Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jokarta - Serangkaian bencana ikut andil dalam masalah kekurangan chip semikonduktor secara global saat ini. Dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) Irman Idris mengatakan pabrik-pabrik pembuat chip semikonduktor di berbagai negara terimbas oleh bencana. “Februari lalu badai salju di Amerika Serikat, pemadaman listrik di negara bagian Texas yang banyak pabrik chip,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pabrik chip semikonduktor di Texas itu merupakan pemasok utama industri otomotif di Amerika Serikat. Akibat pemadaman listrik itu, produksi chip semikonduktor terganggu. “Industri chip sekali mati listrik perlu waktu minimal sebulan untuk mulai beroperasi lagi,” ujar Irman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah itu, menurut dosen dari Kelompok Keahlian Elektronika ITB itu, sebuah pabrik chip semikonduktor di Jepang yang juga memasok untuk industri otomotif, mengalami kebakaran pada Maret lalu. “Perbaikan lebih dari tiga bulan untuk produksi lagi,” kata Irman di perbincangan daring bertajuk Chipageddon, Jumat 18 Juni 2021.
Sebelum itu, bencana kekeringan melanda Taiwan. Danau terbesar di sana sampai surut sedalam 12 meter. “Pabrik chip butuh air sangat banyak karena harus benar-benar bersih,” ujarnya. Adapun 60 persen produksi chip semikonduktor dunia menurut Irman berasal dari Taiwan. “Waktu pesanan chip dari 3 bulan bisa jadi 10 bulan, ini berat buat industri karena ketidakpastiannya sangat tinggi.”
Masalah kekurangan chip semikonduktor secara global dipicu oleh pandemi pada awal 2020. Pada awal masa pandemi, kata Irman, penjualan komputer dan smartphone meningkat secara drastis karena penerapan bekerja dari rumah. Namun kondisi sebaliknya di industri otomotif yang mengalami penurunan penjualan. “Akibatnya pembuatan chip berpindah karena otomotif tidak prospektif,” ujarnya.
Secara global masa awal pandemi membuat perlambatan ekonomi. Produsen sistem elektronik di berbagai sektor melaporkan penurunan permintaan komponen chip. Biasanya pesanan rata-rata baru diterima setelah 12 minggu atau 3 bulan kemudian. Namun pada pertengahan 2020, kata Irman, sektor otomotof yang cepat pulih meminta tambahan chip.
Produsen chip, menurutnya, memerlukan waktu untuk beralih lagi dari membuat semikonduktor untuk komputer dan gawai ke otomotif. Adapun lama pembuatannya berbulan-bulan, sementara permintaan tinggi. Kekurangan chip itu, kata Irman, tidak hanya berimbas ke dunia otomotif dan perangkat telekomunikasi. “Industri semikonduktor pun mencatat rugi, desainer chip pesanannya tidak datang,” ujarnya.
Dosen Teknik Elektro ITB lainnya, Trio Adiono mengatakan, saat ini kebanyakan produk elektronik berkomponen utama chip semikonduktor. “Saat ini produksi chip 1 triliun per tahun, atau rata-rata per orang 128 chip per tahun,” kata dia. Saat ini diperkirakan perlu waktu dua tahun untuk menormalkan kembali pasokan chip semikonduktor secara global.