Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menilai kepolisian Indonesia akan sulit menangkap bos perusahaan animasi Brandoville Studios, Cherry Lai, yang diduga melakukan eksploitasi terhadap para pekerjanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cherry Lai yang berasal dari Hong Kong diduga sudah kembali ke negara asalnya, Cina. Hikmahanto menjelaskan ada perbedaan sistem hukum antara Cina dan Indonesia yang membuat Cherry Lai harus melewati proses hukum di sana terlebih dahulu sebelum bisa ditindak oleh hukum Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau yang kayak gini menurut saya susah. Kecuali kalau misalnya Hong Kong itu melakukan inisiasi proses hukum terhadap dia (Cherry Lai),” kata Hikmahanto kepada Tempo, Sabtu, 12 Oktober 2024.
Hikmahanto menuturkan, aparat dan pemerintah Indonesia harus pandai melobi pemangku kebijakan di Cina agar mau mengekstradisi Cherry Lai agar bisa diproses hukum di Indonesia. “Tapi kalau ternyata di warga negara sana, sama pemerintah Hong Kongnya sendiri tidak mau ekstradisi, ya, saya kira susah, ya,” tuturnya.
Cherry Lai dilaporkan mantan pekerjanya ke Polres Jakarta Pusat atas dugaan kekerasan dan eksploitasi. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan karena polisi sedang mengumpulkan alat bukti yang cukup jika ingin menetapkan Cherry Lai sebagai tersangka.
Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Muhammad Firdaus menyatakan pihaknya mencoba untuk berkoordinasi dengan Interpol di Hong Kong. Ia berujar kepolisian Indonesia masih membuat konsep surat koordinasi.
“Masih buat konsep suratnya dulu. Belum komunikasi langsung dengan Interpol sana,” kata dia.