Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Pensiunan Kemenlu Datangi Komnas HAM, Mengadu Soal Gaji yang Belum Dibayarkan Selama 51 Tahun

40 pensiunan Kemenlu menyatakan gaji pokok mereka tak dibayarkan oleh negara selama 51 tahun.

10 Oktober 2024 | 09.39 WIB

Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kementerian Luar Negeri saat melakukan Pengaduan ke Komnas HAM terkait Gaji Pokok yang tidak dibayarkan kepada PNS Kemlu dari Tahun 1961-2012, Gedung Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2024. Sebanyak 40 orang dari Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kementerian Luar Negeri hadir ke Gedung Komnas HAM untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Menteri Luar Negeri lintas tahun 1961-2012. TEMPO/Ilham Balindra
Perbesar
Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kementerian Luar Negeri saat melakukan Pengaduan ke Komnas HAM terkait Gaji Pokok yang tidak dibayarkan kepada PNS Kemlu dari Tahun 1961-2012, Gedung Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2024. Sebanyak 40 orang dari Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kementerian Luar Negeri hadir ke Gedung Komnas HAM untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Menteri Luar Negeri lintas tahun 1961-2012. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 40 Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menuntut gaji pokoknya yang belum dibayarkan oleh pemerintah. Mereka tergabung dalam Forum Lintas Angkatan Pensiunan Kementerian Luar Negeri (FLAPK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ketua FLAPK, Kusdiana, mengatakan mereka datang untuk melaporkan soal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenlu. Kemenlu, kata Kusdiana, tidak membayarkan gaji pokok para pegawai saat bertugas di luar negeri sejak tahun 1961-2012.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Nah, selama di luar negeri kami hanya mendapat tunjangan, Sementara gaji pokok di dalam negeri yang seharusnya menurut undang-undang itu dibayarkan, ternyata sejak tahun 1961 itu tidak dibayarkan” ucap Kusdiana pada Rabu, 9 Oktober 2024.

Ia menjelaskan asal mula penahanan gaji ini. Menurut Kusdiana, kebijakan ini bermula pada saat negara mengalami krisis keuangan pada tahun 1950. Pada saat itu, pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Luar Negeri Nomor 015690 tanggal 16 Oktober 1950 yang berisi tentang Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP). “Akan tetapi pada saat itu situasi negara masih dalam keadaan darurat, sehingga kami tidak menjadi persoalan buat kami.” tuturnya.

Namun, Kusdiana menyebut keputusan ini berstatus sementara, berlaku sampai dengan muncul peraturan yang definitif atau pasti. Sehingga, kata Kusdiana, seharusnya setelah diterbitkannya peraturan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian, Kebijakan penghentian gaji itu harus dihentikan secara otomatis. Kemenlu harus membayarkan semua hak para pegawai, berupa gaji pokok yang sempat ditahan.

“Ini kan sebetulnya maladministrasi, ada ketidakpatuhan terhadap undang-undang,” ucap Kusdiana.

Selanjutnya, Kusdiana menyatakan mereka melakukan pengaduan karena menilai  adanya diskriminasi pemerintah dalam pemberian gaji ini. Pasalnya, PNS kementerian lain yang juga bertugas di luar negeri sudah dibayarkan gaji pokoknya. Misalnya kementerian perdagangan, keuangan, pertahanan, dan lain sebagainya.

“Mereka gajinya di dalam negeri tetap jalan, hanya Kemlu saja yang tidak dibayarkan. Ini kan, padahal undang-undang kita sama,” ucap Kusdiana. “Itu mungkin penafsirannya bisa diskriminasi, atau bisa juga masalah ketidakadilan atau masalah kesejahteraan”.

Analis Pengaduan Komnas HAM, Lisnawati, menyampaikan mereka sudah memproses laporan ini sejak dua pekan lalu. Saat ini, menurut dia, Komnas HAM sedang melakukan analisa kasus sebelum memutuskan apakah akan ditangani oleh bidang mediasi, atau bidang pemantauan. “Karena kan dua bidang penanganan ini memiliki hasil akhir yang berbeda,” ucap Lisnawati pada Rabu, 10 Oktober 2024.

Lisna menyebut, besar kemungkinan kasus ini akan dilimpahkan pada bidang mediasi, mengingat berhubungan dengan pemberian gaji. “Cuma untuk lebih lanjutnya, pastinya membutuhkan verifikasi dari para atasan dulu dan masih ingin berkomunikasi dengan Bu Menlunya,” jelasnya.

Sementara itu, Juru Bicara Kemenlu, Roy Soemirat menyatakan Kemenlu belum bisa menanggapi apapun soal aduan para pensiunan ini. “Akan coba koordinasikan dan kumpulkan info terlebih dahulu,” ucap Roy saat dimintai tanggapan terkait laporan ini pada Rabu, 9 Oktober 2024.

Dede Leni Mardianti

Lulusan Program Studi Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri Salatiga pada 2024. Bergabung dengan Tempo pada 2024 meliput isu hukum dan kriminal. Kini meliput isu ekonomi dan bisnis

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus