Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Mampukah Uni Eropa dan G7 Pengaruhi Israel demi Deeskalasi?

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Mampukah Uni Eropa dan G7 Pengaruhi Israel demi Deeskalasi?
Iklan

Para menteri luar negeri Uni Eropa melakukan pertemuan khusus secara virtual pada Selasa (16/4). Sidang itu hanya mengagendakan satu isu utama, yakni konsekuensi dari serangan langsung Iran terhadap Israel.

"Perhatian utama kami adalah redanya ketegangan. Di dalam UE dan dengan menjalin kontak dengan mitra eksternal, kami berusaha memastikan tidak ada eskalasi lebih lanjut," kata Peter Stano, juru bicara kepala kebijakan luar negeri UE Josep Borrell di Brussels. Menurutnya, eskalasi lanjutan berupa serangan balasan oleh Israel akan "mengarah kepada situasi baru di Timur Tengah yang tidak diperkirakan sebelumnya."

"Kemenangan defensif"

Baca Juga:

Senada dengan Presiden AS Joe Biden, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menjelaskan bagaimana Israel, pada prinsipnya, telah meraih kemenangan dengan berhasil menggagalkan serangan 300 drone dan rudal dari Iran. "Kemenangan defensif sekarang juga perlu diraih secara diplomatis,” kata dia, di sela-sela konferensi bantuan untuk Sudan di Paris, Senin (15/4).Baerbock mengimbau Israel untuk menahan diri dan tidal menjawab serangan Iran.

"Hak untuk membela diri berarti bertahan dari serangan musuh. Pembalasan tidak dilindungi hukum internasional,” kata Baerbock. Dia mengaku sudah menegaskan hal ini kepada rekannya di Teheran minggu lalu, meski akhirnya tidak banyak berpengaruh.

Iran menegaskan, peluncuran drone dan rudal terhadap Israel adalah balasan atas serangan udara terhadap kompleks kedutaan besar Iran di ibu kota Suriah, Damaskus pada 1 April lalu. Serangan menewaskan dua perwira tinggi Garda Revolusi Iran ini diyakini dilakukan Israel, karena tidak dibantah oleh Tel Aviv.

Baca Juga:

Juru bicara UE Stefano membantah tuduhan bahwa Uni Eropa bersikap sepihak karena cuma mengritik serangan Iran. "Kami sudah mengecam serangan terhadap kedutaan besar Iran secara tegas pada tanggal 2 April," tandasnya.

Tambahan sanksi bagi garda revolusi?

Pada pertemuan virtual yang digelar Selasa sore, para menteri luar negeri Uni Eropa akan merundingkan berbagai opsi, termasuk memperketat sanksi atau mengklasifikasikan Garda Revolusi Iran sebagai organisasi teroris.

Namun begitu, Ettore Greco, wakil direktur Institut Kebijakan Luar Negeri Italia, sebuah lembaga pemikir di Roma, tidak meyakini UE akan menjatuhkan konsekuensi. Menurutnya, UE saat ini pun sudah punya sanksi yang luas terhadap rejim Republik Islam di Teheran. Embargo tambahan dikhawatirkan hanya akan menyulitkan warga sipil di Iran.

"Beberapa negara mungkin ingin memperkeras sanksi. Saya tidak memperkirakan hal itu akan terjadi. Karena paket sanksi yang ada sudah begitu besar. Mungkin ada beberapa jenis sanksi tambahan, tapi sifatnya tidak penting selama situasinya seperti saat ini, jadi tanpa tindakan saling balas," kata Ettore Greco dalam wawancara dengan Deutsche Welle.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

UE dan negara-negara G7 memberlakukan berragam sanksi perdagangan terhadap Iran untuk mencegah produksi senjata nuklir, drone, dan teknologi tinggi. Sanksi juga berlaku terhadap individu dan institusi di Iran akibat tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam kasus kematian Masha Amini. Pemudi berusia 20 tahun meninggal dunia dalam tahanan polisi syariah pada tahun 2022, setelah ditangkap karena tidak mengenakan jilbab. Kematiannya memicu protes massal di seluruh penjuru Iran.

G7 inginkan deeskalasi

Di bawah kepemimpinan Italia, para menteri luar negeri G7 juga akan membahas situasi di Timur Tengah dalam pada konferensi antara tanggal 17-18 April pekan ini. Menteri Luar Negeri Inggris, David Cameron, mengimbau Israel agar merespons serangan Iran secara "keras, tapi cerdas" agar tidak mencuatkan eskalasi konflik, kata dia kepada media nasional.

Cameron menegaskan betapa Inggris, Amerika Serikat dan kelompok G7 tetap mendukung Israel serta, jika diperlukan, bersedia membantu menghalau serangan Iran. Menurutnya, keputusan Iran membalas serangan Israel di Damaskus sebagai "tindakan sembrono dan berbahaya."

Presiden AS, Joe Biden, sudah menetapkan tidak akan mengambil bagian dalam serangan balasan Israel terhadap Iran. Hal itu dikatakannya usai bertemu dengan kepala negara dan pemerintahan G7, Senin (14/4) kemarin. Selain AS dan Inggris, kelompok tujuh negara industri paling makmur itu juga mencakup Jerman, Prancis, Italia, Jepang, dan Kanada.

Mampukah UE pengaruhi konflik?

"Baik Uni Eropa maupun G7 tidak memiliki pengaruh langsung terhadap Iran dan Israel," kata pakar Timur Tengah Julien Barnes-Dacey dari Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, ECFR, sebuah wadah pemikir UE di Brussels. Karena meski tergolong sekutu dekat dan banyak menerima bantuan militer Barat, Israel acap bertindak atas keputusan sendiri.

"Serangan Iran yang mudah dipatahkan bisa mencuatkan gagasan di Israel bahwa musuhnya itu sedang dalam posisi lemah, tanpa keinginan atau kapasitas untuk perang berskala besar. Mungkin sekarang lah saatnya untuk membukukan pukulan telak terhadap Iran dan pasukan proksinya," kata Julien Barnes-Dacey berspekulasi.

Dia menyarankan negara-negara Eropa untuk bekerja sama secara erat dengan Amerika Serikat untuk mencegah eskalasi berkelanjutan. "Pertama, Anda harus memberikan tekanan pada Israel agar tidak membalas, dan kemudian upaya mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza harus dilanjutkan,” saran pakar Timur Tengah tersebut. Perang antara Hamas dan Israel semakin memanaskan bara konflik di Timur Tengah.

rzn/as

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada