Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Suasana Bubur Ayam Barito Setelah Ditata Ulang  

Begini kondisi Bubur Ayam Barito setelah ditata ulang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

7 Maret 2017 | 18.06 WIB

Suasana loksem bubur Barito yang baru direvitalisasi dengan dana CSR Teh Pucuk Harum PT Mayora Indah, di Kebayoran Baru, Jakarta, 1 Maret 2017. TEMPO/Friski Riana
Perbesar
Suasana loksem bubur Barito yang baru direvitalisasi dengan dana CSR Teh Pucuk Harum PT Mayora Indah, di Kebayoran Baru, Jakarta, 1 Maret 2017. TEMPO/Friski Riana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Rabu lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meresmikan lokasi sementara Bubur Ayam Barito di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Setelah peresmian tersebut, begini kondisi lokasi sementara Bubur Ayam Barito legendaris yang telah berdiri sejak 1992 tersebut.

Baca juga: Djarot Resmikan Loksem Pedagang Bubur Barito

Sore itu sekumpulan orang sibuk merapikan meja dan kursi-kursi di Lokasi Sementara (Loksem) Bubur Barito. Kurang lebih satu setengah jam lamanya para karyawan Bubur Ayam Barito itu menyiapkan peralatan dan bahan masakan untuk menyajikan bubur ayam. Meski hujan mengguyur di Jalan Gandaria Tengah III, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu, lapak dagangan tetap harus buka setidaknya pukul 16.00 WIB.

“Persetujuannya dengan Pemda DKI harus buka jam 4 sore,” ujar pemilik Bubur Ayam Barito Agus Sukarmin (48) kepada Tempo, Jumat, 3 Maret 2017.

Agus mengungkapkan bahwa Loksem Bubur Ayam Barito kini sudah tertata rapi. Sebab, pemerintah provinsi DKI Jakarta telah merevitalisasi tempat itu.

Selain Bubur Ayam Barito, beberapa pedagang kaki lima (PKL) lain turut membuka lapaknya dan tergabung dalam Loksem kuliner Jakarta itu. Di sepanjang jalan sekitar 200 meter itu, mereka menjual pelbagai jajanan dan masakan, seperti martabak, soto, bakso, pempek, dan menu lainnya.

Menurut Agus, biasanya pedagang-pedagang itu berjualan di lokasi tertentu dekat Loksem. Karena itulah, pemerintah provinsi DKI Jakarta menggandeng Teh Pucuk Harum dari PT Mayora Indah menata PKL dengan membangun Loksem Bubur Ayam Barito. Adapun ragam fasilitas yang disediakan, yakni 40 meja, 80 kursi, 22 etalase, lampu, listrik, dan air.

Semua pedagang wajib membayar retribusi sebesar Rp 3 ribu per lapak setiap harinya. Pembayaran dilakukan melalui Bank DKI. Artinya, PKL yang menempati Loksem harus memiliki rekening Bank DKI agar pembayaran dapat berjalan. Karena memiliki dua lapak, Agus mengeluarkan uang Rp 6 ribu untuk retribusi.

Meski tempat itu dibangun menggunakan dana corporate social responsibility PT Mayora Indah, para pedagang juga perlu mengeluarkan dana patungan untuk biaya listrik. Namun, jumlah pasti biaya listrik belum diketahui karena hasil revitalisasi Loksem baru diresmikan Rabu, 1 Maret 2017.

“Pemda menawarkan mau digusur atau ditata. Kita pilih ditata,” kata Agus.

Agus menjelaskan, perbedaan lokasi sebelum dan sesudah direvitalisasi hanya tampak pada fasilitas. Menurutnya, lampu-lampu lebih teratur dan pengunjung yang memilih makan di tempat merasa lebih nyaman.

“Dulu (sebelum ditata) ada tenda yang tinggi, pendek, (warna) hijau, dan kuning,” tuturnya.

Soal pendapatan, belum ada perubahan signifikan yang dirasakan Agus. Namun, ia menargetkan 1.000 porsi bubur ayam laku terjual setiap harinya. Waktu tutup pun tak tentu lantaran menunggu dagangannya habis dibeli masyarakat. Sebanyak 13 karyawan tetap dan satu tukang cuci dipekerjakan untuk membantu Agus dari Senin hingga Minggu.

“Kalau sudah habis, tutup. Kalau belum, sampe jam 12 pagi masih buka,” ucapnya.

Salah satu pembeli, Yudha Permana Putra, mengatakan bahwa fasilitas di lokasi kuliner itu tampak berbeda. Kini, Loksem lebih rapi dan nyaman ditempati. Berbeda dengan kondisi sebelum direvitalisasi yang masih menggunakan meja kayu.

“Pelayanannya enggak berubah, masih tetap bagus. Maybe bakalan sering ke sini,” terang pria berusia 24 tahun itu.

Yudha mengaku menjadi pelanggan Bubur Ayam Barito sejak 2015 lalu. Dalam seminggu, bisa dua kali ia mampir. Biasanya, Yudha membeli semangkuk bubur ayam, sate hati dan ampela, serta minum seharga Rp 25 ribu.

“Lebih lengkap topingnya dan lebih enak juga. Karena enggak pakai santen, pakai kaldu alami,” ujar Yudha.

Siang harinya, Loksem terlihat sepi. Akan tetapi, berdasarkan pantauan Tempo, ada satu penjual yang membuka lapaknya siang itu. Sang pedagang, Puji, mengaku sedang berjualan pecel sayur. Sebelum revitalisasi, ia memang langganan berjualan di sana sejak 30 tahun yang lalu. Waktu jualan dimulai dari 07.30-15.00 WIB.

“Dulu buka-tutup tenda. Kalau sekarang udah enak, enggak kena hujan,” ujarnya.

LANI DIANA | TSE

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kodrat Setiawan

Kodrat Setiawan

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus