Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, menyarankan agar Bank Indonesia mengencangkan operasi moneter melalui intervensi pasar agar rupiah terus menguat sebelum rapat bank sentral Amerika Serikat (The Fed) berlangsung.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus menguat pada hari ini. Hari ini rupiah bahkan menembus level 14.200. “Mumpung sedang menguat, tingkatkan intervensi sampai rupiah ke level 14 ribu supaya aman,” ujar Lana saat dijumpai, Selasa, 6 Oktober 2015.
The Fed bakal menggelar rapat pada Oktober ini. Perkiraan terburuk, jika bank sentral Amerika Serikat itu jadi menaikkan suku bunga acuannya, hal itu akan berdampak terhadap penguatan mata uang Negeri Abang Sam tersebut. Penguatan dolar ini, kata Lana, dipastikan akan membuat rupiah melemah. Tanpa adanya intervensi bank sentral, rupiah dikhawatirkan bisa menembus level 15 ribu. (Lihat video BJ Habibie: Masyarakat Tak Peduli Dolar Naik)
Soal penguatan rupiah yang terjadi sejak kemarin, Lana memaparkan bahwa memang ada kontribusi dari global, seperti data ketenegakerjaan Amerika Serikat, yang baru saja dipublikasikan. Data tersebut menyebutkan penyerapan tenaga kerja hanya bertambah 142 ribu orang atau jauh di bawah target 201 ribu orang. Demikian juga data tentang angka pengangguran tetapnya yang masih tinggi, yakni 5,1 persen. “Dengan data ini, ada harapan The Fed akan menunda kenaikan suku bunganya. Spekulasi ini yang menguatkan rupiah,” ujarnya.
Selain itu, Lana menambahkan, ada faktor regional, seperti dari Cina dan Jepang. Bank Dunia mengkoreksi pertumbuhan ekonomi Cina dari 7,1 ke 6,9 persen untuk tahun ini dan Jepang pun mulai mengeluarkan stimulus karena data pertumbuhannya yang melambat. Dari sisi investor, inilah yang membuat mereka berharap stimulus-stimulus dicairkan oleh negara-negara tersebut.
Namun penguatan dolar yang signifikan ini, menurut Lana, juga tidak bisa dilepas dari faktor internal. Meski penyebabnya masih ditelusuri, kemungkinan paling besar adalah adanya penjualan dolar secara besar-besaran oleh bank-bank atau BUMN besar. “Belum tahu siapa, tapi tampaknya ada bank-bank BUMN atau BUMN, seperti Pertamina, yang gelontorkan dolar, karena ini naiknya signifikan,” ujarnya.
GUSTIDHA BUDIARTIE
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini