Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Mengenal Kembali Henry Pu Yi, Kaisar Terakhir Cina

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Mengenal Kembali Henry Pu Yi, Kaisar Terakhir Cina
Iklan

Di sebuah taman di botani di kota Beijing, Cina, pada suatu hari yang cerah di satu musim panas tahun 1960-an, seorang lelaki tua terlihat tengah merawat tanaman bunga dengan telaten. Tidak ada yang istimewa dari pria yang mengenakan jaket sederhana ini.

Orang-orang yang berlalu-lalu di taman tidak tahu, bahwa pria kurus berkacamata yang tampak terlupakan dan menyatu dengan latar belakang ini pernah memimpin sebuah kerajaan besar. Laki-laki itu adalah Henry Pu Yi, kaisar terakhir Cina.

Baca Juga:

Menjadi pemimpin terakhir di suatu negara atau kerajaan memang seringnya disertai kisah yang dramatis dan penuh intrik. Tidak terkecuali baginya.

Aisin Gioro Puyi atau juga dikenal dengan nama Henry Pu Yi lahir pada tanggal 7 Februari 1906 di Cina. Saat belum genap berusia tiga tahun, ia sudah diangkat menjadi kaisar. Karena masih sangat muda, Pu Yi bahkan harus digendong ayahnya saat berjalan menuju Takhta Naga di hari pelantikannya sebagai kaisar pada tahun 1908.

Kaisar muda berkacamata oval

Hanya tiga tahun setelah dilantik, keadaan politik Cina berubah drastis dan orang-orang berencana untuk menyingkirkannya. Pu Yi kecil dikelilingi puluhan pelayan, ia bermain dengan mereka di lingkungan istana. Namun ia tidak tahu bahwa istananya ini adalah penjaranya.

Baca Juga:

Karena masa kecilnya jauh dari perawatan orang tua normal, para pelayan pun memanjakannya. Tidak ada yang berani mengajarkan disiplin kepada kaisar kecil ini. Pu Yi lantas berkembang menjadi anak yang suka menyiksa para kasim atau pelayan.

Pada tahun 1919, seorang diplomat asal Skotlandia bernama Reginald Johnston diangkat sebagai guru dan tutor untuk Pu Yi yang saat itu berusia 13 tahun. Karena melihat ada yang tidak normal dalam penglihatan anak didiknya, Johnston bersikeras membawa Pu Yi ke dokter mata, di mana dokter kemudian memutuskan bahwa ia harus memakai kacamata.

Tantangan keras pun datang dari para mantan selir kekaisaran yang mengatakan bahwa memakai kacamata adalah pelanggaran tradisi bagi Kaisar Naga. Namun akhirnya Pu Yi boleh memakai kacamata, pilihannya jatuh kepada kacamata berbentuk oval berlapis emas 14 karat.

Terinspirasi Raja Henry VIII dari Inggris

Beranjak remaja, Pu Yi memilih sendiri nama barat baginya, yaitu Henry. Ia terinspirasi oleh kisah Raja Henry VIII dari Inggris. Namun ternyata seperti Henry VIII, Pu Yi juga menjadi kaisar pertama yang bercerai. Pada usia 16 tahun Pu Yi diberi empat foto gadis yang belum pernah dia temui untuk dipilih. Ia juga akan diberikan seorang istri kekaisaran dan seorang selir resmi kekaisaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti Henry, semasa hidupnya Pu Yi punya lima orang istri. Namun tidak seperti Henry, Pu Yi dikabarkan tidak terlalu terlibat secara romantis dengan perempuan. Pada tahun 1931 istri keduanya yaitu Wenxiu, atau dikenal denagn nama resmi Permaisuri Shu, menceraikan kaisar muda ini. Dalam alasan perceraiannya, Permaisuri Shu menyatakan adanya “kekosongan hidup selama sembilan tahun.” Istri ketiganya yaitu Li Yuqin, yang ditunjuk sebagai Selir Xiang, juga menceraikannya pada tahun 1945.

Saat Pu Yi berusia 19 tahun pada tahun 1924, Cina berada dalam kondisi kacau. Ia pun melarikan diri ke pemukiman internasional di Tientsin untuk berlindung kepada Jepang. Keadaan ini lantas dimanfaatkan oleh Jepang. Ketika menguasai Manchuria pada tahun 1931, Jepang lantas memproklamasikan Pu Yi sebagai Kaisar Manchukuo. Padahal pada kenyataannya, Pu Yi hanya menjadi kaisar boneka yang disetir oleh Jepang.

Menjadi warga negara biasa

Pada tahun 1945, posisi Jepang dalam perang dunia kedua berbalik dan nyaris kalah. Ketika Jepang resmi kalah setelah dua kali dibom atom oleh Amerika, Pu Yi mencabut gelarnya sendiri dan mengumumkan bahwa daerah Mancukuo adalah bagian dari Cina. Pu Yi mencoba melarikan diri dengan terbang ke Korea dan ke Jepang, tetapi tanggal 16 Agustus 1945 dia ditangkap oleh pasukan Uni Soviet di bandara Mukden dan diterbangkan ke Siberia di mana dia ditawan.

Setelah melewati berbagai gejolak, Republik Rakyat Cina akhirnya resmi berdiri pada tahun 1949. Tahun 1950 Soviet kemudian menyerahkan Pu Yi kepada rezim Komunis di Cina. Saat itu Pu Yi yakin dia akan dieksekusi.

Namun pemerintah menempatkannya di pusat manajemen penjahat perang bersama dengan beberapa keluarganya, mantan pejabat Manchukuo dan perwira militer lainnya. Di sana, Pu Yi dikenal dengan identitas sebagai Tahanan No 981 dan bertugas merawat kebun sayur milik penjara. Pu Yi menghabiskan nyaris sepuluh tahun hidupnya di Pusat Manajemen Penjahat Perang Fushun di Provinsi Liaoning dari tahun 1950 hingga 1959.

Setelah beberapa tahun menjalani masa 'rehabilitasi' Pu Yi diterima sebagai seorang komunis sejati dan menjadi warga negara Cina. Dia pun secara resmi diampuni. Pu Yi bekerja paruh waktu sebagai asisten tukang kebun di kebun raya Beijing dan pada tahun 1962 menikahi istri kelima dan terakhirnya. Istri terakhir Pu Yi bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit.

Di akhir hidupnya, Pu Yi kerap dipamerkan kepada para pejabat asing yang berkunjung ke Cina untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka. Pu Yi meninggal dalam keadaan sebagai rakyat biasa karena kanker ginjal pada usia 61 di tahun 1967.

ae/vlz (scmp, historytoday, chinahighlights.com)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada