Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Sejarawan UGM: Sultan HB IX Gabung Indonesia tanpa Basa-basi

Atas inisiatif Sultan Hamengku Buwono IX, kerajaan lain ikut mendukung Republik Indonesia.

18 Agustus 2015 | 14.53 WIB

Seorang pria membawa foto Sri Sultan Hamengkubuwono IX, saat acara "Jogja Menggugat", di depan Gedung Agung Yogyakarta (5/9). Mereka menuntut Keistimewaan kota Yogyakarta. Foto: ANTARA/Regina Safri
Perbesar
Seorang pria membawa foto Sri Sultan Hamengkubuwono IX, saat acara "Jogja Menggugat", di depan Gedung Agung Yogyakarta (5/9). Mereka menuntut Keistimewaan kota Yogyakarta. Foto: ANTARA/Regina Safri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejarawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Suhartono, mengatakan Sultan Hamengku Buwono IX merupakan seorang yang visioner dan sangat berpengaruh dalam sejarah terbentuknya republik.

Suhartono mengatakan Sultan tanpa basa-basi terlalu lama, sejak kemerdekaan diproklamasikan Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, langsung menyatakan bahwa Yogyakarta berdiri bersama dan masuk di bawah kedaulatan Republik Indonesia melalui maklumat 5 September 1945.

"Meskipun sampai Oktober para menteri era pertama Sukarno-Hatta belum terbentuk," ujar Suhartono dalam diskusi Edisi Khusus Tempo “Teladan Sultan Hamengku Buwono IX” di Hotel Sheraton, Yogyakarta, Selasa, 18 Agustus 2015.

Suhartono mengatakan keputusan HB IX membawa keraton bergabung dengan republik tersebut bukan tanpa pertimbangan dan grusa-grusu. Namun demi mendukung kedaulatan republik yang masih coba diganggu sisa-sisa kekuasaan Jepang dalam berbagai bentuk.

"Jepang di Indonesia saat itu dalam kondisi seperti lagi enak naik kereta tiba-tiba terhenti karena ada kabar kekalahan perang dari Sekutu. Jepang belum terima dan masih ingin berkuasa di Indonesia," kata Suhartono.

Jepang menyerah secara resmi kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 melalui perang di pasifik. Dua hari kemudian, hal ini dimanfaatkan Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan. Keadaan pun tak keruan karena di Indonesia, termasuk Yogyakarta, Jepang masih berkuasa. Konsolidasi dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara agar mau mendukung pernyataan kemerdekaan Indonesia saat itu jelas sangat mustahil dilakukan dan makan waktu terlalu lama.

Dengan demikian, peran dan inisiatif HB IX sebagai salah satu penguasa kerajaan kala itu, yang menyatakan bergabung dengan republik, menjadi pemicu turut tergeraknya kerajaan-kerajaan lain untuk mendukung dan bergabung bersama republik. "Kerajaan-kerajaan di Nusantara turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan, tapi mereka kalah saat perang sehingga tak berdaya," tuturnya.

Suhartono menuturkan kemerdekaan Indonesia mungkin menjadi peristiwa dunia yang sangat unik tentang cerita pembebasan dari penjajah. Ada sebuah kebetulan, yakni karena Jepang kalah dari sekuru. “Beda ceritanya jika tanggal 15 Agustus itu Jepang tak menyerah,” ucapnya.

Kabar menyerahnya Jepang direspons dengan cepat. Sukarno-Hatta segera mempersiapkan proklamasi kemerdekaan, sebelum Jepang bangkit dan menyusun kekuatan lebih besar pada daerah jajahan.

PRIBADI WICAKSONO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus