Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Perundingan Soal Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang Kembali Buntu

Ditawari bergabung program OK-OTrip, para pemilik angkot Tanah Abang yang melintas Jalan Jatibaru Raya belum menyepakati soal tarif per kilometer.

3 Februari 2018 | 20.47 WIB

Tanah Abang Explorer berhenti beroperasi, sepeda motor lintasi Jalan Jatibaru Raya, Kamis 1 Februari 2018. TEMPO/Alfan Hilmi.
Perbesar
Tanah Abang Explorer berhenti beroperasi, sepeda motor lintasi Jalan Jatibaru Raya, Kamis 1 Februari 2018. TEMPO/Alfan Hilmi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Perundingan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan para pemilik angkutan umum kota atau angkot yang melintasi Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kembali menemui jalan buntu.

Para pemilik angkot pelintas Jalan Jatibaru Raya itu belum menerima ajakan pemerintah DKI bergabung dalam program One Karcis One Trip (OK-OTrip). Mereka tak menyepakati harga per kilometer yang ditawarkan pemerintah. "Harga per kilometernya belum masuk hitungan kami," kata pemilik angkutan umum M08, Petrus Tukimin, di Balai Kota, Jumat 2 Februari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca : Polisi: Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang Dibuka Secara Bertahap

Pertemuan kemarin merupakan respons pemerintah DKI atas blokade Jalan Jatibaru Raya oleh sopir angkutan umum pada Senin pekan lalu. Mereka menuntut jalan tersebut dibuka kembali, setelah ditutup pemerintah DKI untuk mendirikan ratusan lapak pedagang kaki lima.

Program OK-OTrip merupakan janji kampanye Gubernur DKI Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno, untuk mengintegrasikan semua moda angkutan umum dengan tarif tunggal Rp 5.000 per tiga jam perjalanan.

Petrus menjelaskan, ketika menawarkan program OK-OTrip, pemerintah DKI mensyaratkan satu unit angkutan kota harus menempuh jarak 190 kilometer per hari. Jika target itu tercapai, pemilik mobil akan dibayar Rp 3.459,36 per kilometer atau Rp 657.278,4 per hari. Nilai itu termasuk setoran harian Rp 160 ribu, beban operasional, dan gaji sopir.

Masalahnya, kata Petrus, rute angkutan umum yang melintas di kawasan Tanah Abang berjarak pendek. Mikrolet M08 rute Tanah Abang-Kota, misalnya. Jarak rute tersebut hanya 10-11 kilometer dalam satu putaran. Karena lalu lintas macet, sopir maksimal hanya bmenempuh delapan putaran per hari. Kendala serupa dihadapi angkutan umum lain, seperti JP 03, JP 03A, dan M10.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah, mengatakan nilai Rp 3.459,36 per kilometer masih harga sementara. Nilai uang pengganti dari pemerintah DKI ada kemungkinan berubah sesuai dengan penetapan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Simak pula : Anies Baswedan: Pelaku Jual-Beli Tenda PKL Jatibaru Raya Akan Dihukum

Sambil menunggu tarif baru diputuskan, Andri mengatakan, para sopir angkutan umum boleh melintas di Jalan Jatibaru Raya mulai hari ini. Jalur angkutan menggunakan ruas jalan yang dilewati bus Transjakarta Tanah Abang Explorer. Bus itu akan beroperasi pada pukul 08.00-15.00 WIB. Setelah itu, angkutan umum bisa lewat Jalan Jatibaru mulai pukul 15.00 hingga pukul 08.00 keesokan paginya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengklaim program OK-OTrip bakal menguntungkan para sopir. Sandiaga menjanjikan para sopir gaji setara dengan upah minimum provinsi, keanggotaan di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dan gaji ke-13.

Bagi pemilik angkutan kota, Sandiaga menjanjikan bantuan penggantian unit mobil, terutama yang sudah berusia 10 tahun. Aturan itu mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. "Pembahasan penerapan OK-Otrip di Tanah Abang ditargetkan selesai dalam sebulan," kata dia.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan bahwa untuk mengurangi dampak negatif dari penataan pedagang di Tanah Abang, sebaiknya Pemeritah Provinsi DKI Jakarta mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru Raya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apalagi kalau alih fungsi jalan dilakukan terlalu lama maka makin banyak aturan yang diterobos. "Melanggar aturan mengenai lalulintas, aturan mengenai pemanfaatan trotoar," ujar Trubus saat dihubungi Tempo, Jumat, 2 Februari 2018.

Makin lama, kata Trubus, maka akan banyak dampak sosial yang timbul. Salah contoh yakni munculnya penolakan dari supir angkot yang merasa dikorbankan. "Sejak pedagang kaki lima di Tanah Abang menggunakan ruas jalan, wilayah lain juga sudah ikut menuntut hal yang sama, lihat saja PKL di Sudirman juga ikut-ikutan," tuturnya.

Menurut Trubus, kebijakan pengalihaan fungsi Jalan Jatibaru Raya diambil secara terburu-buru. Pemprov tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat sebelum menerapkan. "Tidak ada juga kajian akademisnya," ungkapnya.

IRSYAN HASYIM

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus