Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Belum lama ini, pemerintah telah melakukan pemblokiran aplikasi Snack Video yang menjadi perhatian masyarakat. Hal ini karena secara administratif aplikasi Snack Video belum memiliki izin untuk beredar di Indonesia. Proses pemblokiran situs ini merupakan permintaan dari Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Juru Bicara Kemkominfo, Deddy Permadi, aplikasi tersebut sedang dilakukan pemblokiran melalui Playstore. Pengajuan pemblokiran aplikasi tersebut membutuhkan waktu, hal ini dikarenakan harus berkoordinasi dengan Google HQ di Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain aplikasi Snack Video, Kominfo juga memblokir beberapa aplikasi seperti layanan fintech, saham, dan sejenisnya. Adapun aplikasi yang diblokir seperti, Agea, Bfx rebate, 4XC, Amarkets, eToro, FBS, Exness, Firewood, Forex trading bonus, Forex new bonus, Fx new info, Fxcm, Fx bonus meet, Fx open, Fxprimus, Instaforex, Fxtm, Just forex, Lite forex, Leo Prime, hingga aplikasi treding yang banyak digunakan seperti Binomo.
Sebelum muncul berbagai macam aplikasi yang tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah, Kominfo sudah terlebih dahulu memblokir berbagai macam situs-situs yang memuat konten bajakan pada Desember 2019. Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengatakan, hal ini dilakukan untuk menghargai hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki bangsa Indonesia.
Dalam melakukan upaya penindakan, Kominfo—saat itu—mengedepankan teknik persuasif dan belum mengarah pada tindakan hukum. Meskipun demikian jika pelanggaran tersebut terus berlanjut, pihaknya tidak segan-segan akan melakukan tindakan hukum. "Kalau itu berlanjut terus tentu ada tindakan hukum," ujarnya, dikutip dari kominfo.go.id.
Selain itu, Kominfo juga lakukan pemblokiran aplikasi bermacam situs yang tersebar di Internet. Hal ini terjadi pada pertengahan Februari 2021. Menurut Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Prof. Heri Subaktio, pemblokiran tersebut menjadi yang terbanyak di Indonesia dengan 70 persen konten-konten yang bermuatan pornografi.
GERIN RIO PRANATA