Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Kenali Sepsis Penyebab Utama Kematian Pasien Corona

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Kenali Sepsis Penyebab Utama Kematian Pasien Corona
Iklan

Kebanyakan kasus kematian pasien yang terinfeksi virus corona di Wuhan, Cina adalah akibat sepsis. Demikian laporan jurnal ilmiah The Lancet yang dirilis belum lama ini.

Sepsis yang ditunjuk jadi penyebab kematian pasien virus corona, bukan keracunan darah seperti yang lazim dikenal dalam istilah medis. Melainkan reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh pada kasus infeksi. Reaksi pertahanan tubuh ini amat luar biasa, sehingga menyerang organ tubuh dan jaringan tubuh sendiri.

Baca Juga:

Terutama yang terancam risiko sepsis adalah mereka yang sistem kekebalan tubuhnya memang sudah lemah. Kelompok risiko ini adalah para manula yang mengidap berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi, diebetes atau jantung serta anak-anak balita.

Apa penyebab dan bagaimana gejalanya

Penyebab sepsis bisa bakteri, virus, jamur atau parasit atau juga gabungan beberapa patogen tsb. Virus seperti virus flu, virus corona atau ebola terbukti bisa memicu sepsis yang berakibat fatal. Pemicu sepsis adalah radang paru-paru atau pneumonia, infeksi luka, infeksi saluran kemih, infeksi di dalam rongga perut serta penyakit kanker.

Jika kita melihat penyebab kematian SARS-CoV-2 dikaitkan dengan riwayat penyakit menunjukkan, sekitar 13 persen adalah pasien dengan penyakit jantung disusul pasien dengan riwayat penyakit diabetes sebanyak lebih 9 persen dan tekanan darah tinggi sebanyak lebih 8 persen. Sementara radang paru-paru dan penyakit kanker berada di urutan buncit, dengan tingakt fatalitas sekitar 8 persen.

Baca Juga:

Data jurnal sains The Lancet yang dirilis awal 2020 menyebutkan, sekitar 20 persen kasus kematian pasien di seluruh dunia disebabkan oleh sepsis. Data tahun 2017 menunjukkan ada hampir 50 juta kasus sepsis dengan 11 juta penderitanya meninggal.

Gejala yang paling mencolok kemungkinan sepsis akibat infeksi adalah, turun drastisnya tekanan darah dibarengi naiknya frekuensi detak jantung. Juga demam tinggi, kesulitan bernafas, perasaan sakit berat dan kehilangan orientasi tiba-tiba.

Jika ada sinyal gawat seperti ini muncul, pasien harus secepatnya diberi perawatan gawat darurat.

Penanganan Sepsis

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Walaupun kasus sepsis sering terjadi di rumah sakit, namun seringkali terlambat dikenali. Jika pasien didiagnosa mengalami sepsis, penanganan akan dilakukan dalam koridor gawat darurat.

Pasien diambil darahnya untuk tes laboratorium, diberi antibiotika spektrum lebar, dan dipasangi peralatan yang menjamin kelancaran peredaran darah serta dipasangi alat bantu pernafasan. Sebagai tindakan preventif, banyak pasien sepsis direkayasa ke kondisi koma buatan.

Fungsi organ tubuh pasien, seperti ginjal, paru-paru dan jantung didukung dengan pemasangan alat-alat kedokteran canggih. Tentu saja penanganan medis secara intensiv seperti itu amat sulit, perlu alat canggih dan mahal. Data di Amerika Serikat saja menunjukkan, rumah sakit memerlukan sekitar 24 milyar Dolar untuk kasus sepsis.

Efeknya bisa menetap

Dampak sepsis pada 50 persen pasien yang sembuh juga bersifat menetap. Antara lain munculnya infeksi susulan, gagal ginjal atau masalah kardiovaskular. Juga bisa muncul masalah gangguan kognitiv serta psikis seperti depresi atau ketakutan tak beralasan.

Jadi yang terpenting bagi tenaga medis, adalah mencegah munculnya sepsis atau sebisa mungkin mendiagnosa secara dini. Karena makin cepat diketahui, peluang untuk terapi dan sembuh makin besar.

(as/vlz)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada