Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sekitar 202 anak berhadapan dengan hukum akibat terlibat tawuran dalam rentang dua tahun terakhir, 2017-2018.
Baca: Tawuran Geng Pelajar, Satu Alumni SMAN 32 Masuk DPO Polisi
"Sekitar 74 kasus anak dengan kepemilikan senjata tajam. Tentu saja ini sangat memprihatinkan," kata komisioner KPAI Putu Elvina dalam pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu 8 September 2018.
Dalam kasus tawuran 1 September 2018, seorang pelajar 16 tahun tewas dalam tawuran geng pelajar. Belasan siswa dari SMA Negeri 32 Jakarta juga terpaksa mengundurkan diri dari sekolah karena terlibat tawuran. Sedangkan 10 pelajar ditetapkan sebagai tersangka karena
Putu mengatakan belum ditemukan formula dan jalan keluar yang efektif untuk menghentikan tradisi tawuran. Menurut dia, tawuran pelajar merupakan siklus kekerasan yang terjadi dalam satu sekolah maupun antarsekolah.
Dampak yang diakibatkan tawuran, kata dia, luar biasa baik kerusakan fasilitas sekolah maupun publik, teror, kehilangan jiwa dari kedua kelompok yang berkelahi dan tidak jarang menyasar masyarakat di sekitar lokasi.
"Peran orang tua, institusi pendidikan, dan model peran dari masyarakat belum benar-benar berperan sebagai agen perubahan yang bisa mengikis budaya kekerasan tersebut," kata Putu.
Baca: Dua Kesaksian Palsu Dalam Tawuran Sadistis Geng Pelajar Gusdon
Komisioner KPAI ini menilai penegakan hukum terhadap pelaku tawuran tidak akan optimal bila tidak dibarengi dengan membangun budaya hukum yang positif. "Ancaman pengeluaran dari sekolah tidak akan menyelesaikan masalah karena juga akan berdampak pada masalah sosial lainnya," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini