Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Krisis Rohingya: Gelar 'pahlawan HAM' untuk Aung San Suu Kyi dicabut

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Aung San Suu Kyi EPA
Aung San Suu Kyi dianggap tak berbuat banyak menghentikan 'serangan brutal' militer Myanmar terhadap warga minoritas Muslim Rohingya.

Gelar bergengsi di bidang penegakan hak asasi manusia (HAM) yang diberikan sebuah museum di Amerika Serikat bagi pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, resmi dicabut.

Suu Kyi mendapatkan Elie Wiesel Award enam tahun lalu dari Holocaust Memorial Museum di Amerika atas 'kepemimpinannya dan pengorbannya yang luar biasa dalam melawan tirani di Myanmar'.

Baca Juga:

Penghargaan ini juga sebagai pengakuan atas berbagai upaya Suu Kyi dalam 'mewujudkan kebebasan dan martabat rakyat Myanmar'.

Namun penghargaan ini dicabut karena Holocaust Memorial Museum berpandangan Suu Kyi 'diam saja melihat genosida yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap warga minoritas Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine'.

"Ketika militer menyerang Rohingya pada 2016 dan 2017, kami berharap Anda -yang kami anggap peduli dengan HAM- melakukan sesuatu untuk mengutuk dan menghentikan operasi militer yang dilakukan secara brutal serta mengeluarkan pernyataan solidaritas bagi warga Rohingya yang diserang," demikian isi surat Holocaust Memorial Museum untuk Suu Kyi.

Baca Juga:

Yang terjadi, selain diam saja, partai yang ia pimpin, Liga Nasional untuk Demokrasi, yang menang pemilu dan sekarang berkuasa, menolak bekerja sama dengan tim penyelidik PBB dan terus saja mengeluarkan retorika anti-Rohingya.

Partainya juga menghalangi wartawan yang ingin memberitakan pembunuhan besar-besaran dan eksodus warga Rohingya ke negara tetangga, Bangladesh.

Holocaust Memorial Museum mengatakan mestinya Suu Kyi menggunakan otoritas moral untuk mengatasi keadaan setelah menyaksikan skala kejahatan yang dilakukan oleh militer terhadap warga sipil Rohingya.

'Disayangkan' pemerintah Myanmar

Sekitar 700.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh sejak konflik pecah pada Agustus 2017.

Penelusuran yang dilakukan para wartawan dan berbagai organisasi HAM menemukan bukti-bukti kuat adanya pelanggaran HAM berat di Rakhine. Para saksi dan korban yang selamat mengatakan militer dan kelompok militan yang didukung tentara melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah warga Rohingya.

Rohingya Getty Images
Tak kurang dari 700.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

PBB menyebut perlakuan yang menimpa warga minoritas Muslim Rohingya sebagai 'jelas-jelas pembersihan etnik'.

Militer dan pemerintah Myanmar selalu menolak tuduhan pelanggaran HAM berat meski belakangan militer mengakui keterlibatan personel mereka dalam kasus pembunuhan warga Rohingya.

Rohingya AFP
Saksi dan korban yang selamat mengatakan militer Myanmar 'membunuh dan memperkosa' perempuan-perempuan Rohingya.

Menanggapi keputusan Holocaust Memorial Museum mencabut gelar 'pahlawan HAM' untuk Suu Kyi, Kedutaan Besar Myanmar di Washington mengatakan bahwa 'pencabutan penghargaan ini sangat disayangkan.

Pernyataan yang dikeluarkan Kedutaan Myanmar juga menyebut Holocaust Memorial Museum 'diperalat oleh pihak-pihak yang gagal memahami situasi yang sebenarnya terjadi di Rakhine'.

Ini bukan untuk pertama kalinya gelar kehormatan bagi Suu Kyi dicabut.

Pada awal Oktober 2017 kota Oxford di Inggris mencabut gelar warga kehormatan untuk dirinya 'karena dinilai tak berbuat banyak mengatasi krisis kemanusiaan di Rakhine'.

Kota Dublin, di Republik Irlandia, juga mencabut gelar kehormatan untuk Suu Kyi.

Suu Kyi meraih Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991 atas upayanya melawan pemerintah militer namun krisis Rohingya mendorong petisi online yang mendesak hadiah ini dicabut.

Petisi untuk Komite Nobel di Norwegia tersebut didukung oleh ratusan ribu tanda tangan.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada