Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Apakah skuter listrik patut diperlakukan sebagai kendaraan bermotor?

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan

Insiden yang menyebabkan kematian dua pemuda yang sedang melaju di atas skuter listrik milik GrabWheels di area Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, pada Senin (11/11) dini hari, mendorong wacana pengaturan skuter yang penggunaannya semakin populer di kalangan masyarakat urban.

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta tengah menyiapkan peraturan gubernur (Pergub) untuk mengatur penggunaan skuter listrik di ruang publik. Rencananya, pergub akan ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada bulan Desember mendatang.

Baca Juga:

Ke depan, skuter listrik hanya bisa digunakan di jalur sepeda serta di kawasan terbatas. Skuter listrik juga akan dilarang melintasi trotoar dan jembatan penyeberangan orang karena dianggap bisa mengganggu pejalan kaki dan merusak fasilitas umum.

Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, denda maksimal yang akan dikenakan di Jakarta sebesar Rp 500.000 serta hukuman kurungan hingga dua bulan.

'Momentum pengaturan ruang jalan'

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jakarta, Tory Darmantoro, mengatakan momentum ini bisa sekaligus dimanfaatkan untuk merapikan definisi alat transportasi dan pengaturan penggunaan ruang publik bagi pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya.

Baca Juga:

"Ada (beberapa) hal yang perlu diperhatikan. (Kita memperlakukan) skuter sebagai apa? Dia sebagai alat transportasi memang menggunakan motor, tetapi tidak mengeluarkan emisi. Sebagai alat transportasi, (skuter listrik) berhak memakai ruang jalan, tetapi jalan yang mana yang akan dia pakai?" kata Tory kepada BBC News Indonesia, Kamis (14/11).

Tory sepakat menyebut skuter listrik sebagai kendaraan bermotor, tetapi tidak bisa diperlakukan seperti kendaraan bermotor lainnya seperti mobil dan sepeda motor.

"Skuter listrik digunakan untuk jenis pergerakan seperti apa? Dari situ akan ketahuan pengaturannya bagaimana. Tidak mungkin naik skuter dari Bekasi ke HI (Jakarta Pusat) kan? Harus jelas dulu dan disepakati bersama," ujarnya.

Ia melanjutkan, otoritas transportasi dapat memanfaatkan momentum ini untuk memikirkan ulang praktik pemanfaatan ruang jalan oleh berbagai kelompok pengguna, termasuk pejalan kaki, pengendara, dan pedagang kaki lima.

"Bukan hanya pengguna skuter yang bisa ngawur. Semua juga bisa ngawur. Perilaku (pengguna jalan) akan sangat penting. Di sini lah peran polisi yang punya 'monopoli' kewenangan untuk menjalankan amanahnya," katanya.

Rencana pengaturan skuter listrik ini disambut baik oleh peneliti kebijakan kota, Corry Elyda, yang menganggap pengguna skuter listrik juga harus bisa berbagi ruang dengan pejalan kaki.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Di kawasan GBK misalnya, banyak pengguna skuter listrik berseliweran di saat banyak orang berolahraga. Kadang mereka melawan arus pelari dan ini sangat mengganggu karena pelari harus menjaga tempo. Belum lagi kemungkinan tabrakan," ujarnya.

Jakarta hanyalah satu dari beberapa kota yang menganggap pengaturan skuter listrik sebagai hal penting. Di London, pengguna skuter listrik dilarang melintasi trotoar, jalan raya, dan jalur sepeda. Selain itu, mulai Januari 2020 nanti, mereka yang melanggar aturan penggunaan skuter listrik di Singapura, bisa didenda hingga maksimalnya sebesar SIN$2200 atau setara Rp22,8 juta.

Polisi tetapkan penabrak sebagai tersangka

Polda Metro Jaya telah menetapkan pengemudi mobil sedan berinisial DH sebagai tersangka dalam kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian pengendara skuter listrik GrabWheels, Senin (11/11) lalu.

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Fahri Siregar, seperti dikutip Kompas.com, menyatakan tersangka akan dijerat Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp12 juta.

Pemeriksaan urine terhadap tersangka DH menunjukkan bahwa ia berada dalam pengaruh alkohol saat mengendarai mobil tersebut.

Ammar dan Wisnu, yang keduanya berusia 18 tahun, sedang mengendarai skuter listrik bersama empat orang lainnya di kawasan Gelora Bung Karno pada Senin dini hari.

Mereka hendak kembali ke titik awal di FX Sudirman ketika sebuah sedan menabrak. Ammar dan Wisnu tak sadarkan diri seketika dan dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit terdekat, sementara keempat lainnya terluka.

Perusahaan teknologi Grab telah merilis pernyataan resmi untuk merespons kecelakaan tersebut.

"Kami telah menerima informasi terkait terjadinya kecelakaan yang terjadi pada Minggu dini hari lalu itu. Segenap manajemen Grab menyesali kejadian ini dan turut berduka cita bagi keluarga dan rekan yang ditinggalkan.

"Grab berkomitmen untuk terus meningkatkan keamanan penggunaan GrabWheels melalui edukasi kepada pengguna dan bekerja sama dengan pihak terkait dalam upaya menjaga keselamatan," ujar Chief Executive Officer (CEO) GrabWheels TJ Tham dalam pernyataan tertulis.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada