Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sertifikat, sebuah jalan berliku

Pemda kodya semarang bersama agraria setempat memberi sertifikat tanah secara mudah & murah kepada sekitar 2.000 warga, di empat kampung. (kt)

21 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBAGAI sengketa tanah masih berlangsung. Sementara itu janji Dirjen Agraria Daryono tentang peraturan harus di bidang agraria, belum juga terwujud. Tapi Pemda Kodya Semarang bersama Kantor Agraria setempat, sejak awal bulan ini memberi sertifikat tanah secara mudah dan murah kepada sekitar 2.000 warga di kota itu. Untuk melancarkan proses pembuatan sertifikat tanah milik penduduk di empat kampung (Mlatiharjo, Bandarharjo, Krobokan dan Bugangan), para petugas agraria di Semarang langsung turun ke lapangan, ke kampung-kampung yang bersangkutan. Mereka malah berkantor di rumah ketua RK (Rukun Kampung) setempat -- mulai dari saat memanggil penduduk untuk mendaftarkan diri, sampai pada saat menyerahkan sertifikat. Menurut Soeratno SH, Wakil Kepala Agraria Semarang, sejak pendaftaran hingga rampung, cuma memerlukan waktu satu bulan. Kalau dibayar lunas sekaligus, malah bisa selesai dalam dua minggu. Dengan sertifikat di tangan, tentu saja para pemilik tanah dan bangunan merasa tenteram. Amrin, 35 tahun sopir truk yang tinggal di Mlatiharjo dengan bangga menunjukkan sertifikat bagi tanahnya seluas 5 x 19 meter, ia terkena biaya Rp 49.050: "Ayem, pak," katanya meyakinkan. Sebelumnya memang diumumkan, ongkos administrasi pengurusan sertifikat itu adalah Rp 10.575, seperti yang dikatakan Soeratno SH. Karena itu bisa dimengerti bila Anwar Nurochman 47 tahun, Ketua RK VII pada mulanya tak bingung. Di samping ongkos yang Rp 10.575, ia dikenakan pembayaran Rp 405 sebagai uang ganti rugi untuk tiap meter persegi tanah yang 100 mÿFD. Berarti ia membayar Rp 10.575 + (100 x Rp 405) = Rp 51.075. Bagaimanapun juga, menurut Soeratno SH ongkos administrasi yang Rp 10.575 itu, jelas murah. Menurut dia biaya bisa ditekan begitu rendah karena dikerjakan secara massal. Kalau sendirian, tentu mahal. Adapun perincian untuk ongkos administrasi tersebut formulir blangko permohonan hak Rp 500, pendaftaran sertifikat Rp 5000, kutipan gambar situasi tanah Rp 1000, surat keputusan pendaftaran tanah Rp 1000, administrasi Rp 200 dan blangko sertifikat Rp 1.525. Tapi tidak hanya ongkos yang murah. Ganti rugi yang ditetapkan pemerintah Kodya Semarang, juga dipandang murah. Menurut Anwar, harga tanah di kampungnya sudah mencapai Rp 10.000 per mÿFD, sedangkan pihak Kodya menentukan Rp 3000 per mÿFD. Sedang tanah yang terletak di pinggir jalan raya Rp 4.000 per mÿFD. Kemudahan dan kemurahan yang menerbitkan rasa iri penduduk di tempat-tempat lain itu, rupanya merupakan tekad bersama antara Pemerintah Kodya Semarang dan Kantor Agraria setempat. "Saya ingin mengajak mereka membangun. Untuk itu mereka perlu senang dulu pada pemerintah," tutur Walikota Semarang, H. Iman Soeparto Tjakrayudha SH. Menurut pendapatnya, kalau penduduk sudah senang, tentu bangkit kegairahan mereka untuk membangun. "Toh mereka diajak membangun untuk keperluan mereka sendiri," tambah Iman. Agaknya walikota memang bersungguh-sungguh. Empat kampung yang memperoleh kemudahan dalam urusan sertifikat tanah itu tergolong ke dalam 42 kampung yang masuk daftar KIP (Kampurlg Improvement Project). Perbaikan kampung ini dilaksanakan dengan bantuan Bank Dunia, Pemerintah Pusat, Pemda Jawa Tengah dan Kodya Semarang. Dan gagasan tentang sertifikat erat kaitannya dengan KIP tersebut. Setidak-tidaknya diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan KIP dengan lebih dulu menciptakan ketenangan di hati penduduk. Tapi kemudahan sertifikat itu juga dimaksudkan dapat memberantas praktek calo yang mengaku dapat mengurusnya tapi dengan cara yang merugikan rakyat. Kemudahan mendapat sertifikat itu rupanya khusus untuk penduduk ekonomi lemah saja. Menurut Walikota Semarang, penduduk kaya "umumnya telah memiliki sertifikat." Tapi ia tidak menutup kesempatan bagi warga lain untuk mendapat pelayanan sama: mudah dan murah. Syaratnya satu: harus diajukan permohonan secara massal. "Bahwa sekarang kemudahan itu hanya untuk kampung-kampung yang termasuk KIP, itu merupakan permulaan saja," Imam menegaskan. Tapi bagaimana di kota-kota lain? Di Jakarta umpamanya, kemudahan seperti itu belum terlihat. Ny. Amiruddin seorang warga Jakarta Timur mempunyai seperangkat pengalaman pahit berurusan dengan kantor agraria di wilayahnya. Bersama suaminya ia telah memperjuangkan selembar sertifikat tanah dari tahun ke tahun. Sampai kepala kantor agraria diganti dan stafnya ikut berganti. Berlanjut pada kepala agraria baru, urusan sertifikat belum juga beres. Dia memperoleh kesan, mengurus sertifikat tanah di ibukota ini, bukan saja rumit, tapi sengaja dipersulit. Bayangkan saja, katanya, mengukur tanah bisa lebih dari sekali. Semata-mata karena kepala agraria berganti. Konon kepala agraria yang baru tidak bersedia memikul tanggungjawab atas kerja kepala yang lama. Jadi pengukuran tanah mesti diulang. Dan sesudah pengukuran diulang dan semua surat yang diperlukan telah tersedia, sertifikat belum kunjung tiba. Proses yang lambat itu seperti tidak ada jalan keluar. Tidak Sulit Ketidakpastian adalah satu hal yang paling menyakitkan Lubis, juga seorang warga Jakarta Selatan, di saat-saat mengurus sertifikat tanahnya. Dia tidak keberatan mengurus dan membayar berbagai uang pelicin, tapi sebagai pencari nafkah yang sepenuhnya terikat jam kerja, Lubis tidak mungkin tiap kali pulang balik ke kantor agraria untuk urusan yang itu-itu juga. "Bisa ubanan, kalau begini terus," keluhnya dengan muka cemberut. Proses enam bulan untuk satu sertifikat, kalau memang harus begitu, apa boleh buat. Tapi yang menjengkelkan ialah ketakpastian kapan urusan dapat selesai. Sayang tak ada pejabat agraria di Jakarta yang mau memberi komentar tentang kemudahan mengurus sertifikat tanah di Semarang. Soeratno SH, Wakil Kepala Kantor Agraria Semarang itu, menganjurkan satu cara terbaik bagi warga kotanya. "Saya keluar masuk kampung menjelaskan pada penduduk, bahwa mengurus sertifikat tidak sulit dan bisa dikerjakan sendiri. Jangan lewat calo," tuturnya bersemangat. Namun seperti yang diakuinya, calo tanah masih tetap berkeliaran di Kantor Agraria ataupun di Kantor Dinas Tatakota Kodya Semarang. Tarif calo untuk mengurus gamba situasi tanah, bergerak antara Rp 7500 s/d Rp 10.000. Tarif pelicin berkisar antara Rp 25.000 s/d Rp 35.000. Sekalipun begitu, keributan selalu terjadi, manakala sertifikat yang dijanjikan tidak selesai-selesai juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus