Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Stroke termasuk penyakit yang sangat ditakuti banyak orang. Prevalensi stroke dari masa ke masa tak kunjung menyusut. Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan pada 2013 menyebutkan prevalensi penderita stroke 12,1 per seribu penduduk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah tersebut meningkat jika dibanding Riskesdas 2007, dengan jumlah 8,3 per seribu. Apa pemicunya? Benarkah perempuan lebih berisiko kena stroke ketimbang laki-laki?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dr Adin Nulkhasanah, SpS, MARS menyebut ada faktor risiko yang membuat jumlah kasus stroke terus menanjak. Faktor risiko itu di antaranya tekanan darah tinggi, diabetes, tingginya kadar kolesterol dalam darah, rokok, stres, dan kurangnya aktivitas fisik.
Kasus diabetes dan tekanan darah tinggi beberapa tahun terakhir naik. Hal itu, kata Adin, meningkatkan jumlah kasus stroke. Kondisi ini diperparah dengan stres. Stres membuat pembuluh darah kaku.
“Pembuluh darah kita usianya sama seperti usia manusia. Pembuluh darah itu sama seperti selang yang ditaruh di luar rumah, terpapar sinar matahari, dan sebagainya. Beberapa kali diinjak, masih elastis. Lama-lama tingkat kelenturannya susut, kaku, dan saat diinjak atau dialiri air retak, bahkan pecah. Pembuluh darah pun demikian,” kata Adin.
Makanan yang terlalu manis dan banyak lemak menciptakan kerak di dinding pembuluh darah. Kerak itu bisa melukai dinding pembuluh darah. Kemungkinan lain, kerak yang menempel di dinding terlepas, hanyut bersama darah, lalu menyumbat aliran darah ke otak.