Platform jual beli daring ternama Bukalapak akhirnya resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat, 6 Agustus 2021, sekaligus jadi unicorn pertama yang go public. Mendapat kode perusahaan BUKA, Bukalapak menawarkan 25 persen dari jumlah saham, atau 25,76 miliar lembar saham ke publik dengan harga penawaran Rp 850 per lembar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di hari pertama penjualannya, harga saham Bukalapak langsung meroket 24,71 persen menjadi Rp 1.060 per lembar. Akibatnya, Bukalapak terhenti di batas auto reject atas (ARA). Hal serupa kembali terjadi di hari kedua, Senin, 9 Agustus 2021. Dibuka di level Rp 1.060 per lembar, saham Bukalapak melonjak 25 persen ke level Rp 1.325 per lembar saham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga Senin, 9 Agustus 2021 pukul 09.00 WIB, telah tercatat transaksi saham Bukalapak sebanyak 555 kali dengan volume saham yang beredar 88,23 juta unit. Nilai transaksi saham BUKA tercatat mencapai Rp 117 miliar.
Jika dikalkulasikan harga Rp 850 per lembar untuk 25,77 miliar lembar saham yang dijual ke publik, maka Bukalapak meraup dana segar sebesar Rp 21,9 triliun dari proses IPO. Bukalapak berencana menggunakan 66 persen dana itu untuk modal kerja. Sedangkan sisanya sebanyak 34 persen akan dimanfaatkan untuk modal kerja di entitas anak.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyebut salah satu faktor pendorong investor untuk berebut 1 lot saham BUKA adalah khawatir tertinggal tren terkini alias fear of missing out (FOMO). “Ini bid yang paling besar pernah saya lihat di pasar modal,” ungkapnya.
Sedangkan Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menduga larisnya saham BUKA tidak terlepas dari antusiasme investor kelas menengah atas untuk mencari aset dengan kenaikan tinggi di tengah PPKM level 4. Pasalnya, saat ini sektor usaha banyak yang terpukul.
“Ini mirip cari mainan baru saja buat kelas atas. Kemarin kan heboh kripto sampai pemainnya 6,5 juta. Sekarang harga kripto kurang menarik. Jadi cari portofolio baru,” kata Bhima kepada Tempo, Jumat, 6 Agustus 2021.
Kinerja Bukalapak dinilai masih tergolong berisiko tinggi bagi investor yang mengutamakan aspek fundamental. “Investor yang mengejar dividen akan jauhi saham spekulatif,” lanjut Bhima. Pada triwulan I 2021 Bukalapak memang masih membukukan rugi tahun berjalan Rp 323,805 miliar. Namun, jumlah itu turun dari Rp 393,49 miliar di periode yang sama tahun lalu.
PT Mandiri Sekuritas selaku salah satu penjamin pelaksana emisi efek BUKA dalam pelaksanaan IPO menyebut sebagian besar pembeli saham BUKA di hari pertama perdagangan ialah kalangan milenial dan gen Z. “Hampir 70 persen pemesan saham IPO BUKA di Mandiri Sekuritas adalah nasabah milenial dan gen Z, berusia 20-39 tahun,” kata Managing Director Capital Market Mandiri Sekuritas Silva Halim kepada Tempo, Jumat, 6 Agustus 2021.
Bukalapak bukan satu-satunya perusahaan yang menawarkan perdana sahamnya secara umum atau initial public offering (IPO) di 2021. Menurut situs BEI, perusahaan itu menjadi emiten ke-27 yang resmi menawarkan sahamnya ke publik di tahun ini.

Faisal Javier