Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pemilik Lahan Proyek MRT Mau Temui Djarot Sebelum Anies Dilantik

Salah satu pemilik lahan sengketa di area proyek Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Fatmawati, Jakarta, akhirnya menyerahkan asetnya ke pemerintah DKI.

21 Oktober 2017 | 15.43 WIB

Pembebasan salah satu lahan sengketa oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno beserta pemilik lahan, Mahesh, di area proyek pembangunan Stasiun MRT Fatmawati, Jakarta Selatan. 20 Oktober 2017. Tempo/Zara
Perbesar
Pembebasan salah satu lahan sengketa oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno beserta pemilik lahan, Mahesh, di area proyek pembangunan Stasiun MRT Fatmawati, Jakarta Selatan. 20 Oktober 2017. Tempo/Zara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu pemilik lahan sengketa di area proyek Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Fatmawati, Jakarta Selatan, akhirnya menyerahkan asetnya kepada pemerintah lewat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Bukan tiba-tiba jika Mahesh, pemilik lahan, menyerahkan lahannya itu untuk proyek MRT. Ada liku-liku prosesnya. Sebelumnya, ternyata dia sempat berusaha menemui Djarot Saiful Hidayat saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta terkait dengan penyerahan lahannya tersebut.

"Sebelum Anies (dilantik), kami sudah usahakan bertemu dengan Djarot," kata Mahesh di Jalan Raya Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Oktober 2017.

Baca: Cerita Perlawanan Pemilik Lahan Proyek MRT Fatmawati

Dia menceritakan, rencana pertemuan tersebut dilaksanakan setelah keluarnya putusan pengadilan perihal nilai ganti rugi lahannya pada Juni 2017. "Tapi sampai sana, kami enggak dikasih waktu," tuturnya.

Mahesh adalah salah satu dari empat pemilik lahan di sekitar area proyek Stasiun MRT Fatmawati, yang menolak menyerahkan lahannya. Anies mengatakan masalah pembebasan lahan ini menjadi sebab tertundanya pembangunan proyek. Mereka menolak karena alasan nilai ganti rugi yang tak sesuai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahesh menjelaskan, pemerintah menaksir harga lahan dan bangunannya seharga Rp 33 juta per meter persegi, sedangkan menurut appraisal nilainya Rp 150 juta per meter persegi.

Nilai tak sesuai appraisal, Mahesh menyebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyalahi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Menurut dia, pembebasan lahan oleh pemerintah tak memperhitungkan dampak lainnya. "Pembebasan lahan di UU kan ada kerugian ekonomis, solatium, premium, tenggat, dan lain-lain," ucap dia.

Mahesh lalu menggugat Pemprov DKI Jakarta ke pengadilan pada Februari 2016. Dia menilai penggantian lahan oleh pemerintah tak sesuai prosedur. "Kami tidak menggugat nilainya, tapi prosedurnya," kata dia.

Simak juga: Menteri Budi Jamin Proyek MRT dan LRT Sesuai Target

Hasilnya, pengadilan memutuskan aset Mahesh senilai Rp 60 juta per meter persegi. Namun, putusan itu dikasasi oleh Pemprov DKI Jakarta ke Mahkamah Agung. Kedua pihak kini tengah menunggu putusan MA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Mahesh lalu memutuskan untuk melepas asetnya demi kepentingan publik. Tak sempat bertemu Djarot perihal penyerahan lahannya, Mahesh kebetulan bertemu Anies yang sedang meninjau lokasi proyek. Dia pun menyerahkannya kepada Gubernur DKI Jakarta yang baru itu.

Hingga kini, baik Mahesh mauppun Pemprov DKI Jakarta belum menyepakati harga akhir aset yang dipermasalahkan untuk proyek Stasiun MRT Fatmawati itu. Namun, Mahesh mengatakan siap menerima berapa pun hasil akhirnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus