Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Malaysia Selangkah Menuju Penghapusan Hukuman Mati

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Malaysia Selangkah Menuju Penghapusan Hukuman Mati
Iklan

Langkah pemerintah mencabut kewajiban vonis mati terhadap 11 jenis tindak kejahatan di Malaysia ditanggapi secara hati-hati oleh pegiat hak asasi manusia, lantaran kegagalan pemerintah sebelumnya dalam memenuhi janji serupa.

Saat ini hukuman mati masih berlaku bagi sejumlah tindak pidana berat, antara lain pembunuhan dan perdagangan narkoba. Meski begitu, Malaysia sudah memberlakukan moratorium terhadap semua perintah eksekusi mati sejak 2018.

Baca Juga:

Jumat (10/6), Menteri Kehakiman Wan Junaidi Tuanku Jaafar mengatakan kabinet pemerintah sudah menyetujui mosi pencabutan hukuman mati. Dia mengaku pihaknya masih harus mempelajari jenis hukuman yang bisa menggantikan vonis mati.

Adapun Kementerian Kesehatan Malaysia sudah mengumumkan bakal menyusun rancangan amandemen UU terkait.

"Keputusan ini membuktikan prioritas pemerintah adalah memastikan bahwa hak semua orang dilindungi dan dijamin,” katanya.

Baca Juga:

Aliansi reformis Pakatan Harapan, yang dipimpin Mahathir Mohammad, sempat berjanji akan menghapus hukuman mati usai memenangkan pemilu di Malaysia 2018 lalu. Tapi upaya pemerintah terhadang oleh penolakan kelompok oposisi dan keluarga korban pembunuhan.

Akhirnya pada 2019, Kementerian Kehakiman di Kuala Lumpur mencabut rencana tersebut dan membebaskan pengadilan memutus perkara sesuai bukti yang ada.

Inisiatif pemerintah dibuat pasca eksekusi mati terhadap warga Malaysia, Nagaenthran K. Dharmalingam, yang divonis bersalah menyelundupkan narkoba. Jalannya eksekusi sempat diwarnai aksi protes warga di Kuala Lumpur.

Isyarat dukungan oposisi

Selain tindak pidana berat yang mewajibkan hukuman mati, sejumlah kejahatan lain juga masih bisa dikenakan vonis mati oleh pengadilan.

Menurut Wan Junaidi, proses penyusunan dan pengesahan amandemen UU melalui parlemen "akan memakan waktu,” tanpa merinci lebih jelas. Prosesnya "tidak sesederhana seperti yang dibayangkan orang,” imbuhnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebab itu pula niat pemerintah mengundang keraguan organisasi HAM. "Pengumuman resmi pemerintah Malaysia terkait penghapusan hukuman mati adalah langkah penting,” kata Phil Robertson, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch.

"Tapi sebelum semua orang bergembira, kita harus terlebih dahulu melihat apakah pemerintah benar-benar mampu meloloskan amandemen melalui parlemen,” imbuhnya.

Menurutnya Malaysia pernah mendapat janji bertubi-tubi dari pemerintah "yang berniat besar menegakkan hak asasi manusia, tapi tidak banyak berhasil.”

Direktur Eksekutif Amnesty International di Malaysia, Katrina Jorene Maliamauv, juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Dia menilai baik langkah pemerintah, namun meminta komitmen yang lebih kuat untuk menghapus hukuman mati sepenuhnya dari sistem pengadilan Malaysia.

"Kita melihat dan mendokumentasikan berulangkali betapa penggunaan vonis mati secara tidak adil berdampak pada kelompok masyarakat yang paling terpinggirkan dan termarjinalkan di masyarakat,” kata dia.

Inisiatif koalisi Perikatan Nasional yang dipimpin PM Ismail Sabri Yakoob setidaknya mendapat sambutan dari sejumlah kader oposisi. Ramkarpal Singh, anggota Pakatan Harapan yang pertamakali mengusulkan penghapusan hukuman mati pada 2018 silam, mengindikasikan pihaknya akan mendukung mosi pemerintah.

"Kami selalu mendukung penghapusan hukuman mati,” pungkasnya.

rzn/hp (rtr,ap)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada