksakan diri. "Ya sudah, akhirnya kami pulang. Saya hargai kejujuran dia," katanya.

Hatta, menurut Okke, bukan tipe pria romantis yang suka mengumbar kata-kata manis. Dia membuktikan cinta melalui tindakan. Tatkala Okke berulang tahun, Hatta menghadiahinya sebuah cincin berhias batu mulia. "Uang untuk membeli cincin dia dapat dari hasil memberi les," kata Okke.

Mereka menikah pada 1983 dan dikaruniai empat anak, M. Reza Rajasa, Siti Ruby Aliya Rajasa, Azimah Rajasa, dan Rasyid Rajasa. Okke merampungkan kuliah di kedokteran gigi setelah menikah dan mempunyai satu anak.

Hatta dan Okke membiasakan berkumpul dengan anak-anak mereka. "Biasanya kami mengaji, lalu salat jemaah magrib hingga isya. Setelah salat dilanjutkan diskusi, curhat, atau bercerita tentang apa pun," ujarnya.

Pada 1998, kehidupan mereka cukup tenang dengan penghasilan Hatta, sebagai pengusaha, yang lebih dari lumayan. Ketika itu Hatta menyampaikan keinginan terjun ke dunia politik. Anak-anaknya masih kecil, si sulung Reza baru saja tamat SMP. Bagi Hatta, menurut Okke, "Politik juga bagian dari ibadah setelah salat, puasa, zakat, dan sedekah. Berbagi untuk orang lain."

Keluarga Hatta-Okke juga berkumpul pada hari-hari istimewa, seperti ulang tahun anggota keluarga, buka puasa, atau akhir pekan. Biasanya Reza atau Azimah yang punya hobi masak menyiapkan hidangan. Keluarga ini menyukai aneka menu ikan. Untuk menjaga stamina, biasanya Okke menyiapkan madu, buah kiwi, mangga, atau pepaya.

Okke menjelaskan bahwa anak-anaknya saling melengkapi. Aliya biasanya lebih suka diskusi dan membaca. Rasyid hobi berolahraga. Si kecil inilah yang sering memberi masukan untuk ayah-ibunya tentang kebugaran.

Okke mengakui ada perubahan dalam kehidupan mereka sejak Hatta terjun ke politik. Keluarga yang sebelumnya hidup tenang dan tenteram itu kini menjadi sorotan masyarakat. Katanya, "Ini jalan yang sudah kami pilih dan harus dijalani dengan ikhlas."

Sebagai manusia, Okke tak jarang merasa marah karena merasa seperti diteropong publik. "Orang lain seperti lebih memahami apa yang ada di rumah ini. Tapi kami saling mengingatkan, ini kehendak Allah. Sabar."

Okke mengaku tak terlalu mencampuri urusan politik meskipun kini harus ikut berkampanye. Menurut dia, suaminya pun tak membicarakan urusan politik jika sudah masuk rumah. Termasuk hal-hal yang negatif, biasanya mereka mengetahuinya dari televisi atau koran. Hatta, ujar Okke, lebih senang menanyakan kabar anak-anaknya.

Okke tak berkomentar banyak ketika disinggung soal pernikahan Aliya dan Edhi Baskoro, yang kerap disebut perkawinan politik. "Silakan saja. Keluarga kami yakin bahwa lahir, jodoh, mati itu itu kehendak Allah," ujarnya.

Ketika disinggung soal hukum yang melibatkan Rasyid, anak bungsunya, Okke memberi penjelasan panjang. Dia menampik anggapan bahwa kecelakaan yang melibatkan Rasyid menewaskan penumpang di mobil Luxio. "Anak saya tidak menyebabkan kematian. Jaraknya itu ada 15 meter di depan mobil," katanya dengan suara bergetar. Menurut dia, Rasyid harus menjalani hukuman karena menghormati bapaknya yang seorang tokoh di negeri ini. "Pelajaran bagi kami untuk lebih tawadu."

l l l

Kesibukan Okke semakin meningkat ketika Hatta menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional dan Menteri Koordinator Perekonomian (2009-2014). Apalagi ketika Hatta disandingkan dengan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden pada 19 Mei lalu. Hatta dan Okke sering bepergian terpisah untuk menggalang dukungan menuju 9 Juli. Okke juga sering terlihat mendampingi Prabowo bersama organisasi perempuan pendukung koalisi. Dia seperti menjadi "ibu negara" bagi pasangan kandidat Prabowo-Hatta.

Sebelum resmi berpasangan dengan Prabowo, rupanya keduanya sudah sering bertemu dan berdiskusi. Prabowo beberapa kali datang ke rumah Hatta. Awal menuju kandidat calon wakil presiden, kata Okke, ketika mereka melihat perolehan suara partai berlambang matahari itu. Saat itu suara PAN diprediksi hanya 3,5 persen. Ternyata PAN mampu menembus 7 persen. "Nah, yang suaranya di bawah PAN saja mengajukan diri, mengapa PAN tidak?" ujarnya.

Untuk menggalang dukungan, Okke memanfaatkan organisasi yang telah lama dia bina, yakni Cita Tenun Indonesia, Dewan Kerajinan Nasional, dan aneka kegiatan di bawah naungan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB).

Okke memang jatuh hati pada kain tenun sejak remaja. Pada 2008, dia mendirikan Cita Tenun Indonesia, mengajak banyak orang peduli tenun, terutama dari kalangan perancang busana, tekstil, desainer interior, dan kelompok sosialita. Mereka bergerak membina ribuan perajin di berbagai sentra tenun, yang tersebar di Bali, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Banten, Garut, Majalaya, Sambas, Lombok, Sumba, sampai Rote.

Organisasi ini mengusahakan bibit kapas untuk lahan 500 hektare di Labuan Bajo. Dari tenun ini, Okke mendapat penghargaan internasional. Para perajin diberi pelatihan dari hulu hingga hilir. Misalnya pelatihan membuat tenun dengan motif yang lebih menjual, penggunaan bahan yang lebih ringan, juga berbagai jurus pemasaran.

Dalam perhimpunan istri anggota kabinet, Okke aktif bergerak di bidang pendidikan nonformal. Programnya bervariasi, dari mobil pintar, rumah pintar, hingga program pendidikan anak usia dini. Dana penggerak program dikerahkan dari pos bantuan sosial di perusahaan-perusahaan dan BUMN.

Cita Tenun, SIKIB, juga Dewan Kerajinan Nasional adalah posisi yang strategis. Okke paham betul tentang itu. Melalui organisasi inilah dia menggalang dukungan, dengan membawa payung program pemberdayaan perempuan. "Saya lihat perempuan punya kekuatan," katanya. Beraneka program pemberdayaan perempuan pasti mendatangkan peningkatan kesejahteraan. Dan di situlah kunci dukungan bagi Hatta.

Berbekal tenun dan para perajin perempuan di baliknya, Okke yakin langkah menuju 9 Juli lebih mulus. Program peningkatan tenun, kerajinan, dan pendidikan di wilayah yang selama ini cenderung terabaikan, bagi Okke, adalah jembatan penyampai pesan. "Dengan sedikit sentuhan dan perhatian pada para perempuan ini," katanya, "saya yakin dengan sendirinya dukungan akan datang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus