Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah keputusan berani dibuat pemimpin partai oposisi Kamboja, Cambodia Nationl Rescue Party atau CNRP, Sam Rainsy untuk pulang ke tanah air pada 9 November 2019 setelah bertahun-tahun menjadi eksil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rainsy yang berada di Australia kemarin, 19 Agustus 2019 kepada wartawan bersumpah untuk pulang ke negaranya dengan membawa serta dua juta pekerja migran Kamboja yang bekerja di sejumlah negara seperti Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mari kita kembali pulang ke rumah kita, tanah kita dan negara kita dari Hun Sen. Jangan biarkan dia merampoknya dari kita," kata Rainsy di hadapan para pendukung CNRP di Australia, sebagaiman dilansir dari Radio Free Asia 19 Agustus 2019.
"Saya akan memimpin saudara-saudara kita, 2 juta pekerja dari Thailand, Malaysia, Korea dan Jepang, yang terpaksa bekerja di negara-negara asing. Mari kita pulang ke rumah," ujar Rainsy.
Mu Sochua, tokoh eksil Kamboja
Rainsy, menurut laporan Phnom Penh Post, 19 Agustus 2019, siap menghadapi segala resiko dari keputusannya untuk pulang ke Kamboja.
"Saya jujur mengatakan kepada anda, saudara perempuan dan saudara laki-laki, bahwa kemarin saya membuat keputusan terpenting dalam hidup saya bahwa saya harus pulang ke tanah air kita. Saya pulang untuk membantu rakyat Kamboja dengan segala resiko," ujarnya.
Menurut Ketua Komisi Kepulangan CNRP, Mun Sochua, keputusan pulang ke Kamboja dilakukan pada hari Jumat lalu. Kepulangan dipilih tanggal 9 November karena bertepatan dengan hari kemerdekaan Kamboja dari Prancis ke 66 tahun.
Rainsy tidak membeberkan secara detil mengapa mereka memilih 9 November 2019. Namun Sochua mengatakan, kehadiran Cina di Kamboja telah berdampak buruk pada ketidakadilan sosial pada mayoritas rakyat Kamboja.
"Rakyat Kamboja percaya pada kami, mereka sangat menderita saat ini," kata Sochua kepada Tempo, Senin, 19 Agustus 2019.
Mengutip laporan Radio Free Asia, pengumuman CNRP tentang rencana Rainsy kembali ke Kamboja setelah pejabat top dan pasukan keamanan Kamboja mengatakan mereka akan mengatur penempatan otoritas di semua tempat pemeriksaan untuk mengantisipasi kepulangan Rainsy dan sejumlah pemimpin oposisi yang eksil dengan perintah menangkap mereka dan membawa mereka ke penjara.
Pendukung CNRP dan aktivis di Kamboja maupun di luar negeri mengatakan akan mengawal kepulangan Rainsy. Mereka akan mengawalnya masuk Kamboja sekalipun pemerintah mengancam siapa saja yang membantu Rainsy pulang akan ditangkap.
Rainsy belum pulang, namun pernyataan pemerintah Kamboja itu telah dibuktikan sehari setelah CNRP mengumumkan kepulangan Rainsy dan para eksil. Aparat menangkap Nuth Pich, 64 tahun karena bergabung dalam pertemuan untuk menyampaikan dukungan terhadap kepulangan Rainsy. Pich menjadi aktivis CNRP ke 15 yang ditangkap aparat Kamboja.
PM Kamboja, Hun Sen bereaksi atas pertanyaan jurnalis saat dia berjaalan dengan PM Australia Malcolm Turnbull di sela-sela KTT Asean--Australia, 16 Maret 2018. Reuters
Saat ditangkap, Pich sedang berada di tengah sawah. Menurut anak laki-lakinya, Pich didakwa karena melanggar putusan Mahkamah Agung yang membubarkan CNRP dan menghasut untuk melakukan kejahatan.
Sochua mengatakan, para eksil sudah tahu resiko yang mereka hadapi sehubungan rencana pulang ini. Namun, mereka sangat berharap tidak terjadi pertumpahan darah nantinya.
Oleh sebab itu, setelah pengumuman pulang disuarakan, masing-masing eksil menyebar ke negara-negara penandatangan Paris Peace Accord, kesepakaan damai pemerintah Kamboja dan gerilyawan Khmer Merah pada tahun 1991. Menurutnya, kesepakatan itu masih releva dengan situasi di Kamboja sekarang, di mana perdamaian tidak terwujud di Kamboja.
Menurut Socha ada 18 negara yang menandatangani kesepakaan itu termasuk Indonesia. Presiden Jokowi diminta bantuannya untuk menjembatani informasi dan dukungan pulangnya para eksil ke Kamboja untuk menghindari pertumpahan darah.
"Jangan ada lagi pertumpahan darah," ujarnya.
CNRP pun menyarankan agar Hun Sen mau duduk bersama untuk membuat kesepakatan bersama dan rekonsiliasi nasional.
Rainsy percaya diri bahwa dirinya dan para eksil tidak akan ditangkap lantaran pulang ke tanah air.
"Saya percaya kami tidak akan ditangkap karena kpeulangan kami untuk menyelesaikan masalah bangsa. Saya dan pemimpin CNRP lainnya tetap yakin tidak akan terjadi penangkapan."
Dalam kurun waktu dua bulan sebelum tanggal pulang, menurut Rainsy, pihaknya akan melakukan persiapan termasuk upaya diplomatik dan internal termasuk mempersiapkan rakyat Kamboja.
Hun Sen belum bersuara tentang rencana para eksil CNRP pulang ke Kamboja. Kabarnya Hun Sen sedang dirawat di rumah sakit di Singapura.
Juru bicara Kepolisian Nasional Kamboja, Chhay Kim Khhoeun meragukan kepulangan Rainsy, Namun begitu, pihaknya akan menegakkan hukum terkait dengan perintah pengadilan untuk menangkap Sam Rainsy. Sehingga menurutnya, kepulangan para eksil yang dijuluki pengkhianat oleh Hun Sen akan menjadi arena penangkapan besar-besaran dan bisa jadi berubah menjadi arena konflik terbuka yang menimbulkan pertumpahan darah.