Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menyebut penyanderaan Pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens sejak awal 2023 itu harus ditukar dengan kemerdekaan bangsa Papua Barat. Mereka juga menilai Pemerintah Indonesia tidak mengerti persoalan Papua sejak tahun 1963 hingga 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sandera Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Martens asal Selandia Baru adalah harus ditukar dengan Kemerdekaan Papua,” ujar salah seorang pimpinan TPNPB-OPM Operasi Kodap III berdasarkan keterangan dari Panglima Egianus Kogoya melalui video yang terima Tempo pada Jumat, 12 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka juga mendesak negera Selandia Baru serta negara yang mendukung kemerdekaan Papua seperti Belanda, Inggris, Australia, Gendewa, agar segera memproses Indonesia untuk memerdekakan Papua, sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Karena negera Indonesia membuat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap kami,” ujar Egianus.
Jenis pelanggaran yang dilakukan Indonesia menurut OPM adalah pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, perampasan hak kemerdekaan Papua, serta berbagai macam senjata bom oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Bersenjata Repubik Indonesia (Abri), serta pesawat tempur.
Egianus juga menuturkan bahwa pasukan TNI telah melakukan pengeboman terhadap pasukan TPNPB-OPM di distik Kwiyawagi,Geselma, Yuguru, dan sekitarnya yang merupakan daerah pengungsi di Kabupaten Nduga.
Respons TNI Soal Pernyataan TPNPB-OPM
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menuturkan, TNI Polri mengedepankan sikap humanis, peduli terhadap masyarakat papua.
"Tidak hanya menjalankan tugas keamanan, namun juga menjadi tenaga kesehatan untuk mengobati masyarakat," kata Nugraha saat dikonfirmasi Tempo melalui pesan singkat pada Sabtu, 13 April 2024.
Tugas TNI di papua, lanjutnya, juga menjadi guru untuk mengajar masyarakat pegunungan Papua.
“Jadi mana mungkin wilayah pengungsian menjadi sasaran penyerangan,” jelas jenderal bintang dua itu.