Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Presiden Jerman di Singapura Promosikan Perdagangan Terbuka dan Hukum Internasional

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Presiden Jerman di Singapura Promosikan Perdagangan Terbuka dan Hukum Internasional
Iklan

Singapura kekurangan pasokan daging ayam segar. Makanan favorit di negara pulau yang cukup makmur itu sekarang dijatah secara ketat. Dampaknya juga dirasakan oleh restoran Jerman di sana. "Kami terpaksa menghapus ayam dari daftar menu," kata Tanja Jesemann, manajer Brauhaus Paulaner, yang telah beroperasi selama 25 tahun di pusat kota Singapura dan menyajikan makanan yang sangat populer di Jerman, yaitu ayam panggang. Penyebabnya: Pemasok utama daging ayam segar, Malaysia, memberlakukan larangan ekspor.

"Makin sulit bagi kami untuk mendapatkan pasokan," kata Tanja Jesemann. Bahan-bahan tradisional Jerman, yang biasanya dikirim dengan kapal dari Jerman, juga makin sulit didapat. Pandemi corona dan invasi Rusia ke Ukraina membuat segalanya menjadi lebih rumit.

Baca Juga:

Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier berdiri di teras lantai 19 perkantoran operator pelabuhan Singapura, PSA International. Dari sini, dia bisa memandang panorama pelabuhan Singapura yang mengesankan, tetapi juga antrean panjang kapal kargo yang menunggu bongkar muat. Singapura adalah pelabuhan kargo terbesar kedua di dunia.

Perdagangan terbuka sangat penting bagi Jerman dan Singapura

Frank-Walter Steinmeier berada di Singapura dalam rangka kunjungan dua hari, sebelum mengunjungi Indonesia. Sama seperti Jerman, Singapura sangat bergantung pada perdagangan bebas dan perbatasan terbuka.

"Sejauh menyangkut situasi global secara keseluruhan, di Singapura, negara yang jauh dari lokasi perang di Ukraina, merasakan konsekuensinya juga," kata Steinmeier. Ketika globalisasi mandek, banyak negara menutup diri, seperti Malaysia yang memberlakukan larangan ekspor ayam untuk menjamin pasokan di dalam negerinya.

Baca Juga:

Singapura adalah salah satu dari hanya tiga negara di Asia yang telah ikut menerapkan sanksi terhadap Rusia. "Saya pikir, Singapura membuat keputusan yang sangat jelas untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, karena itu adalah pelanggaran yang jelas dan mengerikan terhadap hukum internasional," kata Lynn Kuok, pakar keamanan Asia-Pasifik di the International Institute for Strategic Studies (IISS).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Itu juga salah satu tema utama Presiden Frank-Walter Steinmeier dalam perjalanannya ke Asia. "Kita membutuhkan kerja sama antara negara-negara yang, seperti banyak negara di Asia Tenggara, memiliki berkepentingan memastikan bahwa kita punya aturan berdasarkan tatanan internasional…, bahwa kita memiliki kondisi investasi yang aman," ujarnya.

Mengurangi ketergantungan pangan

"Singapura adalah negara paling terglobalisasi di dunia," kata Kishore Mahbubani, mantan duta besar Singapura untuk PBB kepada DW. "Total perdagangan kami sekitar 3,2 kali PDB kami. Oleh karena itu, Singapura akan tetap berkomitmen untuk mendukung globalisasi bersama dengan mayoritas negara Asia."

Pertumbuhan ekonomi di Singapura, seperti juga di bagian lain dunia, akan melambat. Diperkirakan hanya tumbuh 3,5% tahun ini, turun dari 7,6% tahun lalu. Akibatnya, Singapura juga ingin mengurangi ketergantungan. Pada 2030, pulau kecil itu ingin memproduksi 30% makanannya secara lokal. Saat ini, Singapura masih harus mengimpor 90% pangannya.

Namun, negara pulau ini hanya memiliki sedikit sekali lahan untuk budidaya pertanian. Itulah mengapa investasi dilakukan untuk apa yang disebut "pertanian vertikal". Tanaman ditanam dan dipanen di gedung-gedung dan tambak udang dibuat di perkotaan dengan bantuan teknologi computer dan kecerdasan buatan. Komputer memantau suhu, kualitas air, dan parameter lainnya dan memutuskan, misalnya, berapa banyak pakan yang dibutuhkan udang. Presiden Frank-Walter Steinmeier antara lain akan mengunjungi tambak udang semacam itu, yang dioperasikan dengan konsep berkelanjutan.

(hp/yf)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada