Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Etnis Tajik di Rusia Hadapi Gelombang Rasisme Usai Teror di Moskow

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Etnis Tajik di Rusia Hadapi Gelombang Rasisme Usai Teror di Moskow
Iklan

Calon penumpang taksi di Rusia dikabarkan, belakangan ini sering menanyakan latar belakang etnis pengemudi taksinya. "Apakah Anda orang Tajik? Jika iya, batalkan pesanannya!" Komentar bernada pedas semacam itu belakangan sering didengar pengemudi taksi sejak serangan teror di Crocus City Hall, Moskow, pekan lalu.

Serangan itu sendiri menelan 143 korban jiwa. Sejauh ini, aparat keamanan telah menahan setidaknya 11 orang, termasuk tujuh tersangka yang berasal dari etnis minoritas Tajik. Kelompok teror Islamic State Provinsi Khorasan, ISIS-K, mengaku bertanggung jawab atas tragedi tersebut.

Baca Juga:

Latar belakang tersangka pelaku teror memicu perdebatan di Rusia soal longgarnya aturan keimigrasian. Akibatnya, tren xenofobia menguat terhadap migran asal Asia tengah yang bekerja di Rusia, terutama warga Tajik.

Peringatan perjalanan untuk migran Asia Tengah

Usai teror di Moskow, komunitas Tajik mulai saling memperingatkan satu sama lain agar tidak meninggalkan rumah di malam hari, menurut laporan Baza, sebuah outlet media Rusia. Pekan ini, sejumlah negara Asia Tengah, seperti Kyrgyzstan, merilis peringatan perjalanan kepada warganya agar tidak bepergian ke Rusia.

Meskipun xenofobia telah lama menghantui komunitas Asia Tengah di Rusia, banyak warga Tajik yang khawatir keadaan akan semakin memburuk.

Baca Juga:

Alisher, seorang petugas pemadam kebakaran beretnis Tajik di Saint Petersburg, mengatakan kepada DW bahwa setelah teror ISIS-K, dia mulai sering dirundung orang tak dikenal di jalan.

"Suatu kali mereka menanyakan etnis saya dan apakah saya mendukung teroris. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya adalah warga negara Rusia tanpa aksen apa pun, dan mereka meninggalkan saya sendirian. Saya berada di sini secara sah, tetapi mereka yang berada di sini secara ilegal akan sangat takut dideportasi," kata Alisher.

Kanal Telegram kaum ultranasionalis Rusia dibanjiri hasutan tindak kekerasan terhadap migran dan menyarankan agar warga Asia Tengah dan seluruh keluarga mereka dideportasi.

Sebelum serangan, Abdullo, seorang warga negara Tajikistan penjual buah di salah satu pasar Moskow mengatakan, kadang-kadang dia menerima pesan xenofobia di media sosial. Tapi setelah tragedi Jumat lalu, pesan kebencian semakin berhamburan.

"Mereka mengancam dan memaksa saya agar meninggalkan Rusia. Tapi saya tidak menganggapnya serius, karena saya tidak bisa mendapatkan kehidupan yang baik di kampung halaman saya di Tajikistan,” katanya.

Serangan fisik terhadap warga Tajik di Rusia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pelecehan terhadap warga Asia Tengah juga tidak hanya terjadi secara verbal, namun juga dalam bentuk fisik. Di Blagoveshchensk, di wilayah Timur Jauh Rusia, misalnya, sebuah kafe yang dikelola oleh warga negara Tajikistan dibakar.

Dalam insiden lain di Kaluga, sebuah kota yang terletak 200 kilometer dari Moskow, tiga warga Tajikistan dipukuli oleh orang tak dikenal. Sabtu lalu, sekelompok warga Kyrgyzstan yang baru tiba di bandara ditahan untuk pemeriksaan. Kantor berita negara Rusia RIA Novosti melaporkan, pengawasan terhadap pendatang asing memang akan diperketat.

Edward Lemon, pakar Asia Tengah dan profesor riset di Texas University, menilai masyarakat Rusia cenderung memandang kawasan Asia Tengah sebagai daerah terbelakang, meski adanya upaya untuk "membudayakan" wilayah terluar di era Uni Sovyet.

"Media dan influencer nasionalis menggambarkan orang-orang Asia Tengah sebagai bangsa yang tidak berpendidikan, berpotensi menjadi penjahat dan teroris," kata Lemon. Akibatnya, "mereka menghadapi marginalisasi dan rasisme setiap hari."

Bagaimana masa depan migran Asia Tengah di Rusia?

Kebanyakan migran dari Asia Tengah datang untuk bekerja di Rusia sebagai supir taksi, petugas kebersihan dan pekerja konstruksi. Menurut Institut Penelitian Demografi di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, pada tahun 2023 lebih dari 3 juta migran Tajikistan tinggal di Rusia.

Temur Umarov, peneliti di Carnegie Rusia, berpendapat bahwa serangan tersebut akan berdampak terhadap kehidupan sehari-hari kaum migran. Dia meragukan, Rusia bersedia menghentikan arus migran, karena perekonomian yang sangat bergantung pada pasokan tenaga kerja murah dari Asia Tengah.

"Saya rasa situasi ini tidak mungkin diubah karena tidak ada cukup warga Rusia pada usia tertentu yang mampu menggantikan 5–6 juta pekerja migran setiap tahunnya, mengingat situasi demografis yang semakin buruk. Akan menjadi keajaiban, jika Rusia mampu mengusir migran dan menggantikannya dengan orang Rusia,” pungkas Umarov.

rzn/as

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada