Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAMA dua dekade, PT Medco Energi Internasional Tbk. menjadi tulang punggung bisnis keluarga Panigoro. Berkat penjualan yang dibukukan perusahaan itu pula Arifin Panigoro, pendiri Medco Energi, selalu tercatat dalam deretan 40 orang terkaya di Indonesia versi Forbes, majalah bisnis yang berpusat di New York, Amerika Serikat.
Di tengah setumpuk rencana ekspansi yang hendak dilakukan Arifin di bisnis minyak dan gas, Jumat dua pekan lalu terbetik kabar bahwa keluarga Panigoro, lewat Encore International Limited, sepakat melepas mayoritas kepemilikan sahamnya di Encore Energy Pte. Ltd., yang selama ini menguasai 50,7 persen saham Medco Energi, kepada PT Pertamina (Persero).
Pertamina dan Encore International telah menandatangani principles of agreement. Jika transaksi itu rampung, porsi saham keluarga Panigoro di Medco Energi nantinya akan menciut. "Tapi saya tidak akan sekadar ambil uangnya lalu pensiun," kata Arifin Panigoro saat ditemui Tempo di Plaza Bapindo, Jakarta, Rabu pekan lalu. Mengenakan batik lengan pendek biru, inilah pertama kalinya Arifin berbicara ke media soal rencana jual-beli saham Medco, perusahaan yang bertahun-tahun dibesarkannya.
Mengapa keluarga Panigoro melepas saham ke Pertamina?
Di dunia ini tidak ada perusahaan minyak swasta besar kecuali dari Amerika Serikat. Sedangkan sisanya merupakan perusahaan milik negara. Misalnya Brasil, Cina, India, dan Malaysia. Kalau ingin bergerak di industri minyak dan gas, tidak boleh tanggung-tanggung. Perusahaan minyak itu harus besar. Petronas Malaysia saja bisa, kenapa kita tidak? Pertamina harus menjadi besar. Itu sebabnya saya sepakat bekerja sama dengan Pertamina.
Ide kerja sama ini dari siapa?
Sekitar tiga tahun lalu, Adam Schwarz, konsultan senior McKinsey-perusahaan konsultan manajemen global asal Amerika Serikat-yang disewa Pertamina menjadi penasihat manajemen, bertemu dengan saya dalam sebuah seminar. Direktur Utama Pertamina ketika itu masih Ari Soemarno. Adam lalu bertanya kepada saya ihwal kemungkinan membentuk Indonesia Incorporated, mensinergikan bisnis Pertamina-Medco. Saya sih oke saja. Sejak itu, saya selalu bilang ingin menggandeng Pertamina terlibat dalam proyek-proyek Medco, seperti di Libya.
Kenapa Medco yang dilirik?
Mereka tertarik terhadap cadangan besar yang kami miliki. Sedangkan cadangan Pertamina kurang. Proyek di Libya, misalnya, prospeknya sangat besar karena sudah terbukti memiliki cadangan sekitar 350 juta barel. Potensinya bisa mencapai satu miliar barel.
Perusahaan negara biasanya birokrasinya berbelit-belit.
Kultur Medco mudah-mudahan bisa kami tularkan ke dalam tubuh Pertamina. Memang harus bekerja keras.
Keluarga Panigoro melepas 55 persen saham di Encore Energy. Tidak khawatir menjadi pemilik minoritas?
Pertamina, secara tidak langsung, memang akan memegang kendali di Medco. Tapi kami tetap di situ. Saya kan founder (pendiri), jadi tahu apa yang harus dikerjakan. Saya tidak akan tinggal diam. Tidak akan sekadar ambil uangnya lalu pensiun. Masih banyak proyek yang akan dikembangkan, misalnya energi terbarukan, proyek pembangkit, dan kelapa sawit. Proyek-proyek tadi tetap dikerjakan.
Berapa estimasi nilai transaksi akuisisi?
Kira-kira US$ 700 juta (sekitar Rp 6,5 triliun). Tapi Pertamina tidak perlu bayar semua, karena kami bisa mengambil sebagian proyek mereka, seperti pembangkit dan etanol. Kesepakatan soal ini masih tarik-ulur sehingga nilainya bisa berubah. Negosiasi yang terkait dengan valuasi nilai aset belum final. Kami punya waktu sampai akhir November nanti. Kalau harga tidak cocok, ya bisa batal.
Apakah Pertamina punya duit buat bayar tunai?
Mereka sudah menunjukkan ke kami punya US$ 1 miliar (sekitar Rp 9,3 triliun). Juga ada proyek-proyek yang bisa diambil alih oleh kami.
Seperti apa gambaran sinergi bisnis ini ke depan?
Sinergi dua perusahaan ini akan diinjeksi dengan aset yang lebih banyak. Contohnya, kami berencana mengambil Blok Mahakam di Kalimantan Timur. Pokoknya, dalam lima tahun ke depan, ukuran aset dari dua perusahaan ini harus sepuluh kali lipat. Kami punya orang hebat-hebat, asalkan diberi kesempatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo