Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Sultan Keluarkan Lagi Sabda Raja, Ada Ancaman Pengusiran

Adik-adik Sultan Hamengku Buwono X segera menyikapi sabda
yang dikeluarkan pada akhir tahun itu.

31 Desember 2015 | 18.23 WIB

Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X berjalan meninggalkan Masjid Panepen, Kraton Yogyakarta, Selasa (22/10). ANTARA/Noveradika
Perbesar
Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X berjalan meninggalkan Masjid Panepen, Kraton Yogyakarta, Selasa (22/10). ANTARA/Noveradika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta – Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Bawono Kasepuluh mengancam akan mencopot kedudukan abdi dalem maupun adik-adiknya yang tidak menuruti perintahnya. Ancaman tersebut dikemukakan dalam sabda jejering raja (sabda sebagai raja) yang disampaikan secara mendadak menjelang pergantian tahun 2015 ke 2016 pada 31 Desember 2015 pukul 10.00 di Sitihinggil, Keraton Yogyakarta.

“Ada empat poin sabda jejering raja. Saya dapat informasi dari teman dan saudara yang datang,” kata adik tiri Sultan, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat saat ditemui di kediamannya di Ndalem Yudhaningratan Yogyakarta, Kamis, 31 Desember 2015.

Isi sabda jejering raja tersebut adalah, pertama, sabda disampaikan atas dasar perintah Tuhan dan para leluhur Sultan. Kedua, tahta kerajaan tidak bisa diwariskan. Ketiga, apabila adik-adik dan abdi Sultan (abdi dalem) tidak mematuhi perintah Sultan, maka akan dicopot dari kedudukannya.

Keempat, apabila tidak patuh, maka harus keluar dari bumi Mataram. “Saya sama Kangmas Prabu (GBPH Prabukusumo) sampai berencana untuk mencari kontrakan,” kata Yudhaningrat berseloroh.

Semenjak Sultan mengeluarkan sabda raja pada 31 April 2015 dan dhawuh raja pada 5 Mei 2015 lalu, adik-adik Sultan menyatakan sikap menolak. Mereka menilai sabda raja dan dhawuh raja itu melanggar paugeran atau peraturan keraton.

Isi sabda raja saat itu antara lain perubahan nama Sultan Hamengku Buwono X menjadi Sultan Hamengku Bawono Kasepuluh. Sedangkan isi dhawuh raja antara lain mengubah nama anak sulungnya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.

Nama Mangkubumi sering diidentikkan sebagai gelar putra mahkota. Ada kekhawatiran adik-adik Sultan apabila Sultan yang bertahta nantinya dipegang seorang perempuan yang berarti melanggar paugeran.

“Sabda jejering raja kali ini menegaskan, yang menjadi pewaris tahtanya adalah anak-anaknya,” kata Yudhaningrat yang memilih tidak menghadiri undangan sabda tersebut.

Adik-adik Sultan berencana untuk mensikapi kembali sabda jejering raja yang baru saja dikeluarkan Sultan. Sementara itu, sepupu Sultan, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat juga tidak hadir dalam acara penyampaian sabda jejering raja itu. “Karena tidak diundang,” kata Jatiningrat yang biasa disapa dengan panggilan Romo Tirun saat ditemui di depan rumahnya.

Jatiningrat yang biasa diundang dan menghadiri dua sabda sebelumnya menjelaskan bahwa yang berwenang untuk mencopot kedudukan abdi dalem adalah Parentah Ageng yang dipegang oleh anak kedua Sultan, GKR Condrokirono. Hanya saja harus melalui mekanisme yang berlaku, seperti adanya pemberian teguran terlebih dahulu.

“Harus diingat, abdi dalem itu bukan abdi perorangan. Tapi abdi budaya. Artinya, abdi keraton sebagai kelembagaan,” kata Tirun.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kukuh S. Wibowo

Kukuh S. Wibowo

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus