Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Soedirman Palsu di Atas Tandu

12 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA orang keluar mengendap-endap dari rumah Mustajab Gombloh di Dusun Karangnongko, Kediri. Salah satu dari rombongan itu memapah tubuh kurus. Pagi itu, 26 Desember 1948, Kolonel Bambang Supeno dan Kapten Tjokropranolo membawa Jenderal Soedirman ke hutan di pinggir dusun.

Tanah masih gelap. Mata-mata Belanda diduga kuat telah mengendus keberadaan sang Jenderal. Tanpa mengenakan mantel hijau tentaranya, Soedirman yang sedang menderita sakit paru dipapah menembus hawa dingin pegunungan. Agar menyingkat waktu, Tjokropranolo menggendong Soedirman.

Tiba di pinggir hutan, rombongan berhenti dan bersembunyi. Mereka waswas menunggu kabar dari pasukan di dalam dusun.

Kisah itu digambarkan oleh Tjokropranolo dalam buku Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. Marzuki Arifin, editor buku ini, mengatakan, karena panik, Tjokropranolo berlari melompati pagar meski dalam kondisi menggendong Soedirman. "Entah mendapat kekuatan dari mana, karena pada kondisi normal ia tak bisa melakukannya," kata Marzuki kepada Tempo, akhir September lalu.

Seusai kepergian Soedirman, Kapten Soe-pardjo Roestam dan Letnan Muda Laut Heru Kesser berbincang serius di dalam rumah Mustajab. Soepardjo meminta Heru, yang memiliki perawakan mirip Soedirman, berdandan layaknya sang jenderal buat mengecoh telik sandi Belanda yang diduga berada di dusun itu.

Heru setuju. Ia lantas mengenakan mantel hijau dan blangkon Soedirman. Tak lupa, tandu yang sebelumnya dipakai mengusung Soedirman juga disiapkan. Satu jam kemudian persiapan selesai. Soedirman palsu itu duduk di atas tandu. Ia diusung meninggalkan rumah Mustajab.

Berbeda dengan sebelumnya, kepergian "Soedirman" kali ini tidak lagi dirahasiakan. Disaksikan banyak orang, rombongan bergerak ke arah selatan.

Mereka terus berjalan hingga menemukan rumah di pinggir sawah dekat perbatasan antara Dusun Besuki dan Desa Joho. Layaknya Soe-dirman yang sedang sakit, Heru dipapah masuk ke dalam rumah.

Tjokropranolo dalam bukunya mengatakan peristiwa pagi itu adalah ikhtiar menyelamatkan nyawa Soedirman. Sebab, baru satu malam mereka tinggal di Karangnongko, seseorang yang mencurigakan mendatangi rumah Mustajab, tempat Soedirman menginap. Pria tak dikenal itu menanyakan keberadaan Soedirman dan bermaksud menemuinya. Para pengawal menduga orang itu mata-mata karena Pasukan Belanda sudah menduduki pusat Kota Kediri. Itu sebabnya, disusunlah skenario Soedirman palsu.

Strategi itu terbukti manjur. Sore harinya, tiga pesawat pemburu Belanda mengebom rumah yang dimasuki Soedirman palsu. Rumah hancur berkeping-keping. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Rupanya Heru, dengan menanggalkan atribut yang biasa dikenakan Soedirman, telah menyelinap ke luar rumah sebelum pesawat pemburu Belanda datang.

Seorang warga Karangnongko baru tahu keberadaan Soedirman esok harinya. "Saya diberi tahu bahwa Pak Dirman berada di hutan utara dusun dan membutuhkan tandu baru," kata Jamingan kepada Tempo, September lalu. Mantan pembantu Kepala Dusun Karangnongko yang kini berusia 93 tahun ini satu di antara orang yang menyaksikan rombongan Soedirman palsu keluar dari rumah Mustajab.

Rupanya, kata Jamingan, Soedirman berada di rumah Pardi, salah satu penduduk di Dusun Dasun, sebelah utara Karangnongko. Jamingan menyusul ke sana. "Tapi, karena terburu-buru, kami membuat tandu dari kursi yang diikat ke batang bambu," ujar Jamingan. "Kebetulan Pak Pardi bersedia meminjamkan kursinya."

Dari situ, Soedirman melanjutkan perjalanan ke utara dan sampai di Dusun Goliman. Di dusun itu, ia lebih berhati-hati. Soedirman memilih tinggal di rumah terpencil dan tertutup pepohonan. Kepada warga, ia mengaku seba-gai kepala sekolah yang memiliki panggilan Mantri Guru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus