Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Kematian George Floyd: Pertanyaan sederhana yang mengungkap rasisme di Amerika Serikat

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Portrait of Jane Elliott. Getty
Jane Elliott dikenal akan kampanyenya melawan rasisme.

Amerika Serikat terbakar, dan pemicunya adalah masalah yang tidak dapat diselesaikan negara selama berabad-abad: rasisme.

Puluhan ribu orang telah berdemonstrasi di lebih dari 75 kota di AS untuk memprotes kematian George Floyd, seorang pria keturunan Afrika yang meninggal pada 25 Mei di Minneapolis ketika seorang polisi berkulit putih terus berlutut di lehernya, bahkan setelah dia memohon karena dia tidak bisa bernapas.

Baca Juga:

Protes kini telah menyebar lebih jauh ke kota-kota di seluruh dunia termasuk London, Berlin dan Auckland dan media sosial dipenuhi dengan kotak-kotak hitam dan pesan dukungan pada 2 Juni, sehari dijuluki #BlackoutTuesday.

Protes saat ini adalah hasil dari "situasi yang kami warga kulit putih ciptakan, kami menghadapi konsekuensi dari perilaku kami," kata juru kampanye 87 tahun Jane Elliott kepada BBC, "Anda tidak dapat menyalahgunakan sekelompok orang pintar selama 300 tahun dan mengharapkan mereka untuk menanggungnya tanpa batas tertantu."

Kerusuhan yang menyertai beberapa protes telah meningkat ke titik di mana kejadian itu dibandingkan dengan 4 April 1968, ketika pemimpin kampanye hak-hak sipil AS Martin Luther King Jr dibunuh.

Baca Juga:

Itu adalah titik balik bagi Elliott muda saat itu: menggunakan latihan praktis untuk membuat orang menghadapi prasangka mereka sendiri dan mengekspos perilaku rasis yang tidak sengaja, dia segera menjadi pendidik dan juru kampanye antirasisme yang terkenal di dunia.

Mata biru, mata coklat

Kerusuhan di Amerika Serikat, George Floyd Getty
Di beberapa kota di AS, unjuk rasa berakhir ricuh.

Elliott ingin orang-orang memahami bagaimana rasisme telah dinormalisasi di masyarakat.

Ketika Martin Luther King Jr dibunuh, Elliott adalah seorang guru muda di sebuah sekolah menengah negeri di pedesaan Iowa. Keesokan harinya, dia pergi bekerja dan mengajar murid-muridnya tentang apa itu rasisme dan bahayanya.

Dia menyusun latihan yang disebutnya "Mata Biru, Mata Cokelat" - cukup sederhana sehingga anak-anak kecil akan memahami secara langsung masalah yang ditimbulkannya ketika seseorang merasa lebih unggul daripada orang lain hanya karena warna kulit mereka.

Elliott membagi kelas menjadi dua kelompok: satu diberi selendang cokelat dan diberi tahu bahwa mereka mewakili tim "Mata Cokelat"; yang lain diberi syal biru untuk mewakili tim "Mata Biru".

Dia kemudian memberi tahu seluruh kelas bahwa tim "Mata Cokelat" lebih pintar dan lebih bersih, dan memberi mereka hak istimewa seperti waktu bermain tambahan.

Elliott juga mengatakan bahwa anak-anak bermata biru merusak segalanya, jadi jika mereka ingin minum dari air mancur yang sama dengan anak-anak bermata cokelat, mereka harus menggunakan gelas sekali pakai agar tidak menginfeksi mereka.

Elliott mengatakan perubahan perilaku itu instan: anak-anak "Mata Cokelat" lebih percaya diri, merendahkan dan bersikap tidak baik terhadap anak-anak bermata biru.

Pemrotes kecil membawa papan, george loyd Getty
Seorang pengunjuk rasa menunjukkan papan bertuliskan: 'Kulitku bukan senjata'

Senin berikutnya, Elliott mengulangi latihan, tetapi kali ini dia menukar peran.

Di akhir percobaan, ia meminta anak-anak untuk mengomentari pengalaman itu.

"Mereka yang bermata cokelat mendiskriminasi mereka yang bermata biru," kata seorang gadis bernama Debbie Hughes, yang kesaksiannya diterbitkan di situs Smithsonian Institution, "Saya memiliki mata cokelat, dan saya merasa seperti saya bisa memukul mereka jika saya mau. "

Banyak teman Debbie setuju dengannya.

Tapi "ketika kita berganti peran, aku merasa ingin keluar dari sekolah. Aku marah. Ini rasanya ketika mereka mendiskriminasikanmu".

Elliott menyebut latihan ini "suntikan virus rasisme".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Latihan "Mata Biru, Mata Cokelat" segera menjadi populer di dunia, dan selama bertahun-tahun, ribuan orang di negara-negara di seluruh dunia telah mempraktikkannya.

Pada 2016, Elliott dimasukkan dalam acara 100 Women BBC, yang meneliti peran wanita di Abad ke-21.

Tetapi latihan tersebut menimbulkan kontroversi, dengan beberapa menyebutnya sebagai eksperimen "Orwellian" (setelah deskripsi George Orwell tentang ide-ide yang merusak kesejahteraan masyarakat yang bebas dan terbuka) yang mengajarkan "membenci diri sendiri", dan kolumnis Denver menyebutnya " jahat".

Sebuah pertanyaan sederhana

Grafiti "I can breathe now" Getty
Kematian George Floyd memicu kembali perdebatan tentang rasisme di AS.

Tetapi Elliott telah melakukan banyak latihan dengan orang dewasa juga.

Salah satu contoh terbaik dari kuliah Elliott dicatat dalam film dokumenter "Mata Biru," tahun 1996 yang mengambil namanya dari latihan yang baru saja disebutkan.

Elliott bertanya auditorium yang penuh dengan orang-orang "Saya ingin setiap orang kulit putih di ruangan ini berdiri jika Anda akan senang diperlakukan dengan cara yang sama dengan bagaimana masyarakat ini, secara umum, memperlakukan warga kulit hitam".

Keheningan canggung mengikuti, ketika penonton memandang Elliott dari kursi mereka.

"Apakah Anda tidak mengerti saya?" Elliott bersikeras. "Jika Anda ingin diperlakukan dengan cara yang sama dengan orang kulit hitam diperlakukan dalam masyarakat ini, silakan berdiri".

warga Amerika protes, George Floyd Getty
Kematian George Floyd memicu unjuk rasa di lebih dari 75 kota di AS.

"Tidak ada yang berdiri," kata Elliott datar setelah beberapa detik.

"Ini jelas menunjukkan bahwa Anda sadar akan apa yang terjadi, dan bahwa Anda sadar tidak ingin itu terjadi pada Anda. Jadi, mengapa Anda mau membiarkan hal itu terjadi pada orang lain?" dia bertanya.

Elliott mengatakan kepada BBC bahwa dia percaya orang kulit putih tidak berani bertindak melawan rasisme "karena jika mereka melakukannya, mereka takut mereka akan diperlakukan dengan cara yang sama seperti orang kulit berwarna diperlakukan di negara ini".

"Orang kulit putih tahu itu adalah sesuatu yang tidak perlu mereka khawatirkan akan terjadi pada mereka. Mereka tidak ingin berdiri, atau itu akan terjadi pada mereka."

Hanya soal melanin

Elliott mengatakan latihannya dirancang untuk menunjukkan sesuatu yang sederhana: rasisme adalah sesuatu yang ditanamkan sejak kecil.

"Setiap orang kulit putih yang lahir dan besar di AS yang tidak rasis, adalah keajaiban," katanya.

"Rasisme adalah perilaku yang dipelajari. Tidak seorang pun dilahirkan dengan perasaan superior. Keunggulan diajarkan, dan itulah yang kami ajarkan di negara ini," kata Elliott.

A white protester with the inscription "White silence is violence," on her back. Getty
Seorang pengunjuk rasa menuliskan "Diamnya orang kulit putih = kekerasan" di punggungnya.

Menurutnya, sistem pendidikan AS telah dirancang untuk "mempertahankan mitos-mitos supremasi kulit putih".

Tetapi dengan cara yang sama, sama seperti rasisme adalah sesuatu yang dibangun, itu juga dapat dihancurkan: "Orang dapat diajari untuk berhenti menjadi rasis," kata Elliot.

"Mata dan warna kulit orang semuanya turun ke satu bahan kimia yang sama: melanin. Tidak masuk akal untuk menilai orang berdasarkan jumlah bahan kimia di kulit mereka," katanya.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada