Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Redam Depresi akibat Corona, Wanita di Bali Ini Lakukan Aksi Bersih-bersih Pantai

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Redam Depresi akibat Corona, Wanita di Bali Ini Lakukan Aksi Bersih-bersih Pantai
Iklan

Tak bisa dipungkiri, pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini telah membuat segala lini ekonomi terpuruk, termasuk usaha pernikahan atau wedding organizer. Ini pulalah yang dialami oleh Helmi Yunan Mairina (42), seorang wedding planner yang saat ini berdomisili di Sanur, Denpasar, Bali.

Ia mengaku sempat depresi lantaran banyak rencana pernikahan dari kliennya yang mayoritas merupakan Warga Negara Asing (WNA) yang datang ke Bali, dibatalkan akibat pandemi. Ditambah langkah pembatasan yang diberlakukan pemerintah semakin membuat dirinya terpuruk.

Baca Juga:

“Karena aku dari orang aktif terus tiba-tiba lockdown suruh diam di rumah aku enggak bisa, aku orangnya sangat aktif. Jadi memang aku mengalami masa di mana aku berjuang, aku nangis, aku sedih, aku depresinya lebih ke kayak komplain ke Tuhan, komplain apa yang terjadi? Kenapa ini gitu,” ujar Helmi saat diwawancara DW, Rabu (29/07).

Namun, tidak mau berlama-lama meratapi nasib, Helmi justru bangkit dan menemukan sebuah aktivitas baru yang membantunya meredam stres akibat pandemi, yaitu memungut sampah setiap pagi di pantai-pantai yang ada di Bali.

Berawal dari keinginan melihat sunrise

Gagasan untuk melakukan aksi memungut sampah di pantai ini tentu tidak muncul begitu saja. Menurut Helmi, memori masa kecilnya akan nasihat sang ayah yang selalu bilang “kalau bangun siang rejekimu akan dipatok ayam” jadi satu dorongan bagi dirinya untuk bangun subuh-subuh, lalu pergi ke pantai melihat matahari terbit atau sunrise. “Awalnya aku mau healing diriku,” ujarnya.

Baca Juga:

Namun, keinginannya untuk melihat sunrise sempat terhalang oleh pecalang yang melarangnya masuk ke kawasan pantai yang pada saat itu (tepatnya di bulan Mei) memang masih ditutup bagi pengunjung.

“Awalnya enggak dibolehin lalu saya memohon. Bahkan suatu hari saya pernah nangis bilang ‘bapak please daripada stres di rumah saya orangnya aktif, saya cuman pengen ini kok ngelihat matahari terbit’, saya bilang nanti foto saja, nanti foto saja. Baru dikasih boleh masuk,” kata Helmi.

“Nah, berawal dari mencoba melihat sunrise, lalu saya baru sadar itu di depan resort-resort mewah sampahnya banyak banget,” tambahnya.

Di momen inilah Helmi kemudian muncul dengan gagasan melakukan aksi memungut sampah, yang pada akhirnya jadi aktivitas rutin yang ia lakukan setiap pagi. Beberapa pantai seperti Sindhu, Segara dan Karang di Sanur, Bali, ia jajaki untuk dibersihkan.

“Sambil olahraga, sambil mungutin sampah, bonusnya melihat matahari terbit yang selama ini aku tidak pernah tahu karena aku selalu bekerja pagi seringnya sunset,” pungkasnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kurangnya tempat sampah umum

Melalui aktivitas pungut sampah ini, Helmi melihat fakta bahwa di Sanur, Bali, keberadaan tempat sampah umum masih kurang. Petugas pembersih pantai dari Dinas Kebersihan yang selalu datang sejak dini hari, ia sebut justru banyak mengubur sampah-sampah pantai di bawah timbunan pasir.

“Saya sedih sejujurnya saya enggak setuju nih karena sebelum dikubur, disana ada permen, ada crackers, kue-kue atau cemilan yang berbungkus plastik, tapi paling sering adalah plastik dan rokok,” kata Helmi.

Meski begitu, dalam satu bulan terakhir, tepatnya di awal Juli, Helmi bertemu dengan Wayan Puji, seorang ibu petugas pembersih pantai yang ternyata mengoleksi sampah plastiknya untuk dijual. Pertemuan ini kemudian mendorongnya untuk melakukan aktivitas pungut sampah ke area yang lebih luas, sekaligus mengajak teman-temannya melakukan hal yang sama.

“Baru sebulan terakhir inilah saya mendorong, memotivasi semua teman di sosial media saya kalau kamu tidak mau ke pantai pagi-pagi, kalau kamu tidak bisa bangun pagi, tolong kumpulin botol plastikmu aku yang akan jemput deh, aku yang akan ambil karena beliau (Ibu Wayan Puji) jual kembali,” tuturnya.

Munculkan hashtag pemulung cantik karena cibiran

Aktivitas pungut sampah di pantai ini tidak melulu berbuah manis, kata Helmi. Ada pengalaman yang tidak mengenakkan yang kadang membuatnya sedih, termasuk cibiran ‘pemulung’ yang tak jarang ia dapatkan.

“Jadi baru berapa minggu ini aku selalu caption-ku (di sosial media), hashtag-ku aku selalu bilang #pemulungcantik gitu. Aku jadi kayak memotivasi diriku, aku selalu pakai lipstick, aku pakai masker, aku selalu berusaha tampil setidaknya rapi gitu, supaya tidak kelihatan pemulung bangetlah”, katanya sambil tertawa.

Selain memang menjadi aktivitasnya meredam stres, Helmi mengakui bahwa dirinya juga ingin memberikan kesadaran bagi masyarakat terutama anak-anak muda bahwa banyak jenis-jenis sampah yang sejatinya sulit terurai, bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

“Aku ingin menyadarkan orang bahwa sampah yang sangat susah untuk didaur ulang itu banyak banget jadi tidak hanya botol. Sementara kalau untuk botol plastik, aku berharap orang-orang mulai dari sekarang mohon sisihkan satu pojok ruanganmu untuk mengoleksi itu dulu. Itu sudah membantu pemerintah, lingkungan kita, anak cucu kita ke depan, karena kan bisa didaur ulang untuk hal-hal tertentu yang bermanfaat,” tutupnya. (hp/gtp)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada