Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Harga Kakao Meroket Tidak Perbaiki Nasib Petani

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Harga Kakao Meroket Tidak Perbaiki Nasib Petani
Iklan

Harga kakao telah melonjak susul-menyusul ke rekor tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Awal minggu ini, harga kakao mencapai USD10.000 per metrik ton, menjadikannya lebih mahal daripada tembaga, yang saat ini diperdagangkan pada harga sekitar USD8.700 per ton. Padahal tahun lalu, harga kakao masih berada di bawah USD3.000.

Tetapi booming yang terjadi saat ini hanya menguntungkan sebagian orang dalam bisnis besar komoditas ini. Petani kakao, misalnya, justru sering terjebak dalam kemiskinan selama bertahun-tahun dan sulit untuk bertahan hidup.

Baca Juga:

Laporan mengenai malnutrisi dan pekerja anak tersebar luas di industri kakao, tetapi harapan bahwa meningkatmya harga kakao dapat meringankan penderitaan mereka masih jauh dari kenyataan. Selain itu, ada konsentrasi produksi yang tidak proporsional: Pantai Gading dan Ghana secara kolektif menyumbang hampir dua pertiga produksi kakao global.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Mengapa harga Kakao meroket?

Lonjakan harga saat ini berasal dari kegagalan panen besar-besaran di wilayah penghasil kakao utama di Pantai Gading dan Ghana, kata Friedel Hütz-Adams, pakar kakao di Südwind Institute di Bonn, Jerman.

"Saat ini, diperkirakan panen di Pantai Gading dan Ghana mengalami penurunan setidaknya sepertiganya,” kata Friedel Hütz-Adams kepada DW. Fenomena cuaca El Nino, yang diperburuk oleh faktor lingkungan setempat, telah memperburuk hasil panen. Hütz-Adams juga menyoroti deforestasi yang memperparah dampak El Nino di wilayah tersebut, menyebabkan curah hujan berkepanjangan atau kekeringan yang merusak hasil kakao.

Baca Juga:

Kendala keuangan yang dihadapi banyak petani kakao memperburuk keadaan, membuat mereka tidak berdaya menghadapi tantangan pertanian.

"Di Ghana misalnya, tahun lalu pada awalnya tidak turun hujan di banyak daerah, kemudian turun hujan dalam waktu lama sehingga pohon kakao terendam air untuk waktu lama, menyebabkan penyakit menyebar pada buah-buahan,” kata Friedel Hütz- Adams, yang menyebut situasi ini sebagai "campuran bencana" dari peristiwa cuaca.

Petani hanya terima sedikit dari keuntungan industri kakao

Uni Eropa telah menjadi pemain penting di pasar kakao, mengonsumsi sekitar setengah dari produksi kakao dunia. Amerika Serikat berada di urutan kedua sebagai konsumen terbesar dunia. Petani kakao hanya menerima sebagian kecil dari hasil industri kakao, dan sebagian besar keuntungan diperoleh produsen dan pedagang yang semuanya berbasis di Eropa dan Amerika.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari setiap euro yang dibelanjakan untuk sebatang cokelat, hanya sekitar tujuh sen yang diberikan kepada petani kakao, sementara produsen dan pedagang menerima sekitar 80 sen, ungkap Kementerian Federal untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Jerman, BMZ.

Untuk memitigasi risiko yang terkait dengan fluktuasi harga kakao, produsen cokelat besar melakukan perdagangan berjangka, mengamankan harga biji kakao jauh sebelum panen. Praktik ini seringkali membuat petani rentan, karena hasil panen mereka dijual dengan harga lebih rendah daripada harga aktual di pasaran. Para petani di Pantai Gading dan Ghana, misalnya, sudah menjual 80% produksi mereka bulan Oktober tahun lalu, sebelum musim panen dimulai.

Harga cokelat akan terus naik

"Tragedinya adalah, para petani di Pantai Gading dan Ghana hampir tidak mendapatkan keuntungan pada musim ini karena hasil panen dijual sebelum harga naik,” kata Friedel Hütz-Adams. Sebagian besar petani menjual hasil panen mereka pada saat itu dengan harga USD1.800 dan sekarang menghadapi kerugian panen yang parah.

Pakar kakao Friedel Hütz-Adams mengatakan kenaikan harga cokelat lebih lanjut di Eropa tampaknya tidak bisa dihindari. "Sebelum Natal 2023 pun, harga cokelat di Jerman naik karena harga bahan bakunya naik,” ujarnya.

Ketika negara-negara kecil penghasil kakao berusaha memenuhi permintaan pasar, harga terus meningkat. Meskipun lonjakan harga bisa memberikan peluang bagi petani, tetapi masalah kemiskinan, kekurangan gizi, dan pekerja anak di industri Kakao masih meluas.

(hp/yf)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada