Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Waspadai Penyakit Berbahaya yang Dibawa Siput

Meski lamban, siput bisa bergerak menempuh jarak yang jauh dan menyebarkan penyakit di area yang dilewatinya.

11 Januari 2017 | 18.41 WIB

Ilustrasi facial siput. Shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi facial siput. Shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian menunjukkan siput pembawa parasit dapat melakukan perjalanan jarak jauh hingga 44 kilometer dan menyebarkan penyakit mematikan sepanjang perjalanannya.

Dipimpin seorang ilmuwan dari University of California (UC), Berkeley, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS Neglected Tropical Diseases tersebut menjadi yang pertama menemukan bukti genetik siput yang melakukan perjalanan jauh dan menyebarkan penyakit serius.

"Kami tidak berpikir siput sebagai hewan yang sangat mobile. Namun, bukti genetik menemukan bahwa siput dapat melintas jarak jauh dan menjadi pengingat betapa sulit mengendalikan penyakit menular yang dibawa oleh hewan dan serangga," kata Justin Remais, seorang profesor ilmu kesehatan lingkungan di UC Berkeley.

Contohnya siput air tawar, yang mengirimkan schistosomiasis, penyakit parasit yang mempengaruhi lebih dari 240 juta orang di seluruh dunia. Setiap siput dapat mencemari air yang digunakan masyarakat untuk berenang atau mencuci, sehingga penyebaran penyakit terjadi seiring dengan pergerakan siput dari satu daerah ke daerah lain, yang sebelumnya dinyatakan sehat.

Oleh karena itu, memahami bagaimana siput bergerak dan menyebarkan penyakit sangat penting untuk membatasi penyebarannya. Terkait dengan penelitian ini, ilmuwan melakukan perjalanan ke desa-desa di Provinsi Sichuan, Cina Barat Daya, mengumpulkan dan menganalisis susunan genetik ratusan siput yang membawa parasit.

Mereka mengumpulkan siput dari habitat alami di sepanjang saluran air di sawah dan bidang pertanian lain, kemudian menganalisis genetik dari siput tersebut di laboratorium milik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina dan Justus Liebig University di Giessen, Jerman.

Penelitian genetik tersebut menyatakan, seperempat dari siput dalam penelitian ini telah bermigrasi dari lokasi lain, baik dengan cara bergerak sendiri maupun dengan bantuan tangan makhluk hidup, seperti terangkut dalam produk pertanian, terbawa burung, atau hewan lainnya.

Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa modifikasi manusia pada tanah dapat menentukan ke mana siput bergerak. Gerakan itu paling mungkin terjadi di tanah yang telah dikembangkan untuk pertanian dan daerah dengan jaringan irigasi yang luas, yang paling mungkin untuk menerima dan mempertahankan siput bermigrasi.

"Perubahan lingkungan dapat memfasilitasi atau membatasi penyebaran vektor sehingga kita membutuhkan penelitian yang dapat membantu memahami konsekuensi dari aktivitas manusia terhadap penyebaran penyakit," kata peneliti dari UC Berkeley ini.

BISNIS

Artikel lain:
Zumba Versi Baru Diprediksi Populer di 2017
Mendeteksi Sehat atau Sakit dari Berkemih dan Wujud Urine
Salah Potong Rambut! Tenang, Ada 6 Solusinya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yayuk Widiyarti

Yayuk Widiyarti

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus