Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

3 Fakta Ancol yang Diungkap Thomas Lembong: Utang Rp 1,4 Triliun, Marak Proyek Mangkrak

Thomas Lembong membeberkan banyak masalah yang terjadi ihwal tata-kelola manajemen Ancol yang menyebabkan bisnis tidak berkembang.

13 Agustus 2022 | 13.01 WIB

Thomas Trikasih Lembong. ANTARA
Perbesar
Thomas Trikasih Lembong. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Thomas Lembong mengungkapkan sederet fakta soal Ancol. Dia menyebut banyak masalah yang terjadi ihwal tata-kelola manajemen yang menyebabkan bisnis tidak berkembang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Beberapa pertimbangan ini mendorong Ancol melakukan restrukturisasi manajemen. "Saya sangat capek karena banyak energi terkuras berpolitik. Bukan berpolitik, tapi terkuras bolak balik politik internal dan enggak produktif, lah. Terlalu politis," kata Thomas kepada Tempo, Jumat, 12 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut empat kondisi Ancol yang dibeberkan Thomas Lembong. 

1. Marak proyek mangkrak

Thomas mengatakan sejumlah proyek di kawasan wisata Ancol, Jakarta , mangkrak. Berbagai proyek tampak tak terurus karena ketidakmampuan manajemen mengelola aset.

“Ancol tidak berkembang, banyak proyek mangkrak di Ancol,” ujar Thomas dalam wawancara khusus dengan Tempo melalui Zoom, Jumat, 12 Agustus 2022.

Thomas mencontohkan proyek pembangunan hotel bintang lima di sebelah Resor Putri Duyung yang digadang-gadang bakal menjadi properti unggulan Ancol. Alih-alih menghasilkan bangunan megah, proyek yang telah menghabiskan duit senilai ratusan miliar itu hanya menyisakan fondasi.

Selain itu, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ini menyinggung pengelolaan ABC Mall atau Ancol Beach City yang berada di kawasan Pantai Karnaval Ancol. Operasional aset yang pengelolaannya dipegang oleh dua pengusaha berkongsi ini terpaksa mandek lantaran adanya konflik internal.

“Tempat itu sempat sukses sempat jadi lokasi konser band besar, lalu berantem dua pengusaha itu, akhirnya mangkrak,” ucap pria yang sempat menjabat Menteri Perdagangan tersebut.

Selain manajemen pengelolaannya yang buruk, konsep pembangunan aset tersebut tak terlampau maksimal. Walhasil, aset yang semestinya dapat menjadi salah satu sumber pendapatan perusahaan akhirnya malah menjadi beban.

Aset lain di dalam kawasan Ancol yang tak termanfaatkan dengan baik adalah SeaWorld. Akuarium raksasa ini, kata Thomas, semestinya bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan. Namun nyatanya, perjalanan pengelolaan Sea World pun bermasalah.

Selanjutnya, model bisnis yang ketinggalan zaman....

2. Model bisnis ketinggalan zaman

Thomas menyayangkan model bisnis perseroan daerah yang sampai saat ini masih mengandalkan wahana bermain atau theme park. Dufan, satu-satunya aset theme park andalan Ancol, dianggap tidak cukup menutup beban utang perusahaan meski masih menguntungkan.

Model bisnis ini pun dianggap sudah kuno alias ketinggalan zaman. “Manjemen terlalu lama nempel ke model bisnis Ancol yang sudah ketinggalan zaman,” ujar Thomas. 

Thomas mengatakan bisnis theme park tidak cocok dengan pasar wisata di abad ke-21. Bisnis ini membutuhkan investasi yang besar untuk peralatan beserta perawatannya. Sedangkan balik modalnya mesti menunggu sampai 40-50 tahun.

Karena itu, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut tak menyarankan Ancol merealisasikan mimpinya untuk membangun Dufan kedua. Apalagi Dufan pada masa mendatang tak lagi mampu menyasar semua kelas wisatawan.

“Wisatawan kelas menengah atas dengan mudahnya sekarang bisa pakai budget airlines terbang ke Singapura, ke Universal Studio. Atau yang punya daya beli kuat, mereka akan langsung ke Sentosa Island,” ucap Thomas.

Ketimbang menambah theme park seperti Dufan, Thomas mengatakan Ancol ke depan akan memprioritaskan belanja modalnya untuk pengembangan wahana-wahana yang mengandalkan teknologi digital dan artificial intelligence.

Modal yang diperlukan untuk penyediaan wahana digital ini, kata dia, jauh lebih kecil atau hanya satu per sepuluh dari kebutuhan membangun theme park.

Paralel dengan kebutuhan investasi yang lebih minim, kesempatan untuk balik modal pembangunan wahana digital pun lebih cepat. Thomas menaksir balik modal penyediaan atraksi wisata itu hanya 3-5 tahun.

Utang juga menumpuk sampai Rp 1,4 triliun....

3. Utang menumpuk Rp 1,4 triliun

Thomas mengatakan di tengah tekanan ekonomi yang menggerus sektor pariwisata, Ancol kini masih menanggung beban utang Rp 1,4 triliun. Utang itu sepenuhnya merupakan utang domestik. 

Selama ini, bisnis Ancol yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan perusahaan tak mampu membayar utang. Thomas mengungkapkan tata-kelola manajemen perusahaan daerah itu penuh sengkarut. 

“Kegagalan manajerial ini mengakibatkan kita enggak bisa menopang utang dengan baik,” ucap Thomas. 

Masifnya proyek mangkrak juga menunjukkan adanya gejala manajemen yang tidak sehat. Thomas menuturkan kultur manajemen perusahaan berkode saham PJAA ini kerap diwarnai politik internal.

“Kebanyakan politik internal dan pecah belah di dalam, tidak kompak, dan saling mensabotase,” ucap Thomas Lembong

ARRIJAL RACHMAN

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus