Dalam sebuah sajaknya, Chairil Anwar menyebut dirinya ”Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang”. Lalu, dalam sajaknya yang lain, Chairil juga menulis optimistis: ”Aku mau hidup seribu tahun lagi!”. Namun, pada tahun terakhir menjelang kematiannya, dia sadar, hidup yang diinginkannya serba mustahil: ”Hidup hanya menunda kekalahan… sebelum pada akhirnya kita menyerah.”
Enam puluh tujuh tahun sudah Chairil meninggalkan kita. Ia meninggal pada 1949 di usia relatif muda: 27 tahun. Ia menderita. Penuh paradoks. Tapi dari kemiskinan penyair kurus berwajah tirus dengan mata merah ini lahir sajak-sajak yang memperkaya bahasa Indonesia. Chairil menjadi sebuah ikon. Riwayat hidup dan puisi-puisinya memperkaya kita semua. Ia adalah perwujudan sepenuhnya dari pepatah Ars longa, vita brevis. Hidup itu singkat, seni itu abadi.