Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Bagaimana Skor Indonesia di Indeks Kesetaraan Gender 2018?

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Bagaimana Skor Indonesia di Indeks Kesetaraan Gender 2018?
Iklan

Pemimpin dunia akan kehilangan momentum dan gagal menanggulangi ketimpangan gender pada 2030 jika tidak mempercepat langkah menutup "kekosongan data" tentang kaum perempuan. Peringatan tersebut dilayangkan organisasi Equal Measures 2030 ketika memublikasikan Indeks Kesetaraan Gender pada Rabu (19/9)

"Data menyelamatkan nyawa", tutur Direktur Equal Measures, Alison Holder. "Data bisa membantu para pembuat kebijakan dan mengarahkan upaya mereka pada masalah yang riil." Namun survey yang dilakukan oleh 600 tenaga ahli di 50 negara sebaliknya menunjukkan pemerintah di banyak negara tidak menganggap serius program pengumpulan data pada isu perempuan.

Baca Juga:Ulama Aceh Dukung Fatwa Haram Nonmuhrim Ngopi Semeja

Baca Juga:

Indeks Kesetaraan Gender yang pertamakali dirilis tahun ini baru mencakup enam negara, yakni Indonesia, Kolombia, El-Salvador, India, Kenya dan Senegal. "Setiap negara berkutat dengan masalah kesetaraan jender yang besar di wilayah masing-masing. Sebab itu kita membutuhkan indeks baru untuk mengukur dan memonitor kinerja pemerintah," imbuh Holder.

Saat ini PBB telah memiliki Indeks Kesenjangan Gender (GII) yang setiap tahun dirilis Badan Program Pembangunan PBB (UNDP). Indeks tersebut menggunakan tiga indikator, yakni kesehatan reproduktif yang diukur berdasarkan tingkat harapan hidup ibu dan angka kelahiran, pemberdayaan yang mengacu pada keterwakilan perempuan di parlemen dan politik, serta terakhir status ekonomi yang dihitung berdasarkan partisipasi perempuan pada pasar tenaga kerja.

Dalam Indeks Kesetaraan Gender yang dirilis Equal Measures, Indonesia mendapat hasil beragam di berbagai indikator yang dijadikan acuan.

Baca Juga:

Indonesia misalnya dipuji lantaran mencatat tingkat melek aksara yang termasuk paling tinggi di Asia (Perempuan 93,59% dan Laki-laki 97,17%). Selain itu kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional yang mencakup 3/4 populasi dan tercatat sebagai salah satu program kesehatan nasional terbesar di dunia, berhasil mengurangi angka kematian ibu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun begitu pengaruh konservatisme dalam berbagai produk perundang-undangan masih menafikan hak-hak sipil kaum perempuan. Hukum perpajakan dan warisan misalnya dinilai masih mendiskriminasi perempuan. Selain itu produk legislasi yang melindungi perempuan dari pelecehan seksual dan kekerasan domestik masih lemah dan tidak ditegakkan.

Baca Juga: Mengapa Tes Keperawanan adalah Penghinaan Martabat

Menurut survei Women's Health and Life Experiences pada 2016 silam, satu dari tiga perempuan Indonesia yang berusia 15-64 tahun mengaku pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual. Perempuan juga masih menghadapi rintangan hukum dan diskriminasi di lapangan kerja. Dengan angka sebesar 51% pada 2017 silam, keterlibatan perempuan Indonesia di pasar tenaga kerja masih jauh di bawah rata-rata pria sebesar 80%.

Rendahnya partisipasi perempuan pada pasar tenaga kerja diyakini antara lain disebabkan oleh pernikahan, memiliki anak, pendidikan yang rendah dan perubahan struktur ekonomi di pedesaan yang ditandai dengan melemahnya sektor pertanian sebagai dampak migrasi dari desa ke kota.

rzn/yf (Reuters)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada